07 ❇ Pertemuan Pertama & Tawaran Pekerjaan

90 71 12
                                    

Seringkali pertemuan pertama yang tak terduga mengantarkan kita pada cerita yang tak terlupa

❇❇❇


Sore ini, aku baru saja keluar dari kampus setelah hampir seharian bergelut dengan materi-materi kuliah yang cukup memeras otak.

Saat aku baru saja keluar dari gedung fakultas tempatku belajar, aku mendengar suara seseorang memanggilku.

Aku menoleh ke belakang, dan di ujung sana, Rendy melambaikan tangan kepadaku. Aku pun akhirnya mendekatinya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Ada kabar bagus, Dil. Jadi begini, kemarin kan kamu bilang sedang butuh pekerjaan, nah, aku punya teman yang sedang menawarkan pekerjaan."

Mataku langsung berbinar mendengar ucapan Rendy.

"Serius, Ren?" tanyaku memastikan.

"Tentu saja serius."

Senyumku pun merekah.

"Ayo! Sekarang dia sudah menunggu. Dia ingin bertemu denganmu sekarang juga untuk membicarakan pekerjaan yang ingin dia tawarkan kepadamu," ajak Rendy.

"Ayo, ayo," kataku dengan sangat semangat.

Aku pun segera membuntuti Rendy untuk bertemu dengan temannya itu.

"Kalau boleh tau, pekerjaan apa yang dia tawarkan?" tanyaku.

"Enggak tau juga sih."

Jawaban Rendy membuat langkah kakiku spontan berhenti.

"Kok gak tau, sih?" tanyaku heran.

"Beneran, aku gak tau. Dia gak mau cerita pekerjaan apa yang dia ingin tawarkan. Dia cuma bilang, kalo dia sedang membutuhkan orang yang mau membantu dia, dan kriteria orang yang dia inginkan itu rajin, pintar dan cerdas. Semua kriteria itu, aku rasa ada padamu."

"Hey, mana ada," tepisku segera.

"Pintar dari mana? IPK-ku semester kemarin saja anjlok," ungkapku sejujurnya.

"Yasudahlah tidak apa-apa. Nanti coba kamu tanyakan dulu saja pada dia pekerjaannya apa. Setelah itu baru kamu pertimbangkan lagi kira-kira sanggup atau tidak kamu melakukan pekerjaan itu. Bagaimana?"

"Hm, baiklah," kataku menyetujui.

"Sedikit cerita. Jadi orang yang sedang menawarkan pekerjaan ini adalah temanku. Dia masih satu kampus dengan kita. Dia mahasiswi hukum semester empat, masih satu angkatan juga dengan kita. Aku harap, kamu bukan hanya dapat pekerjaan dari dia, tapi sekalian dapat dianya juga." Rendy berbisik kepadaku. Sepertinya otak buayanya sedang dalam mode on.

"Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Begitukah konsepnya?" Aku menimpali dengan candaan.

"Nah, itu benar sekali. Kamu semakin cerdas saja, fren."

Tawa kami pun langsung bersambut.

Aku terus berjalan mengikuti Rendy, ternyata dia membawaku ke sebuah caffee yang terletak di sebelah kampus. Sampai di dalam caffee itu, dia langsung berjalan menuju meja yang terletak paling pojok. Di meja itu sudah dihuni oleh satu pengunjung wanita yang tidak kukenal. Sepertinya dia lah teman Rendy yang katanya sedang menawarkan pekerjaan.

Saat aku dan Rendy sudah sampai di meja wanita itu, dia langsung berdiri bermaksud menyambut kedatangan kami. Seketika itu pula aku dapat melihat dengan jelas penampilannya. Dia berperawakan tinggi semampai seperti seorang model. Wajahnya yang tirus di balut dengan rambut hitam bergelombang yang dibiarkan tergerai sebahu. Namun, pakaian yang dia kenakan membuat mataku benar-benar tidak nyaman. Dia memakai dress mini yang menggantung di atas lutut, hingga paha putih mulusnya dapat terekspos dengan jelas. Sebagai laki-laki normal, tentu saja aku berdesir berhadapan dengan pemandangan seperti itu.

Journey Of My LifeWhere stories live. Discover now