CHAPTER 1

2.4K 379 30
                                    

Meninggalkan kampung halaman adalah hal yang terberat untuk sebagian orang. Apalagi ketika tuntutan pekerjaan atau pendidikan sehingga harus meninggalkan sanak saudara dan keluarga disana. Rasa rindu menjadi bayarannya.

Dari Jilin menuju Seoul bukanlah jarak yang dekat tetapi juga bukan jarak yang jauh walau tetap membuat rasa rindu.

Beruntung sudah berbekal berkomunikasi dalam bahasa Korea sehingga tidak terlalu menyulitkan baginya untuk bertanya tentang suatu hal yang tidak dimengerti nya pada umum yang berlalu lalang.

Dirinya memberhentikan taksi, meminta pada sang supir untuk mengantarnya ke alamat tujuan dia. Tempat yang akan menjadi singgah nya, tempat ia akan berpulang selama seharian menghabiskan waktunya untuk belajar.

Ia terus fokus memperhatikan jalanan ramai kota. Kendaraan yang berkendara kesana kemari. Banyak orang mulai berpakaian formal sampai casual berlalu lalang. Hampir begitu sama dengan Jilin walau masih bisa ia rasakan perbedaannya. Sepanjang perjalanan ia habiskan untuk memperhatikan jalan raya. Bukannya tidak ramah tetapi entah sang supir merasa mengerti perasaannya, hari itu hari pertamanya menginjakkan kakinya berada di negara asing hanya seorang diri.




ꉣ.ꂦ.ꌚ.ꋖ.ꈼ.ꌅ.ꂑ.ꋖ.ꐞ

Bangunan besar berwarna cream pucat kusam sudah didepan mata. Iya harus menerima kenyataannya. Sang paman membantunya dengan sepenuh hati sampai mempersiapkan kamar beserta barang barangnya di apartement itu.

Ia harap apa yang ia lihat tidak sama dengan apa yang akan ia lalui kedepannya.

Diambilnya kunci dari pemilik bangunan itu yang sudah mengenali nya melalui perawakannya. Surai keabuan dengan kilauan perak, kulit seputih susu, netra rubah, bibir merah jambu, serta tubuh yang lebih seperti siswa menengah dibanding seorang mahasiswa. Mungkin sang paman yang memberitahu mengenai ciri cirinya.

"Kamar 2307. Kuharap kau mendapat keberuntungan seperti angka tersebut"

Tidak tahu apa yang dimaksud ia menanggapi ucapan tersebut dengan senyuman ringan, segera ia mengikuti langkah pemilik apartement itu menuju kamarnya.

Lantai 7 tidak terlalu buruk pikirnya. Cukup tinggi dan tidak terlalu rendah, dan lagipula ia tidak terjebak lama dalam basa basi tua sang pemilik.

"Ya, kita sampai. Tidak terlalu jauh dengan lift, tidak terlalu tinggi maupun rendah. Bagaimana ?"

"Aku menyukainya. Terima kasih, ahjussi" tentu aku menyukainya. Apa lagi yang harus kukatakan ? Sudah dibiayai juga oleh paman pikirnya.

"Baik, aku akan pergi mengurus beberapa orang pindahan. Tak apa kan jika aku pergi ? Oh ya, kau boleh menghias pintu mu agar tidak tertukar mungkin dengan kamar sebelahmu"

Sebelum pamit pergi Renjun membungkukkan badannya sebagai tanda terima kasih pada pemilik apartement.

"Kamar 23...07 ya"

"Apakah kau akan masuk ke kamar mu atau berdiam diri seperti maling yang penuh perhitungan ?"

"Y-Ya- oh ah...maafkan saya"

"Ck. Sepertinya bertetangga dengan mu akan merepotkan"

Yang bisa dilakukannya hanyalah memperhatikan lelaki dengan netra dengan tatapan setajam lidah tetangga sampai lelaki itu masuk kedalam kamarnya.

"Tidak bisakah dia menegurku lebih baik ? Aish sepertinya akan sulit juga bagiku memiliki tetangga sepertinya"

Tanpa membuang waktu lama lebih baik ia memasuki kamarnya dan mulai membenah barang barang sisa miliknya pada koper. Suguhan furniture aesthetic nan minimalis begitu memanjakan matanya. Emosi nya terbuai begitu saja tergantikan dengan perasaan damai. Berbanding terbalim dengan apa yang di alami pada lelaki sebelumnya. Keringat dingin berlomba lomba mengalir dengan deras di dahinya. Nafas yang tersenggal senggal layaknya seorang pencuri yang terpegok warga.



"Sial ! Jika benar, mereka akan datang dan mericuhkan tempat ini. Aku harus menyembunyikannya"




ꉣ.ꂦ.ꌚ.ꋖ.ꈼ.ꌅ.ꂑ.ꋖ.ꐞ

TBC

𝐏𝐎𝐒𝐓𝐄𝐑𝐈𝐓𝐘Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz