6 | "Siswa" Baru di Kelas

9 2 14
                                    

Bakwan yang ada di hadapanku sekarang adalah sebuah epitome kesempurnaan. Adonan yang merata sehingga bentuknya bulat sempurna, warnanya yang kecokelatan, udang yang terletak tepat di tengah, dan tingkat kerenyahan yang tepat.

"Bi, ini beli di mana?"

Binan tengah melahap bakwannya dan menjawab, "Deket rumah."

Khafi masih belum datang. Kasihan. Begini, bakwan itu emang enak, tapi keenakannya akan berkurang secara eksponensial seiring dengan waktu berjalan. Bakwan dingin dan lembek itu setingkat dengan mie rebus yang udah bengkak, cita rasanya udah enggak optimal.

Aku masih melahap bakwan sampai akhirnya Binan bertanya, "Kelompok kamu yang bawa kodok siapa?"

"Iwa."

Binan mengernyitkan dahinya. "Kenapa dia?"

Itu adalah pertanyaan yang wajar. Iwa itu orangnya aneh, jalan pikirannya enggak bisa ditebak. Bahkan Khafi yang aku kira satu spesies dengannya enggak bisa memahami perilaku Iwa. Standarnya atas banyak hal sangat berbeda dari manusia kebanyakan dan itu sama sekali bukan hal yang bagus.

"Kelompok kalian gak kapok?" tanyanya lagi. "Disuruh bawa sawi malah bawa selada, disuruh nanem kacang hijau di tisu basah dia malah nanem di halaman rumah. Kalo misalkan dia bawa cicak dan bukan kodok gimana?"

Aku menggeleng. "Kelompok aku udah bilang ke dia, kok. Udah kita kirimin foto kodok minimal sekali sehari."

Binan bertepuk tangan kecil. "Dedikasi kelompok kalian emang mantep, tapi Iwa tetaplah Iwa. Sabar aja ya."

Alasan kelompok kami memberikan tugas penting ke Iwa adalah karena Iwa bilang rumahnya dekat danau kecil yang banyak kodoknya. Dia juga hanya beban selama praktikum. Kerjaannya hanya mengembalikan alat praktikum ke tempatnya. Kalau kali ini dia salah lagi, aku akan mencoret namanya dari kelompok.

Sepuluh menit berlalu dan Iwa pun datang. Saat Iwa melihatku, dia langsung tersenyum dan menghampiriku.

"Nal, lihat nih. Udah bener, kan?"

Binan yang masih duduk di sampingku langsung mengintip ke dalam kotak kaca yang dipegang Iwa.

"IH LUCU BANGET!" teriak Binan.

Semua orang jadi menatap ke arah kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua orang jadi menatap ke arah kami. Sedangkan yang ada di otakku hanyalah bagaimana ekspresi Iwa saat aku mencoret namanya.

"Wa, ini tuh katak bukan ko—"

"Kalian tega mutilasi dia? Jangan, dong, kasihan. Dirawat aja!" teriak Nisa.

"Hah?" ucapku tak percaya.

Ada satu hal yang janggal dan semakin aku pandangi katak tersebut—yang sekarang dikerubungi banyak orang—semakin aku enggak percaya kalau katak sebagus itu berkeliaran di danau yang butek.

"Eh, iya. Lucu banget!"

"Sayang banget, kamu jadi bahan percobaan doang!"

"Jangan dibunuh, dong. Dia terlalu imut!"

Bukan Masalah Kalau Kita BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang