6 : Azalea dan Bunga Terakhirnya.

59 13 0
                                    

Pagi ini Alea baru saja bangun, ia melihat ke arah jam dan menujukkan pukul sembilan pagi. Tak lupa juga, ia mengecek notifikasi ponselnya. Namun, tak ada satu notifikasi dari Cakra sama sekali. Hal itu membuat Alea merasa khawatir dan juga curiga. Semua orang yang semalam berkumpul dengan Alea memasang wajah yang bingung dan sendu, terlebih lagi keluarnya Emma dan Izana begitu saja dari kamarnya tanpa berpamitan terlebih dahulu. Febi dan Delima pun bertingkah seolah-olah ada yang mereka sembunyikan.

Karena perasaannya masih terasa janggal hingga saat ini, Alea pun mencabut paksa infusannya serta selang oksigennya. Tentu saja ia telah mempersiapkan hal ini dari jauh hari sebelum ia bertemu dengan Cakra, ia membawa sebuah dress simple berwarna hitam yang akan ia gunakan. Ia juga membawa banyak make up dan skincare nya.

Benar, ia berniat untuk menyamar. Ia tidak ingin seorang perawat atau Dokter mencurigainya, lagipula mana mungkin ia ingin kabur dengan menggunakan piyama rumah sakit. Sebelum ia meninggalkan kamar inapnya, Alea sempat berkaca dan memastikan jika samarannya berhasil.

Ia pun keluar dari kamarnya dan masuk ke dalam lift. Ia menekan tombol lantai satu. "Abis masuk ke taksi mending telfon Emma deh," gumamnya. Namun, sebelum ia menelfon Emma, matanya tertuju pada notifikasi Twitternya. Dengan rasa penasaran yang besar, ia lantas menekan notifikasi itu. Dan rupanya, tweet itu adalah milik Emma kemarin.

    Seketika tubuhnya kini terasa kaku mendengar kabar duka mengenai Cakra

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seketika tubuhnya kini terasa kaku mendengar kabar duka mengenai Cakra. Ia pun menaruh bunga Azalea yang ia bawa dan segera menelfon Emma dengan kondisi yang panik.

"Halo, Emma? Cakra dimana sekarang?"

"Eh... Ada kok di rumah."

"Rumah duka? Kasih tau dimana!"

"Loh Kak Lea tau darima-"

"Cepet kasih tau!"

"Grand Heaven..."

Tanpa bertele-tele, Alea kemudian menyuruh supir taksi tersebut ke arah Jakarta Utara. Lebih tepatnya ke rumah duka Grand Heaven. Kali ini Alea benar-benar tak peduli dengan kondisinya, yang ia pikirkan hanyalah ingin segera bertemu dengan Cakra. Ia ingin melihat Cakra untuk terakhir kalinya.

Sebenarnya hati Alea kini terasa sakit dan hancur, seolah-olah ia ditusuk seribu kali. Ia tak pernah menyangka, di hari ia siuman ternyata adalah hari terakhir Cakra hidup di dunia ini. Ia juga kembali sadar bahwa mimpinya pada saat kondisinya kritis bukanlah sekedar mimpi biasa, melainkan ia tengah berada difase antara hidup dan mati. Dan pada saat Cakra pergi menuju pintu cahaya itu, maka Cakra benar-benar telah pergi meninggalkannya.

Selama di taksi, Alea terus menangis tanpa henti. Ia meremas rok dress yang ia gunakan dengan keras. Pikirannya kini kalang kabut memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Ia kini hanya bisa menatap foto Cakra yang tengah bermain gitar, ia memeluk erat ponselnya tersebut.

[✓] Bunga Terakhir ¦¦ Sano Shinichiro.Where stories live. Discover now