Be Friends

1.7K 277 9
                                    

Sayu mata Sahara mulai terbuka dan perlahan mengedar sekitar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sayu mata Sahara mulai terbuka dan perlahan mengedar sekitar. Matanya masih sedikit memicing saat menelisik sebuah ruangan yang menurutnya mirip sebuah gudang.

"Aww," ringisnya seraya memegang pelipis yang di rasa masih sangat pusing.

Pelan dan perlahan, Sahara berusaha mendudukkan tubuhnya. Berusaha bersandar pada penyangga yang mirip seperti papan di belakangnya. Seketika mata Sahara terbelalak sangat lebar kala menyadari bahwa ia bukan berada di dalam sebuah gudang, melainkan kamar.

Sebuah ruangan yang tidak terlalu besar dengan cat tembok yang mulai kusam. Benda kayu yang ia tiduri sebenarnya adalah ranjang dengan ukuran kecil yang biasanya hanya muat untuk satu orang. Di dekat pintu, ada sebuah lemari kayu yang berukuran sedang. Benar-benar mencerminkan keadaan kamar pada umumnya.

"Gue mimpi kan? Iya, gue yakin gue pasti mimpi."

"Ah sshh, sakit," ringisnya usai menampar cukup kuat pipi kanannya.

"Hiks."

Tiba-tiba saja tangisnya terdengar. Entah karena sakitnya sebuah tamparan, atau justru hal pahit yang ternyata adalah sebuah kenyataan?

"Nggak. Nggak mungkin. Gue nggak mau miskin. Gue nggak boleh miskin. Nggak boleh, hiks." Lagi-lagi ia menangis, matanya terus menelisik situasi sekitar.

Tidak mungkin baginya memiliki kamar sekumuh ini. Bahkan gudang di rumah lama jauh lebih besar dan luas ketimbang ukuran kamar yang saat ini ia tempati. Seorang Sahara Olivia harus mendekam di ruangan kusam dan sempit seperti ini, apa kata dunia?

"MAMAAAA," teriak Sahara dengan sangat kencang dan suaranya menggema di langit-langit ruangan.

Tak butuh waktu lama, Helen yang merupakan ibu dari Sahara langsung menyambangi keberadaan anaknya.

"Kamu kenapa, sayang?" Tanya panik sang ibu melihat Sahara yang berderai air mata.

"Bilang sama Sahara kalau ini mimpi, Ma. Sahara mohon. Sahara nggak bisa hidup seperti ini. Sahara malu, Ma. Hiks," rintihnya saat berada dalam dekapan sang ibu.

Helen berusaha menenangkan anak gadisnya itu. Di peluknya erat tubuh sang anak. Tangisnya juga tumpah, ia pun tak kuasa. Ia pun tak ingin hidup seperti ini, ia tak bisa. Tapi mau bagaimana, keadaan sudah memaksa.

"Kamu tenang, Ra. Jangan seperti ini. Kamu nggak mimpi, sayang. Ini semua kenyataan. Kita sudah berada disini selama seminggu, apa kamu lupa?"

Sahara mencerna perkataan sang ibu. Entah kenapa di dalam pikirannya, hidup Sahara masih baik-baik saja kemarin. Lalu apa sekarang ini?

Sepertinya Sahara syok, hingga ia belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Mungkin saja ia depresi karena perlakuan teman sekolahnya yang terlalu berlebihan. Entahlah, yang pasti, Sahara tidak bisa menerima semua keadaan ini.

180° [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang