03. Mimpi yang perlahan membunuh

3.2K 185 0
                                    

Note: tulisan miring flash back ya..


Zayn menghampiri Riana yang nampak gelisah dalam tidurnya. Sore ini ia pulang sebentar ke rumah sekedar untuk memasak dan memastikan istrinya baik-baik saja, setidaknya ada makanan yang masuk ke dalam perut nya. Hal ini sudah berlangsung sejak kepergian Kenzie.

Sebelum pagi ia akan pulang mengistirahatkan badannya, kemudian ia kembali ke rumah sakit untuk menjaga Khanza yang memang mengalami koma pasca operasi transplantasi jantung setelah memastikan istrinya memang bisa di tinggal, hingga sore ia akan pulang lagi untuk memasak lagi dan makan bersama sang istri yang ia tahu tak seharusnya ia meninggalkan istrinya sendirian di rumah dengan kondisi mental yang bisa di bilang sedang tidak baik-baik saja.

Tapi apa boleh buat. Ia tak punya pilihan lain, karena di lain sisi, putrinya juga sedang berjuang dan dalam kondisi seperti sekarang ini bisa di bilang Khanza berada di tengah-tengah antara hidup dan mati. Ia perlu dukungan dari orang-orang tersayang yang sayang nya saat ini hanya dirinya lah yang bisa memberikan perhatian itu. Tak ada lagi Kenzie, bahkan Riana belum sudi menginjakkan kakinya ke rumah sakit karena di sana lah ia menyaksikan Kenzie nya di renggut dari pelukannya. Dimana justru di ujung nyawanya Kenzie mengatakan hal yang menurut Riana gila.

"Ri.... Riana.. bangun.." ucap Zayn sambil mengguncang pelan bahu Riana yang tertidur di sofa ruang tengah sambil memeluk piyama bergambar anak ayam milik Kenzie.

Riana mendengus menatap telapak tangannya. Mengingat kembali isi mimpi barusan.

"Kenapa? Mimpi buruk lagi?" Tanya Zayn sambil mengelap peluh sebesar biji jagung di dahi sang istri.

"Tangan ini mas..." Racaunya sambil memukul-mukul telapak tangannya dengan tangan satunya lagi.

"Sst... Udah udah.. kenapa sama tangan kamu?" Zayn memegang tangan Riana, mencoba menenangkan istrinya yang tampak tak terkendali.

"Tangan ini yang udah mukul Kenzie anak aku mas... Tangan ini mas yang udah nyakitin Kenzie kecil..." Tangisnya mulai pecah.

"Udah udah... Itu cuma mimpi.." Zayn mengelus rambut Riana yang tak selembut dulu.

Sejak hari itu. Hari yang tak pernah ia harapkan ada. Hari yang mampu mengubah istrinya menjadi sekacau ini. Riana tak lagi memperhatikan dirinya juga keluarga. Yang ia lakukan sejak hari itu hanya terus melamun, tertawa sejenak kemudian menangis sampai berjam-jam, bahkan terkadang Riana berteriak histeris saat hilang kendali.

Zayn tahu bila istrinya sedang tidak baik secara fisik dan psikis nya. Tapi ia juga tidak bisa memaksa Riana untuk bertemu dokter maupun psikiater. Karena Riana, ia terus bersikukuh bahwa ia sehat. Ia baik-baik saja. Ia hanya rindu pada putranya yang kini tak dapat lagi ia rengkuh.

Bahkan di malam ke tiga kepergian Kenzie, Riana, wanita itu bersikeras menggali kembali pusara sang putra. Beruntung tak lama kemudian Zayn menemukannya dan membawa Riana pulang setelah pingsan karena kelelahan. Sejak saat itu Zayn waspada, ia meminta tetangganya yang memang sangat peduli pada mereka untuk mengabari bila Riana melakukan hal-hal yang dapat membahayakan atau sekedar keluar rumah selama Zayn berada di rumah sakit.

"Iya nak.. mama temani Kenzie bobo ya.."racaunya dengan kedua tangannya yang masih menggali tanah.

"Iya nak.. mama tau Kenzie kedinginan.. Kenzie kesepian.."

"Riana!!" Teriak Zayn tidak habis pikir dengan kelakuan Riana.

"Mas.. tolongin aku mas.. bantu aku keluarin Kenzie.. kasian dia mas..."

"Kamu apa-apaan sih ri. Udah cukup." Zayn menahan tangan Riana agar berhenti mencakar cakar tanah yang masih basah itu.

"Kenzie mas.. tadi dia bilang sama aku dia takut tidur sendirian mas... Pliss.. tolongin Kenzie mas..." Rintih nya

Zayn bingung. Ia sendirian di sini dengan Riana yang makin tak terkendali.di dekap nya tubuh Riana yang justru berontak.

"Kamu kalo nggak mau nolongin aku ya udah. Aku bisa sendiri." Riana mendorong tubuh Zayn hingga terjungkal ke belakang.

"Kenzie.. sayang.. mama temani kamu ya nak.."

"Udah ri... Istighfar... Ri.. istighfar.. Kenzie anak kita udah tenang di sana.. kamu jangan kayak gini lagi.. aku mohon.. demi Khanza.. yang masih ada sama kita.." Zayn mendekap tubuh Riana yang tak sekuat sebelumnya memberikan perlawanan.

"Tapi Kenzie minta aku temenin mas"

"Enggak. Itu cuma mimpi kamu sayang.." jelas Zayn.

"Tapi Kenzie sendirian mas.. dia kedinginan di dalem.. kasian dia.."

"Enggak. Kenzie nggak kedinginan.. asal kita doakan dia.. itu bakal jadi penghangat dia di dalam.. oke.." Zayn terkejut dengan tubuh Riana yang meluruh dalam dekapannya, istrinya pingsan. Mungkin karena lelah terlalu lama menangis dan memang kurang asupan.

"Udah ya ri.. inget istighfar yang banyak.. itu cuma mimpi"

"Aku udah jahat banget ya mas.. dulu, Kenzie cuma minta aku suapin aja harus kena pukul dulu"

"Udah lah ri, itu cuma mimpi"

"Enggak mas. Kamu salah. Itu bukan cuma mimpi. Tapi itu ingetan aku, kejadian itu dulu sebelum kita tau Khanza punya penyakit." Jelas Riana kemudian mencium piyama yang masih beraroma khas Kenzie sambil memejamkan matanya.













Malam ini Zayn tak berencana kembali ke rumah sakit. Ia ingin menemani istrinya.

"Mas, kamu mau jalan jam berapa? Ini udah malem loh.. biasanya kamu udah pergi dari habis isya" tanya Riana heran melihat Zayn masih memainkan ponselnya dengan pakaian rumahan.

"Mmm... Malem ini aku tidur di rumah" jawab Zayn santai

"Terus siapa yang nemenin Khanza?"

"Aku udah sewa satu suster buat bantu jagain Khanza kalau malam, jadi aku ke rumah sakit paling siang aja mulai sekarang.."

"Maaf ya mas.." ucap Riana

"Maaf buat apa?" Zayn mengalihkan pandangannya dari handphone yang kini ia letakkan di samping nya.

"Maaf, gara-gara aku kayak gini, kamu jadi kerepotan sendiri ngurus rumah sama jagain Khanza"

"Sini duduk.." Zayn seraya menuntun Riana duduk di sebelah nya.

Riana menyandarkan kepalanya di bahu tegap suaminya. Itu biasa ia lakukan sebelum tidur sambil berkeluh kesah.

"Nggak apa-apa.. aku tau kamu butuh waktu, aku cuma nggak mau kecapekan aja kalo tiap malam cuma duduk di kursi tunggu, kan Khanza masih di ICU.. jadi cuma bisa nunggu di luar ruangan aja.." jelas Zayn seraya mengelus pipi istrinya yang semakin tirus.

Riana memejamkan matanya, menikmati tiap usapan lembut tangan suaminya. Kemudian mendudukkan tubuhnya tegap menghap suami yang kaget dengan pergerakan tiba-tiba istrinya.

"Gimana kalo kamu temenin aku malam ini.." ucap Riana kemudian

"Ya iyalah ri.. emang aku mau nemenin siapa lagi di rumah ini?" Tanya bingung Zayn sambil terkekeh

"Enggak. Bukan.. maksud aku.. temenin aku tidur di kamar Kenzie..." Pinta nya.

"Oh.. ya ampun.. kirain apa? "

"Ya.. pliss.. aku masih takut kalau sendirian di kamar Kenzie."

Bukan takut seperti yang kalian bayangkan, tapi Riana takut hilang kendali bila bayangan Kenzie kembali menguasai pikirannya dan berakhir melakukan hal bodoh seperti terakhir kali.

Sepulangnya dari rumah sakit setelah Kenzie di nyatakan meninggal, Riana menangis tersedu di atas ranjang Kenzie dengan noda darah yang masih terlihat jelas di pakainya karena ia belum berganti pakaibahkanan.

Dan entah apa yang ada di pikirannya hingga menganggap guling adalah Kenzie. Ia memeluk posesif guling itu, bahkan melempar Zayn dengan bingkai foto yang ada di nakas samping ranjang saat Zayn mencoba menyadarkan dia dengan mengatakan bahwa itu hanya guling.

Sejak itu pula pintu kamar Kenzie Zayn kunci kemudian ia sembunyikan kunci itu dari Riana.

Sehari Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang