Chapter 49 ♗

510 96 3
                                    

Dia datang untuk kalian (7)

ꆰ ꆰ ꆰ

"Apakah kau akan beristirahat?" tanya Frey. Dia ingat bahwa si remaja berambut merah itu baru saja kembali setelah menjalankan tugas yang diciptakan olehnya sendiri. Dia sudah berkata tentang akan datangnya teman-teman Kei. Memberikan laporan yang belum tersampaikan.

Frey bertanya-tanya apakah remaja itu akan kembali ke kediaman Bardev, atau diam di istana. Menunggu malam datang dimana Oza dan Radja, akan datang ke ruangan kerjanya. Hanya bersedia untuk datang ketika malam hari. Menolak untuk menginjakkan kaki di istana di kala matahari masih ada di langit.

"Mungkin." Valias merespons pelan. Dia tidak punya lagi hal untuk dilakukan selain menunggu kedatangan Oza dan Radja. Sebagai perwakilan teman-teman Kei.

Dia menoleh ke arah Kei. "Apa yang akan kau lakukan? Kembali ke tempat teman-temanmu?" tanyanya. "Apakah kau akan ikut dengan Oza dan Radja ketika mereka ke sini?"

Valias melihat Kei memandanginya dengan wajah datar. Sepercik kegelapan masih ada di matanya. Keinginan membunuhnya masih belum musnah sepenuhnya setelah melihat bangsawan Solossa terakhir sebelumnya.

Valias menunggu jawaban. Dan akhirnya melihat Kei akan bersuara. "Aku ingin mengawasimu."

Semua orang yang mendengar ucapannya terkesiap.

Mengawasi? Kei ingin mengawasi Valias? Apakah Valias melakukan kesalahan?

Frey merasa khawatir. Alister yang berada di samping Valias melirik Kei dengan mata mengawasi. Vetra bergidik entah kenapa. Dia belum banyak mengenal Kei. Hanya mengetahui sosok laki-laki itu sebagai seseorang yang memiliki hubungan dengan Frey dan Valias. Tapi Vetra bisa merasakan darah dingin pemuda itu.

Dia sosok orang yang tidak ragu mengambil nyawa seseorang hanya atas dasar ketidaksukaan. Vetra bisa merasakannya. Mendengar ucapan Kei tentang keinginannya mengawasi Valias, Vetra memiliki kekhawatiran kepada bangsawan Bardev itu.

Kalim tidak begitu mengerti apa-apa. Hanya memiliki rasa terperangah dengan pemilihan kata si pemuda dengan pedang yang belum dia ketahui identitasnya itu. Sedangkan Durah, bergidik—tapi tetap dibuat semakin jatuh pada pesona Kei. Membayangkan bagaimana jika ucapan Kei barusan ditujukan kepadanya, merasakan pipinya memanas.

Valias menangkap itu sebagai kemarahan Kei tentang dirinya yang sudah melarang pemuda itu untuk memenggal kepala sang bangsawan Solossa. Memakluminya.

Jika Kei marah, maka dia bisa marah. "Baiklah. Lakukan apa yang kau mau. Aku tidak akan menghindar." Valias memberi senyum mengiakan tanpa peduli. Sedangkan Frey di tempat duduknya terperanjat. Berpikir remaja ringkih itu sudah gila.

Apakah dia benar-benar tidak menyayangi nyawanya? Apa dia benar-benar tidak masalah jika Kei membunuhnya? Apa? Apakah dia benar-benar akan mati oleh penyakitnya sampai dia menjadi pasrah akan hidupnya?

Frey frustasi. Ramuan-ramuan yang dia ingin dikonsumsi oleh Valias belum siap. Ketika mereka sudah siap, Frey pasti akan langsung menyuruh Valias meminumnya. Tepat di depannya. Frey harus melihat Valias meminum ramuan-ramuan itu sendiri dengan kedua matanya sendiri. Dia bahkan akan meminta Mareen untuk membuat komunikasi visual dengannya untuk mempertontonkan Frey Valias yang meminum ramuan darinya. Frey tidak akan membiarkan Valias mati semudah itu. Frey tidak akan membiarkannya.

"Oh, tentang Nona Durah," suara Valias menarik perhatian semua orang. "Saya harap Anda akan membiarkannya tinggal di istana, Yang Mulia."

Frey yang sempat tersentak menaikkan alisnya. "Apa yang kau maksud dengan tinggal di istana?"

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now