✿don't want to be pitied✿

1K 83 9
                                    

Silau sinar matahari membuat mata seorang remaja sedikit terganggu, ia mulai menggerakan tubuhnya yang terasa sakit tidak hanya pada satu titik namun terasa pada sekujur tubuhnya.

"Aa... " Mata yang sudah dua hari tertutup itu akhirnya terbuka, matanya masih sedikit kesulitan menangkap objek di depannya, namun lama lama kesulitan itu menghilang dan berganti pada objek yang jelas.

Ia mencoba menggerakan tubuhnya yang terasa kaku dan sulit di gerakan, tubuhnya terasa mati rasa.

"Haechan, kau sudah bangun sayang? " Pemuda itu - Seo Haechan menatap seorang pria yang sangat ia kenali. Seo Johnny-pria yang membesarkannya seorang diri tanpa pendamping, pria yang sangat menyayanginya lebih dari ia menyanyangi dirinya sendiri.

"Ini Ayah sayang" Johnny mengusap rambut lepek anaknya, rambut yang sudah dua hari tidak di bersihkan tercampur darah dan obat obatan.

"Ay..ayah" Lirih Haechan mengeja sebutan pria di depannya, pria yang menatapnya dengan mata berkaca kaca terlihat wajah penuh kekhawatiran yang ia tunjukan.

"Iya sayang ini Ayah, akhirnya kamu bangun" Johnny mengenggam erat telapak tangan anaknya yang terasa dingin dan lemah.

"Ayah kenapa kaki kiri Haechan susah di gerakin? " Seketika raut wajah Johnny berubah, sulit di artikan namun Haechan dapat membaca ada sesuatu yang tidak diinginkan yang terjadi.

"Ha..haechan mau makan apa? Nanti Ayah beliin, kamu pasti laparkan? " Johnny terlihat gelagapan mencoba mengalihkan topik yang justru membuat anaknya makin menerka nerka apa yang terjadi.

"Kaki Haechan gak papa kan Ayah? " Ucap Haechan yang terdengar lemah namun menusuk hati Johnny, mata Johnny terlihat berkaca siap mengeluarkan air dari kelopaknya.

Haechan berusaha untuk menduduki dirinya tidak peduli pada badannya yang masih sakit dan luka di sekujur tubuhnya. Johnny mencoba menghentikan pergerakan anaknya namun pergerakan Haechan lebih gesit di bandingnya.

Haechan menyingkirkan selimut yang menutupi kakinya, dan terlihat kaki yang seharusnya terpasang dua kini tinggal satu. Kaki kirinya tidak ada.

"Kaki Haechan mana Ayah?! " Pipi Haechan sudah basah entah sejak kapan, tatapannya terlihat penuh kemaran, kekecewaan, dan kesedihan.

"Kaki Haechan mana?! Ayah jangan sembuhnyikan!! Haechan janji gak nakal tapi tolong kembalikan kaki Haechan Ayah!! " Haechan berteriak pada Ayahnya memohon seakan Ayahnya lah yang menyembunyikan kakinya yang telah hilang.

"Haechan... Deng-dengarkan Ayah nak" Air mata meluncur begitu saja di pipi pria paruh baya itu, ia mencoba menghentikan anaknya yang memberontak bahkan sekarang Haechan telah mengobrak-abrik meja kecil berisi peralatan dan obat obatannya yang berada di samping ranjang.

"Ada apa ini?! " Dokter dan beberapa suster berlari datang ke ruangan Haechan karena mendengar teriakan Haechan yang terdengar hingga keluar.

"Suster tolong suntikan obat penenang" Perintah dokter yang ikut menahan pergerakan bruntal Haechan yang sulit di kendalikan.

Setelah suntikan di berikan dan obat tlah bereaksi tubuh Haechan melemas, Haechan memejamkan matanya berlahan di pelukkan Johnny yang masih terisak. Tidak menyangka anak semata wayangnya mengalami musibah seberat ini.

Suster membantu Johnny membaringkan Haechan kembali, Johnny menyelimuti anaknya hingga dada lalu mengusap telapak tangan anaknya sambil menahan tangisannya. Ia harus kuat, demi Haechan.

"Saya terpaksa memberikan obat penenang untuk menenangkan anak anda" Dokter muda itu menatap sedu wajah pucat Haechan "Saya tau betapa syoknya anak anda tuan, dia pasti sangat terpukul. Kita hanya bisa doakan dan mensupport nya. Kecelakaan itu benar benar melukainya"

Johnny mengangguk dengan pandangan tidak lepas dari wajah tampan anaknya "Saya tau dok, ini sangat berat untuk Haechan. Tapi saya bisa apa? Tuhan punya sesuatu di balik musibah yang terjadi, saya tidak peduli anak saya cacat yang penting dia masih berada di sisi saya. Saya bersyukur Tuhan masih menyayangi saya dan tidak mengambil satu satunya milik saya"

Dokter itu tersenyum mengusap bahu Johnny menguatkan bahu yang mulai rapuh itu "Saya tau Haechan bisa melewati ini, saya permisi Tuan"

✿✿✿


"Haechan, makan nak. Kau sudah tidak makan dari semenjak siuman, ayo se... "

Prang

Sendok beserta piring dan isinya jatuh berceceran di lantai akibat Haechan yang sengaja menyengolnya.

"Aku sudah bilang, aku tidak lapar" Haechan menekan tiap kalimatnya, menatap tajam pria yang duduk di samping ranjangnya. Dia muak mengengarkan permohonan pria itu dari tadi, tidak bisakah dia diam saja?

Haechan menuruni tangga mengambil tongkat besi yang telah di sediakan rumah sakit, meninggalkan ruangan dengan dadanya yang bergemuruh.

"Aww.. " Akibat kurangnya hati hati Haechan tersungkur, orang orang yang berada di koridor rumah sakit menatapnya dan ingin membantunya namun Haechan segera bangkit dan berjalan cepat menghindari tatap tatapan aneh orang-orang. Haechan benci dikasihani.

Tongkat dan kaki kanannya membawanya ke taman belakang rumah sakit, taman ini tidak terlalu banyak orang yang berlalu lalang mungkin karena masih siang.

Haechan duduk di kursi taman itu, tiba tiba kejadian kejadian lampau berputar pada otaknya. Ia benci di kasihani, ia benci terlihat lemah, ia benci kondisinya sekarang. Bagaimana ia bisa melanjutkan hari dengan hanya satu kaki? Haechan yakin tidak ada yang mau berteman dengannya setelah ini.

Haechan sedikit tersentak, lamunannya buyar ketika seorang gadis duduk di sampingnya. Ia memakai baju rumah sakit sepertinya, rambutnya terurai cantik dan wajahnya pucat polos.

"Hai" Sapanya namun tidak diindahkan Haechan, Haechan menatap kedepan tanpa memperdulikan gadis di sampingnya.

"Kau menenangkan dirimu di sini? " Tanyanya namun masih tidak di perdulikan sang lawan bicara.

"Ahh.. Aku-"

"Berhentilah berbicara! Kau mengajakku berbicara karena kasihan padaku kan? Se menyedihkan kah itu aku?" Kini mata Haechan berkaca menatap gadis di sampingnya, terdapat emosi yang di pancarkan pada matanya, gadis itu menatap Haechan dengan pandangan yang sulit Haechan artikan.

"Untuk apa? "

"Ha? Kau tidak bisa lihat kakiku-"

"Untuk apa aku kasihan padamu? Lihat" Gadis itu menunjuk wanita paruh baya yang tengah berdiri dengan tongkatnya, tubuhnya penuh dengan keriput karena termakan usia "Dia menderita kangker payudaranya stadium akhir, usianya mungkin tidak lama lagi. Dan lihat, dia masih berusaha untuk terlihat sehat. Dia ingin sembuh karena dia tau cucu cucunya menunggunya, dia tidak peduli pada pernyataan dokter yang mengatakan usianya tidak lama lagi"

Tatapan Haechan masih terkunci pada wanita paruh baya itu, dia bahkan masih bisa tersenyum di atas penderitain yang Haechan yakin sudah berlansung lama.

"Untuk apa kita marah karena di kasihani? Itu hak orang mau mengasihani atau tidak, tugas kita hanyalah membuktikan pada dunia kalau kita baik baik saja. Dan jangan pernah menganggap kita adalah orang ter menyedihkan di dunia, karena masih banyak orang yang paling menyedihkan di dunia ini. Contohnya kecilnya wanita tadi" Dada Haechan seperti di tanjcap pisau, benar benar tepat sasaran. Kata kata gadis ini benar benar menampar nya.






Book angst lagi, kali ini aku ambil cast Giselle Haechan mungkin nanti ada book JaeminxWinter, JenoxKarina, dan RenjunxNingning. Mungkin ya, atau mau book bxb lagi? Sesuai otakku ya, kadang orang beo'ol pun dapet ide😭

MEET TO PARTWhere stories live. Discover now