Seekor Naga dalam Taman Teratai.
Serigala Selatan - Kiwami escalations.

"Bau arak mu tercium hingga sejauh delapan li...," dari balik pepohonan dalam taman teratai, seorang pria melangkah dari balik bayangan tembok tinggi tempat tersebut.

Terdapat satu tempat di dalam istana terlarang, satu tempat dimana para penghuni nirwana pernah menginjak kan kaki mereka di tempat ini, di Taman teratai, sebuah tempat yang terletak di bagian paling tersembunyi di istana terlarang, hanya beberapa orang yang pernah menginjak kan kaki mereka ke tempat ini.

Serpihan surga yang hilang, salah satu impian Kaisar pertama yang menginginkan ada nya satu tempat di dalam istana untuk beristirahat sejenak dari kesibukan nya mengurus kerajaan, satu tempat tersembunyi di balik tembok tinggi tempat dimana keluarga kerajaan pernah menghabiskan waktu mereka, tempat peristirahatan para Kaisar dan permaisuri, penghuni istana larangan.

"Yang Mulia...," Pangeran Naga hanya tersenyum ketika melihat pria yang kini berdiri di hadapan nya, pakaian sang pendekar masih terlihat lusuh, menandakan pria di hadapan sang pangeran baru saja menemouh satu perjalanan panjang hingga menuju ke tempat nya berdiri sekarang.

Pendekar Sembilan Benua menunduk kan diri, berlutut di hadapan sang pangeran naga, aroma arak masih tercium dari mulutnya ketika seorang pria yang kini berada tepat di hadapan putra mahkota memberi salam pada nya.

"Tidak usah seperti itu, Kakak...," Pangeran Naga melangkah pelan berjalan mendekati sang pria yabh tengah menunduk kan tubuh nya, salam hormat yang di berikan oleg sang pendekar setara dengan salam hormat nya pada mendiang Kaisar yang telah wafat, pengeran naga berjalan mendekati nya dan memegang pundak sang pendekar sembari menatap tajam ke arah nya, satu tatapan antara kerinduan dan satu cerita tentang kesepian yang kini tengah melanda diri nya, sang pangeran kembali menatap ke arah nya dan meminta nya untuk berdiri, sesaat kedua nya nampak berdiri saling berhadapan, kini tiada satu pangkat dan kedudukan pun yang dapat menghalangi kedua nya.

"Lama tak jumpa, saudaraku...," ujar Pendekar Sembilan benua sembari merangkul sang putra mahkota, Long taizi membalas rangkulan sang pendekar yang telah lama menghilang, setelah melalui beberapa kali pertempuran antara hidup dan mati kini ke dua sahabat tersebut kembali bersama.

"Hakim Lao sudah memberitahu semua rencana kita, dan sekarang yang harus kita lakukan hanyalah menunggu." Ujar sang pendekar, mereka berdua melangkah menuju ke arah tepian kolam luas yang berada tepat di tengah tempat tersebut.

Taman Teratai tempat sang Naga kecil menghabiskan seluruh hidup nya, tempat yang lebih pantas di sebut sebagai penjara bercorak nirwana yang menyekap nya selama bertahun tahun.

Pangeran Naga kembali melangkah ke arah tepian kolam teratai, dua burung merpati terlihat menukik tajam dari angkasa dan terbang di atas permukaan kolam luas tersebut, sesekali ujung sayap merpati menyentuh permukaan air dan membuat garis lurus di atasnya.

"Apa kau yakin akan rencana ini, Saudaraku?" Tanya Long Taizi pada pria yang tengah duduk di atas sebuah batu besar tepat di bawah rimbun nya dedaunan, sisi kolam tempat mereka berdua berbicara nampak sunyi, tidak ada satu orang penjaga pun yang mengawasi keadaan sekitar.

"Apa kau tidak yakin akan rencana ini, Yang Mulia?" Tanya pendekar sembilan benua, satu kendi arak yang masih menyisakan beberapa tetes cairan memabuk kan di raih oleh sang pendekar dari balik baju nya, dengan tangan kanan pria tersebut mengangkat kendi tempat penyimpanan arak dan mengarahkan ke mulutnya.

Beberapa tetes arak nampak mengalir keluar dari tempat nya dan mulai berjatuhan, meluncur menjauhi guci kecil dalam genggaman sang pendekar.

Pangeran Naga hanya tersenyum dari kejauhan menatap sikap pria yang berada tidak jauh dari nya, telah bertahun tahun mereka terpisah dan kini kedua nya kembali di satukan oleh sebuah rencana yang di desain oleh seorang hakim agung kerajaan.

ketika ada satu kesempatan untuk kembali menyatukan dua sahabat yang telah lama tidak berjumpa, harapan dalam hati untuk bercerita berbagi hasil petualangan dalam kata kata, namun kali ini seluruh ucapan terhenti sesaat setelah satu rencana di utarakan.

"Kakak, kau tahu, aku tidak suka kau memanggilku dengan sebutan Yang Mulia." Pangeran Naga kembali melayangkan pandangan nya ke seluruh tempat, tatapan kosong dan kekalutan mulai berkecamuk dalam fikiran nya, sedikit rasa ragu mulai hinggap dalam hati nya ketika seorang pejabat penting istana membicarakan sebuah rencana gila untuk membebaskan diri nya dari penjara berwajah nirwana yang selama ini telah menyekap nya.

"Kau tetap Yang Mulia, Pangeran...," ujar sembilan benua, tegukan terakhir baru saja berjalan mulus melewati tenggorokan, tetes arak terakhir telah habis di telan oleh sang pendekar, guci dalam genggaman telah kosong seiring udara di sekitar bergerak mengisi ruangan dalam tempat penyimpanan minuman keras tersebut.

"Suka atau tidak, kau tetap Yang Mulia." Ujar sembilan benua sembari meletak kan guci dalam genggaman nya di atas tanah, udara dingin mulai berhembus, alirah hawa dingin yang menyentuh wajah sang pendekar sejenak menggoda ke dua mata nya untuk terpejam, sembilan benua merebahkan tubuh di atas rerumputan yang tumbuh di sekitar nya dan mulai memejamkan kedua mata nya.

"Kau ingat ini? Saudara ku?" Long Taizi mengambil sebilah kayu panjang dengan lengan kanan nya, sebuah tongkat kayu yang tergeletak di antara rerumputan sisi kolam teratai kini berada dalam genggaman sang pangeran naga.

"Dulu, kita sering berlatih menggunakan benda ini." Ujar Long Taizi sembari memutar mutar tongkat kayu dalam genggaman nya, sembilan benua hanya melirik ke arah sang pangeran dan kembali memejamkan ke dua mata nya, mencoba untuk beristirahat barang sejenak sebelum tugas berikutnya di mulai.

"Bahkan Ayah kita sering berlatih menggunakan tongkat ini, Saudara ku." Ujar sang pengeran Naga, mata nya tertuju pada sebuah benda yang tergeletak tidak jauh dari tempat nya berdiri, dengan sekali lompatan pria tersebut mengambil sebilah tongkat kayu lain dan menendang nya ke arah pria yang tengah mencoba untuk memejamkan ke dua mata nya.

"Temani aku bermain sejenak, Kakak." Senyuman sang pangeran kembali nampak menghiasi wajah nya sesaat ketika tongkat kayu yang melayang ke arah sembilan benua mendarat di dalam cengkeraman sang pendekar.

Serigala SelatanWhere stories live. Discover now