03 ❇ Keputusan Terberat

136 82 20
                                    

Pencapaian besar yang diraih dari hasil pengorbanan akan lebih memuaskan daripada pencapaian besar yang diraih dari hasil keegoisan.

❇❇❇

Dua hari setelah kepergian ayah, rumahku kembali sepi. Para tetangga dan sanak saudara yang datang bertakzia memberi doa dan mengucap bela sungkawa sudah semakin surut, tidak seramai satu hari sebelumnya.

Aku duduk termangu di bangku kayu yang terdapat di teras rumahku. Pemandangan sawah padi yang tengah menguning tersaji begitu indah di depan mataku. Namun, keindahan itu seolah hambar di mataku. Semuanya seakan tertutupi oleh rasa duka dan nestapa yang saat ini masih kentara kurasakan.

Kualihkan pandanganku ke pelataran rumah samping kiri, tempat di mana biasanya ayah bergelut memperbaiki kendaraan milik orang demi meraup rezeki. Tempat itu kusebut sebagai bengkel, meskipun peralatannya 'tak selengkap seperti bengkel pada umumnya.

Bayangan masa kecilku kembali berkelebat, saat dimana aku dengan begitu antusiasnya memperhatikan ayah membongkar mesin kendaraan dengan sangat cekatan. Kebiasaan itu terus berulang setiap harinya hingga dengan sendirinya membuatku tertarik ingin menjadi seperti ayah. Dengan sangat polosnya, dulu aku mengatakan bahwa besar nanti aku ingin menjadi seorang montir sepertinya.

Aku masih sangat ingat sekali, saat itu ayah merespon perkataanku dengan senyuman, setelahnya ia berkata bahwa aku tidak boleh hanya menjadi seorang montir saja, melainkan aku juga harus menjadi seorang Insinyur Otomotif atau orang jenius layaknya BJ Habibie yang mampu membanggakan tanah air berkat keberhasilannya menciptakan sebuah kendaraan, yakni pesawat pertama buatan Indonesia.

Sedari kecil, aku dikenalkan oleh ayah berbagai hal yang berbau otomotif, karena hal itulah kecintaanku pada dunia otomotif semakin hari kian melekat. Dengan sangat antusiasnya aku masuk SMK jurusan otomotif. Bukan hanya itu, saat ini aku juga sedang berjuang untuk meraih gelar sarjana di bidang Teknik Otomotif. Aku benar-benar ingin mewujudkan mimpiku menjadi seorang Insinyur Otomotif atau Automotive Engineer.

Namun, saat perjuanganku meraih itu semua baru setengah jalan, ayah malah lebih dulu pergi meninggalkanku.

"Yah, apa ayah tidak ingat. Dulu, ayah selalu mengatakan bahwa ayah ingin melihatku menjadi sarjana, ingin melihatku sukses dan berhasil mewujudkan mimpi-mimpiku. Apa ayah tidak ingat, dulu ayah selalu mengatakan kepadaku bahwa ayah ingin sekali melihat bengkel ini berkembang menjadi bengkel yang besar. Sungguh, aku siap mewujudkan itu semua dan aku sedang berjuang saat ini. Tapi kenapa ayah malah pergi sebelum ayah menyaksikan harapan-harapan ayah kepadaku terwujud," gumamku seraya termangu menatap bengkel kecil yang penuh kenangan itu.

Rasa bersalah juga 'tak luput kurasakan. Aku belum sempat meminta maaf kepadanya saat dia menghembuskan nafas terakhir. Bahkan baktiku kepadanya belum sepenuhnya kujalankan. Aku menyesal karena belum sempat mengucapkan terimakasih atas segala kasih sayang dan pengorbanannya yang luar biasa untukku. Namun, semua seakan telah terlambat, aku belum bisa membalas jasanya tapi ia lebih dulu dipanggil Sang Kuasa.

Meskipun ayah sudah tidak akan kembali lagi, tetapi aku akan tetap menjalankan baktiku sebagai seorang anak dengan cara berusaha menjadi anak yang shaleh yang akan selalu mendoakannya supaya hal itu menjadi amal jariyah untuknya yang akan terus mengalir tiada putus.

Kutarik nafas dalam-dalam dan kuhirup udara pagi yang masih nampak segar ini. Aku berusaha tegar dan menghapus rasa sedih yang bergelayut terlalu berlebihan ini.

Journey Of My LifeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant