✿hidden wounds✿

407 70 1
                                    

"Kau? " Haechan terkejut melihat gadis yang baru saja ia temui di taman berada di ruangannya, brangkar mereka bersebelahan.

"Kenapa? Kau terkejut? Kau terlalu sibuk mengasihani tubuhmu sehingga kau tidak menyadari ada pasien lain di dalam ruanganmu" Kata gadis itu enteng.

Haechan mengendus, pasti dia sudah melihat semuanya, entahlah Haechan tiba tiba merasa malu.

Haechan pura pura tidak peduli, ia duduk di sisi brangkarnya masih tidak percaya jika ruangannya di tempati dua pasien. Tirai penutup brangkar antara Haechan dan gadis itu pasti yang membuat Haechan tidak melihatnya sebelumnya.

"Sejak kapan kau berada di ruanganku?" Tanya Haechan dengan tatapan dingin.

"Ruanganku? Aku yang diluan berada di ruangan ini sebelum kau datang dan mengamuk ngamuk karena kakimu" Sindir gadis itu.

Haechan mengendus, lagi lagi ia menampar hati Haechan mengunakan kata katanya yang tajam itu.

"Maaf membuatmu terganggu"

Gadis itu menatap Haechan berlahan "Tidak papa, aku mengerti"

Haechan menunduk ingin mengucapkan sesuatu namun malu untuk memulainya.

"Si..siapa namamu? " Akhirnya kalimat itu keluar dari bibir kakunya, sungguh ia merasa benar-benar canggung sekarang.

"Aeri Uchinaga, tapi aku lebih suka di pangil Giselle" Ucap gadis itu santai.

"Kenapa? Aeri juga bagus"

Giselle hanya berdecih lalu kembali fokus pada buku majalahnya namun detik kemudian ia menatap Haechan yang masih menatapnya.

"Siapa namamu? "

"Seo Haechan"

"Salam kenal" Giselle tersenyum kecil dan tanpa Haechan sadari ia juga ikut tersenyum, namun ia menundukkan pandangannya agar Giselle tidak melihat bibirnya yang tersenyum.

Cklek

"Eh Giselle" Johnny-pria paruh baya yang baru saja masuk ke ruangan anaknya tersenyum ramah ke gadis yang tengah duduk di brangkar berada tidak jauh dari brankar anaknya. Terlihat Johnny membawa sekantung belanjaan.

"Paman" Giselle membalas senyum Johnny, mereka terlihat akrab membuat Haechan mengerutkan dahinya.

"Ayah kenal Giselle? " Tanya Haechan kepada Ayahnya, Johnny tersenyum kecil melangkah menuju brangkar anaknya lalu duduk di sisi ranjang tepat samping Haechan.

"Giselle yang menemani Ayah ketika kamu belum siuman" Haechan hanya mengangguk merespon ucapan Ayahnya.

"Giselle sudah makan? Paman baru beli makanan tadi" Tawar Johnny kepada Giselle.

"Aku sudah makan Paman, tadi suster yang membawakan makanan untukku"

"Ya sudah ayo makan lagi" Johnny mengambil meja lipat dan tikar kecil yang ia letakkan di kolong brangkar  Haechan, Johnny membentangkan karpetnya di tengah ruangan lalu meletakkan meja di tengahnya.

Johnny mengambil kantong plastik berisi belanjaan makanan lalu ia menyusunnya dengan rapi di atas meja.

"Ayo kita makan" Johnny menuntun Haechan untuk duduk di karpet kecil yang telah ia sedikan di susul Giselle yang duduk di samping Johnny dengan tiang infus yang ia letakkan pada sisi nya. Haechan tidak di infus? Tidak, dia akan memberontak saat di pasang infus, sudah lebih dari 5 kali Haechan mencabut infus nya tidak peduli kulit tangannya yang robek akibat tarikan kasarnya.

Tanpa ia sadari senyuman terukir pada bibir Haechan ketika melihat canda tawa Johnny dan Giselle, hatinya begitu menghangat. Haechan tidak menyangka gadis dengan ucapan tajam di depannya adalah seorang periang dan mudah akrab dengan siapa saja.

MEET TO PARTWhere stories live. Discover now