31. it's okay not to be Ok

1.7K 152 36
                                    

Kenzie membatalkan niatnya untuk meminum obat. Menyembunyikan botol itu di balik badannya saat sang ayah turut masuk ke kamarnya.

Ia memutuskan pulang ke rumah karena tidak sanggup lagi berada di rumah sakit. Menyaksikan bagaimana Khanza yang terus mengalami penurunan, mendengar tangisan sang ibu setiap detik membuat kepalanya sakit minta ampun seperti di pukul batu besar berkali-kali.

"Kamu bener-bener ya Kenzie!." Sergah Zayn tanpa basa-basi.

"Apalagi sih salah nji sekarang pa?"

"Bisa-bisanya kamu enak-enakan di rumah selagi adik kamu kritis di rumah sakit?" Jari telunjuknya mengarah ke udara.

"Nji capek. Nji mau istirahat bentar emang nggak boleh?"

"Alesan kamu. Kalo cuma mau tidur, itu papa udah sewa ruangan VVIP. Bisa kan tidur di sana? Ada kamar juga. Bilang aja emang kamu nggak peduli sama adek kamu."

"Nji beneran capek pa.. nji butuh istirahat." Kenzie menatap ayahnya tak percaya. Apapun yang ia lakukan seperti salah di mata ayahnya.

Badannya sudah memberi sinyal. Setiap melihat bagaimana kekacauan di rumah sakit beberapa hari ini membuat gangguannya kembali muncul.

Ia cemas berlebihan tiap genggaman adiknya mengendur, sudah berpikir macam-macam. Padahal anak itu hanya tertidur. Dan bagaimana dia bisa beristirahat di rumah sakit sementara ibunya terus menangis pilu?.

"Apa itu?" Tanya Zayn penasaran melihat botol obat Kenzie yang menggelinding di lantai.

Buru-buru Kenzie hendak memungutnya. Namun nahas, tangan sang ayah lebih cepat meraih botol yang beberapa isinya berceceran di lantai.

"Anti depresan? Dari mana kamu dapetin obat kayak gini?" Matanya melotot membaca tulisan di botol itu. Merasa tidak asing , dirinya  pernah melihat botol serupa entah dimana.

Tangannya menampik milik sang anak ketika hendak merebut botol yang ia remas. Merasa marah pada sikap kekanakan Kenzie.

"Yang sakit itu Khanza. Kenapa malah kamu yang minum obat? Apa ini? Mau cari simpati mama sama papa? Iya?" Ia mendecih.

"Pa.. nji butuh obat itu.." kepalanya semakin berdenyut, bahkan telinganya berdengung.

"Ikut papa ke rumah sakit sekarang." Perintahnya tanpa mendengar permintaan Kenzie.

Zayn kembali marah ketika mendapati Kenzie yang masih terpaku. Tak mendengar perintahnya. Pikirannya sudah kalut hanya memikirkan nasib Khanza. Apa tidak bisa sekali ini saja Kenzie menjadi anak yang penurut?

"Ayo tunggu apa lagi? Khanza manggil-manggil kamu terus dari tadi." Zayn hanya ingin buru-buru kembali ke rumah sakit. Tak ingin meninggalkan putri kesayangannya terlalu lama. Ia pulang hanya untuk menjemput Kenzie karena teleponnya tak bisa di hubungi.

"Papa tolong.. satu butir aja kasih nji pa.. nji mohon.."

Dengan langkah panjangnya Zayn berjalan menuju westafel dan menuang semua isinya lalu melempar botol itu ke sembarang arah, yang tanpa sengaja mengenai figura foto Kenzie bersama Reno yang terletak di meja belajar Kenzie hingga terjatuh ke lantai.

Kenzie menutup telinganya saat suara pecahan kaca itu memekakkan telinga. Membuat gambar dirinya dan reno teronggok dengan serpihan kaca yang berserakan di lantai.

"Pergi." Kata Kenzie ketakutan melihat raut marah sang ayah. Serpihan kaca mengenai kakinya, membuat tulang keringnya berdarah.

Bukannya menjauh, Zayn justru mendekat. Maksud hati ingin meminta maaf karena sudah kelepasan barusan. Namun belum sempat ia meraih tubuh Kenzie, anak itu sudah berteriak

Sehari Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang