Lembar 23 [END]

13.5K 934 126
                                    

Hari ini, di awal bulan April, Andika membawa putranya keluar untuk berjalan-jalan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini, di awal bulan April, Andika membawa putranya keluar untuk berjalan-jalan. Andika membawa Jenggala menelusuri taman bunga Sakura yang tengah bermekaran. Sangat cantik, hingga membuat Andika selalu mengulas senyuman.

Tangan Andika menggandeng tangan yang lebih kecil. Membawanya untuk menapaki jalanan yang kini di penuhi guguran bunga Sakura.

"Pa, pasti tamannya cantik banget, ya?" tanya Jenggala memecah keheningan.

Hati Andika terasa di remat kuat kala mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir Jenggala. Satu tahun. Nyatanya satu tahun tak lantas membuat Andika terbiasa.

"Hm. Cantik banget, sama kayak Mama kamu," Selanjutnya Andika tersenyum sendu. Mengingat kembali wajah Nana yang teramat cantik.

Jenggala ikut tersenyum. "Sayang banget, aku nggak bisa lihat pemandangannya." ucapnya.

"Nak, maafkan Papa."

"No, kita udah pernah bahas ini sebelumnya. Pa, yang berlalu biarlah berlalu."

Hari itu, Andika dan Jenggala melewati hari dengan kehangatan. Andika sengaja meliburkan diri, hanya untuk membawa putranya berjalan-jalan keluar.

Melihat Jenggala yang selalu terkurung di dalam rumah, membuat Andika tak tega. Dan kebetulan hari ini cuaca sangat mendukung untuk mereka menghabiskan hari di luar.

Kala malam tiba, Andika memutuskan untuk mengajak putranya kembali. Karena angin yang bertiup cukup kencang, Andika takut Jenggala merasa kedinginan.

Kala sampai, kedua mata Andika membulat saat tak sengaja melihat dua siluet seseorang berdiri di depan pagar rumahnya. Buru-buru Andika membawa Jenggala mendekat ke arah mereka.

"Hallo, Om! Hallo, Jenggala!"

Suara itu membuat Jenggala tersentak. Tangannya meraba udara, kemudian merasakan tangannya di raih ke dalam genggaman.

"S-Sena?"

"Iya, ini gue!" jawab Sena dengan nada ceria, seperti biasanya.

Sosok di samping Sena tanpa aba-aba mendekat, lalu memeluk tubuh Jenggala. "Lo nggak lupa gue, 'kan?"

Merasakan pelukan hangat seseorang, Jenggala tersenyum. "Mana mungkin gue lupa sama lo, Tama."

"Syukur deh." Kemudian Tama melepaskan pelukannya.

"Kalian kok bisa ada di sini?" Andika melontar pertanyaan seraya membuka gerbang, dan menggiring ketiga masuk.

"Hehe, ini ide aku, Om. Dan oh iya, kita juga bawa kabar gembira." Sena berucap.

"Apa itu?"

Kini mereka sudah duduk di ruang tamu rumah Andika. Sebelum itu, Andika juga sudah menyalakan penghangat ruangan. Walau pun bukan musim dingin, namun Andika tetap takut jika Jenggala merasa kedinginan.

|✔| Kedua Where stories live. Discover now