6. Hari Kedua Berkabung part 1

53 8 0
                                    

Hari kedua adalah upacara Xiao Lian. Semua gerbang istana Istana Taiji dibuka, menyambut para abdi dalem dan keluarga kerajaan untuk masuk.

Chu Ning bersama dengan sekelompok wanita bangsawan yang menangis dan berdoa untuk mendiang Kaisar. Pada saat yang sama ia menyadari bahwa suasana hari ini berbeda dari kemarin.

Semua orang masih menangis seperti sebelumnya. Sekilas memang tidak ada yang aneh. Namun, setelah diamati lebih dekat, ia memperhatikan bahwa di dekat gerbang istana yang terbuka lebar, tiga atau lima abdi dalem berkumpul di satu tempat dan berbisik diantara mereka sendiri sebelum berpisah ke arah yang berbeda.

Chu Ning melirik beberapa kali dan langsung mengenali wajah-wajah yang dikenalnya yang merupakan pendukung Putra Mahkota.

Ia mengalihkan pandangannya yang penuh air mata ke arah Xiao Yu.

Pria itu berdiri di samping dengan kepala tertunduk, menangis di depan jenazah ayahnya, ia memberikan penampilan anak berbakti dan berduka. Hanya pandangan sesekali ke jajaran pejabat yang mengungkapkan pikirannya yang sebenrnya.

Orang lain tidak tahu, tapi Chu Ning bisa melihat perbedaannya sekaligus. Xiao Yu pasti telah merencanakan sesuatu dengan Xu Rong. Mengingat bahwa Xiao Yu telah melakukan diskusi tertutup dengan Xu Rong setiap hari untuk waktu yang lama, ia yakin bahwa itu ada hubungannya dengan Pangeran Qin.

Chu Ning yakin bahwa Xiao Yu bukanlah pria yang gegabah atau bodoh. Ia tahu ini memiliki konfrontasi langsung dengan Pangeran Qin dan janda Permaisuri. Kemungkinan besar hanya ujian untuk melawan Pangeran Qin.

Hanya saja, ia penasaran apa yang akan terjadi. Karena ia tidak yakin apa yang akan dilakukan Paman Keenam, ia berpikir bahwa hari ini akan menjadi kesempatan yang baik untuk mengetahui motif sebenarnya.

Setelah beberapa saat, semua orang mengambil tempat mereka dan ritual dimulai.

Di tengah tangisan orang banyak, para Kasim membentangkan sembilan belas set pakaian dan ikat pinggang. Mereka mendandani Kaisar dan mengikat ikat pinggang sebelum akhirnya menutupinya dengan selimut.

Kemudian para pelayan mendukung Xiao Yu yang sedang menangis untuk berlutut dan memberi hormat kepada mendiang Kaisar. Ini diikuti oleh pengorbanan seekor lembu, seekor domba dan seekor babi.

Setelah prosedur rumit ini selesai, kerumunan tampak sedikit rileks.

Pada saat ini, Qimu, Direktur Sekretariat, keluar dari jajaran pejabat seperti yang telah diatur sebelumnya, ia bergegas ke depan Pangeran Qin Xiao Kezhi, memberi hormat di garis depan dan berkata: "Yang Mulia, bangsa ini sedang berduka atas meninggalnya mendiang Kaisar baru-baru ini. Namun, tahta tidak boleh dibiarkan kosong untuk waktu yang lama. Tahta kosong dapat mengundang perselisihan. Karena mendiang Kaisar telah meninggalkan dekrit wasiat, menyebutkan Pangeran Qin sebagai penerus, yang terbaik adalah Yang Mulia segera naik takhta sesegera mungkin untuk menstabilkan dinasti."

Setelah kata-kata itu selesai, beberapa perdana menteri dan lebih dari selusin pejabat dari enam kementerian berdiri di urutan kedua, meminta Xiao Kezhi untuk naik takhta sesegera mungkin.

Meskipun semua orang sudah mengetahui momen ini, tetapi mereka tidak bisa menahan diri untuk berbisik dan berdiskusi diantara mereka sendiri. Sambil menunggu tanggapan Pangeran Qin, mereka berbalik untuk melihat Putra Mahkota.

Para wanita bangsawan juga bereaksi serupa. Chu Ning bahkan bisa mendengar Istri Marquis Nyonya Hou mendesah simpati ke arahnya.

Namun, ia mengabaikannya dan hanya menunggu respon Xiao Yu.

Xiao Yu berdiri di tempat dengan tatapan menunduk, wajahnya pucat dan tenang, tampaknya ia tidak menentang saran Qimu.

Pada saat itu, Wei Fujing, seorang Sekretariat Kementrian Kehakiman, tiba-tiba melangkah keluar dan berjalan ke arah Qimu.

Ia berkata dengan marah: "Temanku yang terpelajar, beraninya kau memutuskan ini, kau seharusnya merasa malu dengan dirimu sendiri, ketika mendiang Kaisar masih hidup, dia telah mengangkat putra sulungnya sebagai Putra Mahkota, dan Putra Mahkota telah mempertahankan posisinya di Istana selama lebih dari sepuluh tahun. Dengan demikian, Putra mahkota seharusnya menggantikan posisi tahta. Mengapa perlu ada lagi "Dekrit Kaisar"? Karena Putra Mahkota masih hidup dan sehat, mengapa ada kebutuhan orang lain yang harus naik tahta?"

Setelah ia berbicara, seorang lain di belakangnya juga keluar dan berkata: "Pada hari itu, ketika Kaisar sedang sekarat, Istana Taiji diberlakukan jam malam. Selain Janda Permaisuri dan Pangeran Qin, sisanya diusir. Bahkan Putra Mahkota yang merupakan putra tertua dari Kaisar tidak diizinkan masuk. Tiba-tiba ada Dekrit Kaisar, siapa yang tahu apakah itu benar ada atau tidak?"

Setelah itu, lebih dari selusin abdi dalem keluar satu demi satu seperti sudah diatur sebelumnya, menentang Pangeran Qin naik takhta, mereka menyatakan bahwa Putra Mahkota adalah penerus yang sah.

Pada saat ini, para pejabat terbagi rata antara mendukung Pangeran Qin dan Putra Mahkota. Kedua belah pihak bersikeras pada pendirian mereka, pecah menjadi argumen yan kejam.

Sementara itu, kerumunan lainnya memandang dengan gentar. Mereka melirik Putra Mahkota tanpa ekspresi dan kemudian pada Pangeran Qin yang masih membelakangi semua orang tanpa emosi,

Nadi Qimu berdenyut-denyut sambil berdebat dengan Wei Fujing, Ia sesekali mengamati reaksi Xiao Kezhi dari waktu ke waktu, menunggu tanggapannya.

Ia berharap bahwa Pangeran Qin adalah seorang pangeran muda yang telah menggeluti seni bela diri dan bersama pasukannya sepanjang tahun. Ia percaya Pangeran Qin belum pernah mengalami perselisihan istana seperti ini, jadi ia berharap Pangeran Qin akan bingung untuk berdebat.

Qimu masih menunggu sebentar dan secara bertahap mulai merasa sedikit kesal. Namun, Xiao Kezhi masih memegang tangannya di belakang dan tidak pernah berbalik.

Setelah serangkaian argumen yang intens, kedua belah pihak sedikit bingung.

Sebagai fokus pertengkaran, baik Pangeran Qin maupun Putra Mahkota, keduanya tetap diam.

Setidaknya Putra Mahkota masih bisa dimaafkan karena posisinya yang genting saat ini, sehingga ia tidak bisa berbicara secara terbuka. Mereka semua bertanya-tanya mengapa Pangeran Qin tidak mengatakan apa-apa?

Di antara keraguan, argumen juga berangsur-angsur mereda.

Baru saat itulah Xiao Kezhi perlahan berbalik menghadap semua orang.

Masih tidak ada ekspresi di wajahnya yang tegas dan dalam, matanya sedingin es. Ia mengamati kerumunan sebelum melihat Qimu dan Wei Fujing: "Apakah sudah selesai berbicara?"

Keduanya terkejut dalam keheningan, setelah hening sejenak, mereka memberi hormat dan berkata, "Kami sudah menunggu keputusan Yang Mulia."

Xiao Kezhi tidak menanggapi. Sebaliknya, ia melihat ke langit dan berkata, "Sudah larut, Weimo pasti lapar."

Semua orang dikerumunan saling memandang dengan bingung dan tiba-tiba teringat bahwa 'Weimo' adalah serigala abu-abu peliharaan Pangeran Qin.

The Gilded CageWhere stories live. Discover now