05. Raport

3.8K 358 11
                                    

Pagi ini Haechan sudah rapi dengan seragamnya. Bahkan jam masih menunjukkan pukul setengah enam.

"Hari ini aku akan berangkat dengan bus saja, dan menyambut Johnny hyung di sekolah!" Monolognya dengan nada kelewat ceria sembari memandangi penampilannya di depan cermin.

Merasa puas dengan penampilannya, Haechan beranjak meninggalkan kamarnya. Berjalan pelan menuju dapur, rumah megah itu tampak masih sunyi pagi ini.

Di dapur ia hanya menemukan Taeil yang sedang membuat menu sarapan ringan berupa sandwich.

Sudah lama sekali Haechan tidak merasakan cita rasa sandwich buatan kakak tertuanya itu. Bahkan aroma sandwich itu sangat khas, sungguh menggiurkan.

"Hyung.." panggil Haechan dengan suara lirih, untung saja Taeil masih dapat mendengar panggilan itu. Namun Taeil tak memberikan jawabannya, ia hanya menoleh sebentar.

"Boleh Haechan mengambil satu sandwich ini hyung? Hari ini aku akan berangkat pagi pagi." Sekarang Haechan menjadi sangat canggung dan sungkan kepada kakaknya. Setiap ingin melakukan sesuatu di rumah, dia selalu meminta izin terlebih dahulu.

Itu juga Haechan gunakan sebagai topik pembicaraan dengan hyung nya. Meskipun jawaban yang di terima singkat, Haechan sudah sangat senang dan bersyukur bisa berbicara dengan mereka.

Padahal biasanya Haechan tak pernah kehabisan topik, apapun Haechan ceritakan dan ungkapkan pada para kakaknya. Sekarang sangat berbeda.

Kembali pada Taeil, mendengar penuturan Haechan ia tampak berfikir sejenak. Haechan yang melihat itu merasa semakin tak enak hati.

"Emm kalau tidak boleh tidak apa hyung! Nanti aku sarapan di kantin saja. Terimakasih hyung!"

Lihatlah, Haechan begitu baik dan sopan. Padahal dia belum mendapatkan apa yang dia minta, tapi dia sudah mengatakan terimakasih.

Hal ini yang membuat Haechan mendapatkan kasih sayang penuh dari para kakaknya. Kepribadiannya yang ceria, baik, sopan dan santun. Meskipun sedikit jahil.

"Ambil." Saat hendak meninggalkan dapur, Haechan dikejutkan oleh suara dingin Taeil.

"Boleh hyung?" Tanya Haechan dengan wajah cerianya.

"ya."

Jawaban singkat Taeil mampu membuat Haechan tersenyum senang.

Setelah mengambil sepotong sandwich nya, Haechan duduk sambil memakan lahap rotinya. Wajah Haechan terlihat sangat cerah begitu selesai menghabiskan sepotong sandwich buatan Taeil. Cita rasa yang ia rindukan telah kembali ia rasakan.

"Terimakasih banyak hyung! Sandwich buatan Taeil hyung memang yang terbaik! Terimakasih hyung, aku pergi dulu!" Haechan berpamitan dengan sumringah.

Taeil yang melihat wajah ceria Haechan merasakan kehangatan di hatinya. Taeil rindu senyum itu, Taeil rindu suara ceria itu, Taeil rindu mataharinya yang selalu bersinar terang.

Melihat punggung Haechan yang semakin menjauh, Taeil mengangkat tipis sudut bibirnya.

Tanpa sadar, setetes air mata juga jatuh membasahi pipinya. Segera ia hapus bulir itu sebelum ada yang melihatnya, lalu bergegas menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda.

Kalo boleh jujur, Taeil juga sangat ingin kembali pada moment kehangatan dengan saudara saudaranya. Terutama dengan Haechan, si bungsu kesayangan semua orang.

"Kau menyesal telah mendiamkannya dan tidak memperdulikannya hyung?"

Taeil tersentak mendengar suara intimidasi dari salah satu adiknya itu. "Untuk apa menyesal? untuk anak pembawa sial sepertinya? Jangan bercanda kau" elaknya.

Our Sun || HaechanDove le storie prendono vita. Scoprilo ora