The Devil #39

4.2K 318 80
                                    

Aslan > sahabat Gevan
Rafel > sepupu Gevan
Alka > sahabat kakaknya Vanza

Vote dulu

Happy reading ❤️

_____

Aslan tak bisa tenang. Ia menatap ponselnya dengan dengan hati yang berdebar kencang. Bingung harus bagaimana.

"Rion bajingan! Kenapa harus gue yang lihat sih, anj?!"

Aslan mengacak-ngacak rambutnya dengan frustasi. Ia mengigit ujung kukunya dan membanting tubuhnya di atas kasur.

"Mampus gue! Pilihannya susah banget, njir.  Udah kayak disuruh milih nikah sama Lisa atau Jennie black pink. Gak bisa nih gue mendadak lupa ingatan?" tanya Aslan pada diri sendiri.

Ia benar-benar berada di posisi yang sulit. Di satu sisi ia ingin memberitahu Gevan, tapi di sisi lain ia juga tidak mau kalau Vanza menjadi pelampiasan emosi Gevan.

"Ngamuk banget gak sih tuh orang kalau tau?"

"Udah jelas sih. Malah aneh kalau b aja. Kalau gue jadi dia juga pasti ngamuk." Tanya sendiri dan jawab sendiri.

Aslan semakin pusing.

"Adek mana yang biasa aja lihat kakaknya diperlakuin kayak gitu. Tapi Vanza juga gak salah. Abangnya noh yang bajingan! Kalau gue kasih tau Gepan, disiksa lagi tuh Vanza."

"Kalau gak gue kasih tau Gevan—Arghhhh! Kepala gue mau meledek, anjing! Kampret memang. Anjing, anjing, anjing!" Aslan guling-guling di atas kasurnya.

"Bingung banget. Sumpah!"

"Lagian kenapa sih Arran itu bajingan banget?! Kok bisa?"

"Bisa-bisanya yang kayak gitu dikasih nyawa."

Aslan melihat ponselnya yang menyala. Ada panggilan yang masuk dari adiknya.

"Babi! Gue lihat hp doang langsung Tremor!" Aslan menelan ludahnya dengan susah payah. Lihat, tangannya Tremor.

Hanya karena melihat ponsel, dia langsung terbayang Gea yang bajunya dirobek oleh Arran dan kemudian dilemparkan ke gerombolan pria lalu diperkosa.

Oh damn!

"Gue harus apa woy! Tolong kasih solusi!"

Aslan semakin guling-guling di atas kasur.

***

Gevan melirik Vanza yang saat ini hanya duduk dan diam sembari memainkan ujung bajunya.

"Tidur! Udah malem! Sini lo!" titah Gevan. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menepuk sisi kosong di sampingnya, menyuruh Vanza untuk segera mendekat dan masuk ke dalam pelukannya.

Tidak bisa kalau Vanza dibiarkan menganggur, minimal kalau tidak bisa diajak cocok tanam ya peluk lah.

Percuma punya istri kalau tidak dimanfaatkan.

"Buruan! Mau gue tarik sampai kejengkang?" Gevan melotot.

Vanza dengan ragu mendekat dan merebahkan tubuh di samping Gevan.

"Mau?" tanya Gevan lagi. Ia menarik dagu Vanza agar Vanza menatapnya.

Vanza menggeleng. "Nggak, Kak."

"Oh gak mau. Kirain mau. Kalau dibuahi mau gak?" Gevan menarik salah satu sudut bibirnya, tersenyum miring. Tentu saja matanya penuh kemesuman.

"Gak mau juga," jawab Vanza dengan pelan. Tubuhnya semakin rapat saat Gevan mengeratkan pelukan. Matanya mengerjap dengan polos.

GEVANO [Living with the Devil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang