34) PELAKUNYA & KEPERCAYAAN

241 29 16
                                    

Pengkhianat paling kejam biasanya datang dari orang yang paling kamu percayai.

34. PELAKUNYA
-RAIHAN-

 PELAKUNYA-RAIHAN-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌸🌸🌸


PANAS matahari tak membuat Raihan beranjak dari posisinya untuk meninggalkan Inara disini. Mereka berdua duduk di tembok sebelah pintu rooftop. Sejak kejadian tadi, mereka hanya diam. Inara juga sudah tak menangis lagi. Gadis itu terlihat menandang kedepan, tatapannya masih sama, kosong. Raihan tahu Inara memang pendiam, tapi bukan seperti ini. Selalu ada pancaran emosi dalam kedua matanya, namun kali ini tatapannya benar-benar kosong. Gadis itu tenggelam dalam pikirannya.

Angin menerpa wajah Inara, membuat anak rambut yang menutupi wajahnya berterbangan. Air mata itu sudah mengering, tapi tidak untuk luka yang dirasakannya.

Raihan akui, semarah apapun ia pada Inara, ia tak bisa untuk tak mengabaikan gadis itu. Apalagi setelah melihat kejadian tadi. Itu benar-benar membuat Raihan shock. Seberapa keras pun Raihan melindungi Inara, masih saja ada orang-orang yang ingin menjahatinya. Tak cukup Inara menjadi sasaran kebencian, kini mereka mulai berani bermain fisik dan meneror Inara tanpa henti. Tidak mempedulikan bagaimana dampaknya pada kesehatan mental gadis itu.

Mereka kira bullying adalah hal yang sepele.

Mereka kira si korban tidak akan apa-apa, karena mereka tidak melawan dan terlihat baik-baik saja.

Tapi kenyataannya berbeda. Mereka tak berpikir sejauh itu melihat bagaimana perasaan korban. Sudah cukup kejadian Hasna yang menggemparkan Dandelion. Sudah cukup Hasna menjadi bukti bagaimana dampak bullying begitu mengerikan. Jangan Inara. Raihan tak sanggup melihatnya jika itu benar-benar terjadi.

Raihan melirik seragam Inara yang penuh cairan merah. Seragam gadis itu belum kering sehingga sedikit tembus pandang. Dengan insiatifnya, Raihan melepas almamaternya—yang kini hanya menyisakan seragam putihnya yang terbuka semua hingga memperlihatkan kaus hitam di dalam. Cowok itu langsung menyampirkan jas miliknya pada tubuh Inara.

Inara masih bergeming. Tak bergerak sama sekali. Posisinya masih tetap sama—kedua lutut tertekuk dengan tubuh yang menyender pada dinding.

Raihan menarik satu tangan Inara dengan lembut. Mengamati pergelangan tangan cewek itu yang penuh luka sayatan. Raihan tidak sebodoh itu untuk menyadari apa yang telah Inara lakukan selama ini. Gadis itu memang terlihat baik-baik saja. Namun Inara juga manusia biasa. Ia bisa merasakan luka, bisa merasakan sakitnya direndahkan, tahu bagaimana rasanya hilang arah.

Raihan mengusap bekas luka tersebut, “Jangan berpikir untuk menyakiti diri lo sendiri lagi, atau bahkan sampai bunuh diri,” tenggorokan Raihan tercekat, “Gue tahu, kata-kata ini nggak akan berpengaruh. Tapi gue cuma mau lo ingat, banyak orang-orang yang masih sayang lo Ra, termasuk gue,”

RAIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang