2 : Perkenalan

24 4 2
                                    

Jika kata 'Hai' saat itu tidak terucap.

Mungkin seluruh sejarah kita tidak akan tercipta.

Jika ada pilihan kala itu, mungkin kaki ini tidak melangkah ke tujuan, aku mendekati seorang insan yang tengah duduk di bangku pojok, sedang asyik menuangkan pikirannya ke sebuah kertas di hadapannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jika ada pilihan kala itu, mungkin kaki ini tidak melangkah ke tujuan, aku mendekati seorang insan yang tengah duduk di bangku pojok, sedang asyik menuangkan pikirannya ke sebuah kertas di hadapannya.

"Hai," sapaku hangat kepada seorang bernama Arga. Ia tersenyum

"Boleh pinjam tip-ex?,"

"Ini." Ia memberikan kepadaku.

"Terima kasih."

Sejak kala itu, pendekatan kami dimulai, bermula dari absen kami yang berdekatan menjadikan kami selalu berada dalam satu kelompok, bisa dibilang sejarah kami diciptakan oleh suasana sekitar. Saat itu aku memperhatikannya, wajah seriusnya menghipnotisku, atensiku penuh kepadanya, mungkin kalau waktu bisa dihentikan, aku ingin hari itu tidak berlalu.

Aku duduk berhadapan dengannya, netra coklatku bisa dengan bebas menyeludup netra hitamnya, ia menggoreskan tinta ke kertas putih dengan lihai, tangannya menari-nari mencatat apa saja yang di perintahkan oleh guru, aktivitasnya itu menarik perhatianku.

"Siapa yang tulisannya bagus?" tanya guru kami.

"Arga, Bu." Seisi kelas meneriakkan namanya.

"Enggak, Bu." Balas Arga, menolak.

Aku tidak tahu seperti apa tulisannya, karena walau duduk berhadapan kami dipisahkan oleh dua bangku yang dirapatkan, agak sedikit jauh. Teman-temanku tetap memprovikasinya, aku tidak ikutan, tapi sebenarnya hatiku berharap demikian.

"Arga, bantu ibu tuliskan ini ya."

Akhirnya, ia maju tanpa penolakan lagi, langkahnya tegap, ah aku juga suka cara berjalannya, ia mulai menulis satu persatu kata di sana, aku sedikit lupa kalimat apa yang ia tulis, kalau tak salah mengingat, saat itu pelajaran PPKN.

"Bagus ya tulisan, Arga." Sahut teman satu kelompokku, yang bernama Ita.

"Iya, ya, Ta, bagus." Aku menyetujuinya.

Kalau saja, aku membawa ponsel kala itu, mungkin saja sudah aku abadikan dan aku tempel di dinding kamar. Ya, sesuka itu aku dengan tulisannya. Jika dibandingkan dengan tulisan tanganku perbedaannya jauh sekali. Kalian mungkin akan terkejut, ah atau aku saja yang lebay? konon sih jika kita menyukai seseorang, semua yang ada di dirinya akan kita sukai juga. Hm, apa kalian setuju dengan pernyataan ini?.

Teman-temanku mencatat apa yang Arga tulis di sana, sedangkan aku masih asyik memandangi tangannya bergerak-gerak di atas papan putih besar itu.

"Na, kamu enggak tulis?" ucap teman satu kelompokku yang satu lagi, namanya Esa.

"Iya, ini mau ditulis."

Aku mencatat yang ia tulis di sana, tentu saja sambil memandangi punggung dan tangannya yang.. menurutku indah. Tanganku menulis, hatiku yang menari-nari, oh ya kala itu sepertinya aku sempat senyum-senyum sampai temanku si Esa menegurku.

Wijaya KusumaWhere stories live. Discover now