7. Kunjungan part 2

47 8 0
                                    

Chu Ning tertegun sejenak, dan kemudian menyadari bahwa 'Yang Mulia Kaisar' mengacu pada Kaisar yang baru bertahta, Xiao Kezhi.

Mengapa dia mengunjungi Istana Musim Semi Abadi pada jam ini?

Hati Chu Ning sedikit menegang, ia melihat sosok yang melangkah lebih dekat melalui pintu yang terbuka, ia tidak berani ragu dan mengambil napas dalam-dalam sebelum melangkah  keluar dari pintu untuk secara pribadi, menyambut sosok yang masuk. Ia membungkuk dihadapannya.

"Tolong maafkan Saya, Yang Mulia. Saya tidak tahu bahwa Anda akan berkunjung, jadi saya gagal keluar untuk menyambut Anda lebih awal. Putra Mahkota mengalami kelelahan setelah kejadian hari ini dan masih tidak sadarkan diri. Tolong maafkan dia karena tidak keluar untuk menyambut anda, Yang Mulia."

Chu Ning terus menunduk. rambutnya rapi ditata tinggi, memperlihatkan bagian belakang lehernya yang seputih salju ke tatapan pria itu. Kulit telanjangnya tampak berkilau di bawah matahari terbenam yang cerah.

Xiao Kezhi berhenti dengan jarak dua langkah di antara mereka, dan tatapannya yang tajam berkedip ketika melihat sekilas leher Chu Ning.

"Tolong berdiri."

Xiao Kezhi maju selangkah lebih dekat dan perlahan membungkuk untuk menarik sikunya dan mengangkatnya.

Suaranya yang kasar dan dalam benar-benar tenang, jadi Chu Ning tidak bisa menebak apa yang dipikirkan Xiao Kezhi. Perasaan tangan Xiao Kezhi yang besar dan panas disikunya mengingatkannya pada kejadian di paviliun beberapa hari yang lalu.

Mau tak mau Chu Ning tertegun dan mengumpulkan keberanian untuk menatap matanya. Ia juga mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman erat pria itu.

Kali ini, Xiao Kezhi tidak menahannya lagi, ia mengendurkan cengkeramannya, memalingkan muka, dan berkata: "Saya mendengar bahwa pangeran sakit, jadi saya datang menemuinya secara khusus."

Tanpa menunggu jawaban, ia berjalan melewatinya ke aula utama Istana.

Di Kamar lain, Tabib Kekaisaran sedang memeriksa denyut nadi Xiao Yu yang masih belum sadarkan diri, Tabib Kekaisaran bertanya kepada seorang pelayan yang menjaganya tentang apa yang terjadi.

Xiao Kezhi tidak masuk ke kamar. Ia hanya duduk di luar dan menunggu dengan tenang, tanpa sedikit pun emosi di wajahnya yang tegas.

Dengan lambaian tangannya, ia mengirim semua Pelayan yang sedang menunggu di luar untuk keluar dari Aula utama. Kedua pengawalnya berdiri di depan pintu seperti patung, sehingga para pelayan tidak berani mendekat dan hanya bisa berdiri menunggu dari jauh.

Chu Ning menatap Xiao Yu yang sedang berbaring di tempat tidur dan memastikan bahwa pria itu memang benar tak sadarkan diri.

Kemudian ia meraih teko di atas meja dan menuangkan secangkir teh panas untuk Xiao Kezhi secara pribadi.

"Yang Mulia, silahkan minum teh."

Selagi Chu Ning menyerahkan cangkir teh dengan kedua tangan, ia menatap diam-diam untuk mengamati reaksi Xiao Kezhi.

Saat Xiao Kezhi mengulurkan tangan menerima cangkir teh, ujung jari Chu Ning bergerak sedikit, tidak pasti apakah itu disengaja atau tidak selagi Chu Ning menggosok tangannya.

Sentuhan singkat itu tidak membuat Xiao Kezhi bereaksi sama sekali. Sebaliknya, ia melihat teh yang mengepul dengan ekspresi dingin.

Chu Ning memperhatikannya dengan cermat, ia merasa sedikit kecewa dan memutuskan untuk menarik tangannya dengan ragu-ragu.

Namun, sebelum ujung jarinya melepaskan cangkir, Xiao Kezhi tiba-tiba meraih pergelangan tangannya dan menariknya lebih dekat dengan sedikit kekuatan.

Mau tak mau Chu Ning mencondongkan tubuh ke depan dengan tubuh bagian atasnya dan berhenti hanya beberapa inci di depan pria itu, bertemu dengan tatapannya.

Cangkir berisi teh panas berada tepat di antara keduanya, uap mengepul dari teh dan membasahi wajah putih dan bibir merah cerah Chu Ning.

Tatapan Xiao Kezhi jatuh ke bibir Chu Ning yang terihat lebih lembut, ekpresinya tidak berubah, hanya jakunnya yang sedikit bergetar.

Tatapannya yang dalam membuat Chu Ning gemetar, dan pipi wanita itu perlahan mulai memerah.

"Saat menyajikan teh, kau harus berhati-hati. Kau melepaskannya sebelum aku menerimanya dengan benar, apa yang kau lakukan jika cangkir itu tergelincir?"

Xiao Kezhi perlahan memindahkan cangkir teh ke samping, tetapi ia masih tidak melepaskan pegangannya di pergelangan tangan Chu Ning.

Chu Ning menggigit bibir bawahnya, matanya masih bengkak karena menangis selama pemakaman mendiang Kaisar, dan itu membuatnya tampak terlihat semakin lembut dan cantik.

"Ini kesalahan keponakan, tolong maafkan saya."

Xiao Kezhi meliriknya, tidak mengatakan apa-apa, ia perlahan melepaskan tangan Chu Ning dan menyesap teh.

Chu Ning berdiri tegak dan ingin mundur ke samping ketika ia mendengar suara langkah kaki yang datang dari kamar.

Chu ning mengambil napas dalam-dalam, menyesuaikan ekspresinya dan berbalik tepat pada waktunya ketika Tabib Kekaisaran keluar dari kamar Xiao Yu.

"Bagaimana Putra Mahkota?" Xiao Kezhi meletakkan cangkir tehnya dan bertanya dengan tenang.

"Yang Mulia, ini bukan masalah yang serius. Kemungkinan Putra Mahkota pingsan karena terlalu banyak bekerja dan stress. Setelah bangun, pastikan dia makan sesuatu yang bergizi untuk mengisi kembali kekuatannya."

Alasan kelelahan dan stres Putra Mahkota benar-benar sesuatu yang layak untuk dipikirkannya.

Setelah Tabib kekaisaran berbicara, ia menyerahkan resep yang baru saja dibuatnya.

Xiao Kezhi duduk diam, jadi Chu Ning mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Ia berterima kasih kepada Tabib Kekaisaran dan memerintahkan seseorang pelayan untuk membayarnya dengan koin perak.

"Karena Putra Mahkota baik-baik saja, aku akan pergi."

Xiao Kezhi berkata sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu.

Chu Ning mengikutinya di belakang dan membungkuk untuk memberi hormat. Ia masih penasaran mengapa Xiao Kezhi datang berkunjung ketika pria itu tiba-tiba berbalik. Ekspresinya yang biasanya dingin, sekarang tersenyum.

"Ketika Putra Mahkota bangun, ingatlah untuk memberitahunya bahwa aku telah mengunjunginya. Katakan padanya untuk beristirahat dengan baik dan jangan terlalu khawatir. Putra mahkota adalah fondasi negara. Karena aku belum menikah dan tidak punya keturunan. Posisi Putra Mahkota masih menjadi miliknya."

Chu Ning terkejut dan mendongkak secara naluriah, tetapi Xiao Kezhi telah berbalik dan melangkah keluar dari aula utama, hanya menyisakan punggungnya yang tinggi dan lebar di bawah matahari terbenam.

***

The Gilded CageWo Geschichten leben. Entdecke jetzt