Sangkakala 25

41 14 9
                                    

Sangkakala
Chapter 25

Olin mengusap air matanya dan berdiri. Dirapikan jilbabnya, diambil tasnya yang terlempar. Olin mengucap istighfar.

Harus bagaimana dia? Pergi mengejar suaminya atau mencoba berbicara dengan Ocim?

"Kenapa kamu selalu saja membela mereka? Kepala gundul? Kepala saya juga gundul. Jenggot dibabat? Sejak kapan kamu ngurusin jenggot orang? Sejak kapaaaan?" Olin teringat kemarahan suaminya.

Dia jadi pusing. Bukankah kalian sama-sama laki-laki? Apakah tidak ada empati mendengar ikhwan lain dicukur paksa jenggotnya?

Olin akhirnya menuju lift. Dilambaikan tangannya untuk membuka pintu.

"Lin!" Ocim terlihat menghampiri. "Gak habis pikir gue, ngapain lo ke kantor polisi? Untuk apa?"
Ocim mendekat lalu berbisik, "Gila lo berani malsuin tandatangan gue biar bisa ketemu mereka."

Olin terdiam lemas. Dia gak nyangka kalau polisi bakalan ngadu.

"Cim, kedua orang itu memang salah. Tapi semua ada alasannya. Sejak kapan suara gue jadi gak didengar begini?" Olin berkata formal. Pintu lift terbuka.

"Tafadhdholi!" Ocim mempersilahkan. Olin membalikkan badan menghadap Ocim. "Sejak kapan suara gue gak didengar? Sejak kapan?" Olin minta jawaban. Pintu lift jadi tertutup lagi.

"Udah malam, Lin. Gue harus pulang. Bisa besok aja gak? Lagian lo juga sih gak mikirin perasaan suami. Januari tadi cerita kalau dia sering dikatain brondong dandan sama yang namanya Vlad. Dia juga berani ya ngamuk-ngamuk di kantor gue tanpa mandang gue. Berani banget mereka nongol padahal pernah ngebobol hotel greenpalms." Ocim melapor.

"Mereka masuk hanya untuk mengambil anting. Itupun sudah balik lagi ke tangan gue. Yang kemarin malam bukan perbuatan mereka, cim." Olin berusaha menjelaskan.

"So what? Tetap saja mereka pernah masuk ke Black-O kan?" Ocim berkata kesal.

"Black-O?" Olin bingung.

"Laki lo ngeganti nama lokasi kita." Ocim menyampaikan.

"Gimana dengan kop surat, logo dan iklan yang sudah jalan? Ya Allah?" Olin mulai bertambah pusing.

"Jangan tanya gue, tanya laki lo yang mau." Ocim sih bomat.

"Cim, tolong bebaskan mereka dari penjara. Kasihan mereka, Cim." Olin memohon.

"Enak aja! Apapun alasannya mereka tetap ngebobol Black-O kan? Yang marah gak cuma gue, Lin. Papi gue juga." Ocim tetap gak mau nurutin Olin.

"Ya lo jelasin lah ke beliau kejadian sebenarnya." Olin tetap berusaha. Ocim menjawab tegas. "Enggak, pokoknya enggak! Gara-gara mereka gue digantung di heli sama Papi. Harga diri gue jatoh banget depan orang-orang dianggap gak becus jadi CEO."

"Urusannya cuma itu kan? Soal harga diri laki-laki? Bisa kan lo seret dia ke gudang, hajar sampe sengklek. Cukup kan gitu? Atau lempar ke jalan tol tanpa duit dan hape. Gak perlu sampe di penjara dan semua asetnya dihancurin. Mereka itu orang hijrah, Cim. Mereka bahkan punya pondok pesantren. Yang namanya Akmal istrinya bercadar. Tega banget lo cuma untuk urusan remeh gini sampe ngeluarin power yang sedemikian besar." Olin akhirnya menyampaikan isi hatinya.

"Lo kok ngecilin harga diri laki-laki? Cuma dipukulin? Emangnya gue preman? Istrinya bercadar? Tau dari mana? Ucapan kampret lo dengerin? Pondok pesantren? Lo itu dikibulin sama mereka. Itu cuma mes tempat kawanan mereka ngumpul. Orang sekitar aja kaget pas tahu kalau isinya kebanyakan mantan napi. Mereka itu kriminal, Olin. Aish .. gue rasa lo bener-bener harus ke psikiater. Semenjak diculik lo jadi error. Aaah gue tahu, lo kena stockholm syndrom." Ocim membuat teori.

Sangkakala (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang