1 : Pertemuan

32 10 0
                                    

Setiap tatapan menyiratkan arti.

Arti saling mengasihi maupun arti saling membenci.

Aku hari itu, menatapmu.

Dalam tatapan yang tak aku sangka, akan terekam abadi.

Hari Senin, di tahun 2014, hari pertama aku menginjakkan kaki ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), hari di mana setiap insan sepertiku merasa sangat bahagia, berjalan bersama menuju ke sekolah, memakai seragam yang masih kami pakai sejak di ...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari Senin, di tahun 2014, hari pertama aku menginjakkan kaki ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), hari di mana setiap insan sepertiku merasa sangat bahagia, berjalan bersama menuju ke sekolah, memakai seragam yang masih kami pakai sejak di sekolah dasar, menenteng tas baru yang Ibu belikan, berjalan hati-hati dengan sepatu yang Ayah pilihkan, kami setiap insan yang membawa harapan orang tua, melebarkan senyum sejuta asa, memantapkan langkah menuju gerbang masa depan.

Hari itu aku berada di sekolah, berkumpul bersama teman-teman di lapangan untuk mendengarkan arahan kepala sekolah kami, lalu kami dituntun kakak kelas menuju kelas yang telah di persiapkan, saat itu pembagian kelas dibagi berdasarkan nilai tes yang tercapai, dan aku kebagian di kelas 7B, kelas unggulan kedua.

Kelasku berada di atas, aku terus mengikuti arahan kakak kelas yang katanya anggota OSIS itu, aku tidak tahu OSIS itu seperti apa, yang dapat aku lihat hanya sekelompok orang tegas dan berwibawa yang membawa kertas berisi nama-nama kami, hanya sebatas itu.

"OSIS itu organisasi disekolah, anak-anaknya pilihan guru dan murid unggulan." Sahut salah satu teman yang berbaris di belakangku, aku tidak tahu namanya karena belum berkenalan.

Kala itu aku hanya meng-oh saja, karena tidak terlalu peduli juga, tapi memang tidak dipungkiri paras mereka enak dipandang, semua berpakaian dengan rapi, baju tersetrika licin, dasi bergelayut rapi, ikat pinggang terpasang mantap, serta sepatu hitam yang di semir hingga mengkilap. Ada kakak kelasku di Sekolah Dasar yang turut menjadi anggota OSIS kala itu, auranya lebih bertambah saat memakai seragam SMP, aku tersenyum kepadanya walau agak malu-malu.

Saat kami dikumpulkan dalam barisan di depan kelas, kakak OSIS memberi kami informasi mengenai nama Wali Kelas, tata krama saat memulai pelajaran, jam saat istirahat, serta mengoprasi penampilan kami, seperti kuku yang harus terpotong rapi, rambut lelaki tidak boleh panjang dan rambut perempuan harus diikat, tak lupa juga dengan baju yang harus rapi masuk ke dalam celana atau rok kami, banyak sekali aturan yang mereka uraikan, aku sampai malas dan mengantuk mendengarkannya.

Setelah para OSIS yang bertugas itu berpidato, kami di arahkan untuk masuk ke kelas, dan harus berbaris rapi, kalau tidak mereka akan membiarkan kami di luar, kami yang saat itu masih bocah lulusan Sekolah Dasar tentu takut dengan ancaman mereka, jadi kami hanya mengatakan SIAP dengan lantang dan tangan kiri serta kanan yang kami taruh di samping paha agar mereka cepat membiarkan kami duduk di bangku, kakiku sudah sangat pegal, berjalan dari rumah ke sekolah, menaiki tangga hingga ke kelas atas, dan kini harus disuruh berdiri dalam beberapa menit mendengarkan ocehan mereka, lelah sekali.

Wijaya KusumaWhere stories live. Discover now