39. The untold story

3.1K 181 57
                                    

Hari itu akhirnya tiba. Hari yang tak pernah Riana harapkan ada.

Hari dimana ia harus melepaskan Kenzie untuk pergi ke tempat yang Kenzie yakini adalah tempat yang lebih baik untuk dirinya.

Setidaknya itu yang Kenzie ucapkan dalam mimpi Riana beberapa hari ini.

Anak itu selalu terlihat murung saat Riana menolak permintaannya.

Dan ketika Riana lelah terus di hampiri mimpi buruk serta rasa bersalah yang terus mengganggunya itu, akhirnya ia memilih untuk meng-iya-kan permintaan Kenzie.

Jadilah sekarang ia mendusalkan dirinya di brangkar sang anak. Tak peduli bila posisinya kini mungkin saja bisa mendapatkan teguran dari dokter maupun perawat karena takut salah satu kabel atau bahkan selang yang tertempel di badan Kenzie terlepas.

Ia peluk tubuh Kenzie lembut. Meremas kuat piyama anak itu karena hanya itu yang dapat ia lakukan tanpa takut melukainya bila ia mencurahkan perasaannya lewat pelukan kuat.

Air mata beserta tangisan pilu yang memekakkan telinga memenuhi ruangan Kenzie yang hanya di hiasi suara konstan mesin EKG.

Yang membuat semua orang di luar ruang rawat Kenzie ikut merasakan sesak serta kesedihan Riana saat ini.

Nampak Suryo yang tengah memeluk Raya, ia elus punggung istrinya guna memberikan kenyamanan, meski Reno yang berada di tengah mereka merasa kebingungan karena belum cukup mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Yang ia tahu dari ayah dan ibunya, Kenzie sedang tidur karena kelelahan.

Meski anak itu mendengarkan nasehat kedua orang tuanya agar tidak menggangu abangnya yang sedang istirahat, nyatanya, otak cerdasnya terus menyimpan pertanyaan bila hanya untuk tidur saja, bukankah lebih nyaman melakukannya di rumah tanpa selang infus?

Ayolah. Reno masih ingat betul bagaimana tidak nyamannya saat jarum infus menusuk punggung tangan yang bahkan sampai sekarang ia masih ingat sensasi perihnya saat hanya dengan melihat jarum kembali.

Dalam hati ia bersumpah tidak akan mau di rawat di rumah sakit lagi.
.
.
.
.
.
.
Dua jam kemudian, beberapa perawat datang yang di sambut suasana haru penuh kesedihan di luar ruang rawat Kenzie.

"Keluarga pasien calon penerima donor ingin menemui keluarga pendonor pak, apakah bapak bisa?" Tanya ramah salah seorang perawat senior. Satu dari tiga perawat yang datang

Zayn tidak langsung menjawab. Bagaimanapun juga, ia tahu. Orang yang ingin bertemu dengan dirinya adalah keluarga dari orang yang akan merenggut anaknya nanti.

Ia belum sepenuhnya rela. Dan apakah mereka pikir ia mau begitu saja bertemu dengan mereka yang pastinya sedang berbahagia diatas kesedihannya saat ini?

"Sepertinya saya tidak berniat menemui mereka saat ini sus, maaf." Jawabnya kemudian

Suster senior itu tersenyum maklum. Ia tahu bagaimana perasaan Zayn saat ini. Tentunya sulit untuk menerima semuanya tiba-tiba. Jadi ia berniat memeriksa kondisi Kenzie saja.

Namun, saat ia dan kedua juniornya masuk, Riana sudah lebih dulu menyambutnya dengan senyuman yang nampak di paksakan.

"Biar saya yang menemui mereka sus.."

Ya, Riana mendengar pembicaraan suster dengan Zayn tadi.

Zayn yang sedikit kaget akhirnya melongokkan kepalanya sebelum ikut masuk ke ruangan.

Sehari Untuk SelamanyaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora