The Devil #23

18.9K 1.5K 1K
                                    

🇭‌🇦‌🇵‌🇵‌🇾‌ 🇷‌🇪‌🇦‌🇩‌🇮‌🇳‌🇬‌

Gevan menuruni mobilnya dengan cepat. Tadi ia mendapat telepon dari ibunya yang mengatakan jika Vanza kabur. Harusnya tidak semudah itu bukan Vanza kabur dari rumahnya?

Sayangnya ibunya terlalu mudah ditipu oleh Vanza, perencanaan itu merengek minta ikut pergi ke supermarket, dan berakhir lompat dari atas mobil dan berlari kabur.

Untungnya Vanza masih memakai cincin yang pernah ia berikan waktu itu. Ia bisa melacak keberadaan perempuan itu. Di makam, makam kedua orang tua, kakak dan juga adik Vanza.

"Vanza!" bentak Gevan berlari cepat.

Mata Vanza melotot kaget melihat kedatangan Gevan. Ia segera memantapkan diri, pisau yang dipegang dihujamkan dengan cepat di dadanya. Namun sayang, belum sempat tertusuk, sebuah peluru lebih dulu ditembakkan hingga bersarang di lengannya.

Dor!

Suaranya membuat jantung Gevan berhenti berdetak untuk sesaat. Ia mengerjapkan matanya dan langsung tersadar beberapa detik setelahnya.

"Vanza!" Ia berlari cepat.

Vanza mengigigit bibir bawahnya menahan sakit. Satu tangannya memegang lengannya yang berdarah. Pisau yang dipegang tadi terjatuh.

"Harus berhasil," gumamnya menahan air mata dengan mati-matian. Ia meraih pisau yang terjatuh dengan susah payah.

"Lo gila hah?!" Gevan menarik tangan Vanza cepat. Pisau sialan itu ia tendang menjauh membuat Vanza menggeleng cepat.

"Nggak! Pisauku!" Air mata Vanza akhirnya jatuh. "Pisauku!" Ia menjerit frustrasi.

"Lo kenapa sih, hah?!" Gevan merengkuh tubuh Vanza erat. Untuk sementara luka tembak diabaikan. Ia menekan kepala Vanza untuk tenggelam di dadanya. "Jangan kayak gini."

"Apa salah kak Arran?" Vanza menatap Gevan lekat. Air matanya mengalir dengan deras. "APA SALAH KAK ARRAN SAMPAI AKU HARUS NANGGUNG SEMUANYA?!"

"KAKAK LO UDAH BUAT KAKAK GUE MATI BUNUH DIRI! PUAS LO?!" Gevan memejamkan mata sejenak. Mulutnya lancar sekali untuk berbohong. Jelas-jelas kelakuan Arran lebih dari itu.

"Kakak lo udah deketin kakak gue, dan ninggalin kakak gue pas lagi sayang-sayangnya sampai kakak gue mati bunuh diri sangking nggak bisa hidup tanpa kakak lo." Kebohongan terus berlanjut.

"Tapi aku kan nggak salah." Vanza menunduk. Ia memilin jarinya. Ia seolah lupa dengan luka tembakan.

"Iya lo nggak salah, gue yang salah. Gue minta maaf." Gevan menarik Vanza ke dalam pelukannya.

Ia panik saat perempuan itu mulai kehilangan kesadaran. "Bertahan okay? Kita ke rumah sakit sekarang."

Gevan langsung mengangkat tubuh Vanza. Sesekali matanya mengedar, mencari si penembak yang entah pantas disebut apa.

Ia tidak tahu harus marah atau malah berterima kasih.

***

"Lo keterlaluan lah, Begok! Ngapain pakai acara bohong kayak gitu." Aslan sebagai sahabat yang baik dengan senang hati mengatakan kebodohan sahabatnya itu.

GEVANO [Living with the Devil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang