4. Insecure

15 7 5
                                    

Sejak kecil, Lana tak pernah mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekelilingnya. Mereka tak peduli apa yang Lana dapat di sekolah, entah itu nilai bagus atau buruk. Bagi mereka, yang penting ia menyelesaikan sekolahnya tepat waktu supaya tak menghambur-hamburkan uang. Orang tua Lana juga tak peduli bagaimana penampilan anak bungsunya yang agak chubby. Bagi mereka, yang penting kedua anak mereka tumbuh sehat. Hanya Kellen, kakak laki-lakinya, satu-satunya yang 'peduli' pada dirinya.

Lana dan Kellen sebenarnya juga tak pernah akur. Hanya saja suatu hari pemuda yang usianya hanya terpaut dua tahun lebih tua darinya itu pernah berkata, "Gak usah peduliin kata orang. Menurut gue, lo gak seperti yang mereka pikir. Dan menurut gue, lo gak chubby-chubby amat, kok."

Sampai di situ, mindset Lana tentang abangnya langsung berubah. Namun itu sebelum Kellen meneruskan dengan kalimat berikutnya, "Lo cuma kebanyakan lemak."

Permusuhan mereka pun berlanjut.

Saat kuliah, Lana sudah terbiasa berpikir tak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya. Ia tak punya otak setokcer Juan, si pemilik nilai tertinggi di angkatannya. Wajahnya pun tak seelok Arini yang ke mana pun ia melangkah, setiap mata lelaki akan mengekorinya. Dan tak ada yang istimewa dari tubuhnya. Karena kekurangannya pula, tak seorang pun teman seangkatannya yang merasa perlu mendekatinya hingga ia merasa, orang-orang di dunia ini terbagi hanya menjadi dua kubu--kubu yang membutuhkan orang pintar dan kubu yang membutuhkan keindahan. Sementara ia tak memiliki keduanya.

Setelah lulus pun Lana memilih bekerja di perusahaan transportasi milik sang ayah. Memang bukan cita-citanya ketika masih kecil dan tak sesuai dengan jurusan yang ia ambil saat kuliah, tapi daripada harus bertemu orang banyak, ia lebih memilih melakukan sesuatu yang tak diminatinya.

Setelah beberapa tahun berteman dengan para pegawai ayah dan bertemu dengan para pelanggan, Lana belum juga berubah. Ia masih merasa insecure bila mendapatkan undangan reuni dari almamaternya. Kali ini karena ia berpikir tak ada yang bisa dipamerkan dari pekerjaan yang digelutinya sekarang, sementara dari medsos teman-temannya ia tahu, kebanyakan dari mereka sudah menjadi orang hebat. Ia pun tak siap bila mereka akan membahas bentuk tubuhnya yang semakin melar. Karena itulah undangan-undangan reuni itu acap kali berakhir di tempat sampah.

Namun sejak kehadiran Darren, cowok berkebangsaan Amerika yang dikenalnya lebih dari setahun yang lalu, Lana bersyukur. Ia merasa nyaman bersamanya, karena lelaki itu tak pernah mempermasalahkan wajahnya yang pas-pasan dan bentuk tubuhnya yang sedikit di luar batas kewajaran. Darren benar-benar menerimanya apa adanya. Karena itu ketika lelaki itu menembaknya beberapa bulan yang lalu, Lana tak menolak.

Sejak perkenalannya dengan Darren, berakhirnya jam kerja Lana adalah hal yang paling ia tunggu setiap harinya. Karena setelahnya ia akan menghabiskan beberapa jam bersama pria bule itu.

Seperti biasa, sebelum kencannya, gadis itu merapikan rambut dan memoles bibirnya dengan lip tint. Dan setelah merasa yakin penampilannya sudah mumpuni, Lana menyambar HP-nya dan membuka aplikasi Skype.

Darren tampak sudah online, terlihat dari bintik hijau di samping fotonya. Baru juga Lana mengetuk foto itu, undangan video call muncul di layar. Dan begitu ia menerima undangan itu, wajah tampan Darren segera memenuhi layarnya.

Lelaki itu melambaikan tangan sambil tersenyum semringah. Dan dengan bahasa Inggris, ia menyapa, "Apa kabar, sayang? Bagaimana harimu?"***

--------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A.D
Bandung, 28 Februari 2022

ScrapbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang