Epilogue

50 13 0
                                    

Play : Mahalini - Bawa Dia Kembali.

Satu bulan lebih kini telah berlalu. Sesuai dengan apa yang disarankan oleh Izana, aku meminta izin kepada keluarga Baskara untuk membawa tabung abu Cakra menuju pantai Ancol. Ditemani oleh Izana, kami berdua banyak bercerita mengenai Cakra selama diperjalanan. Ia juga bahkan bercerita alasan mengapa ia tidak dekat Cakra selain di masa terakhirnya. Ternyata sosok Izana yang pada awalnya terlihat cuek justru terlihat menyenangkan jika kami telah saling mengenal.

Setelah satu jam perjalanan, kini kami bertiga tiba di pesisir pantai Ancol. Izana menyuruhku mencari tempat duduk yang kosong dikarenakan ia harus membawa kue ulang tahun yang telah aku buat untuk Cakra. "Nah nemu juga," lirihku. Aku pun segera pergi ke satu kursi panjang yang terlihat kosong. Ku taruh tabung abu Cakra di samping ku.

"Hari ini aku ngewujudin satu impian kamu sejak kecil bareng Izana. Seandainya kamu masih disini, mungkin aku bakalan ajak kamu lari-larian disepanjang pesisir pantai ini," Ku usap tutup tabung abunya dan kemudian mengecupnya singkat. Dikarenakan cuaca hari ini teduh dan banyak angin, aku sedikit menggigil.

"Makanya pake syalnya, cuaca di Jakarta gak ada yang tau" Aku menoleh ke arah Izana yang telah datang. Ia menyimpan kue buatan ku dan lalu mengalungkan syal merah milik Cakra di leherku. "Hehe makasih, Iz" timpalku. Aku pun mengeluarkan kue yang telah ku buat dan ku tancapkan banyak lilin di sekelilingnya. Izana membantu ku untuk menyalakan apinya.

Karena Cakra sudah tidak ada lagi disini, maka Izana dan aku lah yang mewakili doa dan harapan Cakra. Setelah membuka kedua mata kami, Izana memeluk tabung abu Kakaknya tersebut dan membantu ku meniupkan lilin-lilin yang terpasang. "Selamat ulang tahun, Cakra. Meskipun umurmu akan terus abadi di angka dua tiga," ucapku. Kami memutuskan untuk memakan kue ulang tahun Cakra di tempat ini, lagipula kuenya tidak sebesar kue ulang tahun yang lain. Jadi kami mampu menghabiskannya.

Izana berkata, "Gue udah sewa kapal kecil buat kita pergi ke tengah laut, abis ini kita tabur bunga di tempat dimana abu Abang gue dilarungin". Tanpa berlama-lama lagi, kami berdua pun segera menaiki kapal yang disewa oleh Izana dan pergi menuju ke tengah laut. Ku ambil keranjang bunga ku dan menabur kelopak bunga mawar di sekitaran tempat yang kami tuju, begitu pun dengan Izana yang masih memeluk tabung abu Cakra.

Setelah seluruh kelola bunga mawar dikeranjang ku telah habis, aku pun melempar satu tangkai bunga Azalea. "Maaf karena aku gak pernah kasih kamu bunga semasa hidup kamu. Setelah ini, aku pastiin kamu bakal selalu nerima bunga dari aku" lirihku. "Sama seperti rencana kamu buat kirim bunga dihari ulang tahun ku," lanjut ku.

Meskipun kamu tiada lagi disini, akan ku pastikan bahwa tidak akan ada bunga terakhir untukmu selagi aku masih hidup di dunia ini. Terima kasih, Cakrawala. Kini detakmu selamanya akan menjadi milikku dan tanpa kamu sadari, kamu telah menjadi bagian dari hidupku. Kamu akan bersaksi suatu hari nanti jika detak jantung ku ini terasa saat aku jatuh cinta pada orang lain.

END

──────────────────────────────

hai! untuk chapter selanjutnya aku bakalan bikin Alternative Ending, dimana ada ending lain selain ending asli ini.
see u!

[✓] Bunga Terakhir ¦¦ Sano Shinichiro.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora