Lembar 8

9.6K 1.2K 161
                                    

Sahmura hanya mampu berdiri seraya menatap pintu ruang rawat Jenggala

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sahmura hanya mampu berdiri seraya menatap pintu ruang rawat Jenggala. Sudah hampir setengah jam Sahmura tetap berdiri di sini, walau pun mamanya sudah berulang kali memintanya masuk.

Ia hanya tidak siap melihat Jenggala. Tidak siap menyaksikan topeng yang anak itu buat. Karena mamanya berkata, sejak sadar, Jenggala tetap bertingkah seperti biasa. Tidak banyak bicara, namun tetap tersenyum disaat orang-orang memintanya tersenyum.

Penjelasan dokter siang tadi masih terngiang di telinga. Tangan kiri Jenggala retak, dan otomatis Jenggala tidak akan bisa mengikuti perlombaan. Semua usaha Jenggala sia-sia pada akhirnya.

"Kak,"

Sena dan Tama datang. Sena menepuk bahu yang lebih tua dengan lembut. Otomatis Sahmura menoleh, menatap kedua adik kelasnya dengan sendu.

"Gue gagal. Gue gagal jagain Jenggala. Gue memang kakak yang nggak berguna."

"Enggak! Lo salah, lo itu tetap kakak terhebat bagi Jenggala. Dia sering cerita ke gue, kalau dia bangga bisa jadi adik lo. Lo itu hebat di mata Jenggala, Kak." ucap Sena.

"Gue gagal!" Pecah sudah pertahankan yang berusaha Sahmura buat. Cowok itu terisak sembari menangis keras.

"Kak, belum terlambat kok kalau mau memperbaiki semuanya." Tama mendekat, mengusap punggung Sahmura.

"Dekati Jenggala, rangkul dia, ajak dia menyebuhkan semua lukanya. Belum terlambat, Kak." sahut Sena.

"Ayo masuk, Kak."

Sahmura mengangguk. Mengusap wajahnya dengan kasar, lalu mengikuti Sena dan Tama yang perlahan masuk ke dalam.

Di dalam ruangan, Dayita tersenyum menyambut teman-teman putranya. Dayita memang menemani Jenggala sejak tadi, sedangkan Nuraga masih belum bisa datang.

Daksa? Anak itu bahkan tidak menampakkan batang hidung sejak tadi.

"Kebetulan kalian datang. Tante mau titip Jenggala boleh? Soalnya Tante ada acara sama teman-teman Tante. Nanti kalau kalian mau pulang, dan Tante belum datang, nggak pa-pa. Kalian titipkan saja Jenggala ke suster yang berjaga." kata Dayita panjang lebar.

Sena tersenyum canggung. Begitu pula Tama yang hanya menganggukkan kepala. Kemudian Dayita beranjak pergi, setelah mengusap kepala Sahmura.

"Mama pergi dulu, ya, Bang."

Setelah kepergian Dayita, ketiga orang itu mendekat ke ranjang Jenggala. Sosok yang tengah terbaring itu tersenyum menyambut mereka.

Untuk pertama kalinya, Sena merasa membenci senyum itu. Itu bukan senyum khas Jenggala. Itu hanya senyum palsu untuk menutupi semuanya.

"Maaf, gue ngecewain kalian." kata Jenggala membuka suara. "Gue nggak pernah berharap kalau hal ini akan terjadi. Maaf, gue bener-bener minta maaf."

"La—"

|✔| Kedua Where stories live. Discover now