3. Sekolah Langit Biru

182 70 60
                                    

Sudah 3 minggu Samuel tinggal di kampung Langit biru, tetapi pikirannya sudah kacau seperti terkena depresi. Bagaimana tidak tertekan kalau pagi-pagi ia disuruh masuk ke dalam kandang ayam milik Mbahnya yang ada di belakang rumah untuk memberi makan, setelah selesai, Samuel akan ikut Mahmud ke kebon Karet terkadang ladang jeruk, malamnya ia dipaksa belajar, lalu ia bisa tidur.

Pagi-pagi ini ada yang berbeda dari Samuel. Ia sudah berdiri dengan seragam putih abu-abunya di depan cermin sambil menyisir rambutnya dan menyemprotnya dengan farfum. Lalu Samuel pun keluar dari kamar yang kecil itu menuju ke luar rumah yang sudah ada Mahmud.

"Lama sekali seperti anak perempuan kamu ini ya, sudah cepat kita ke sekolah!" Ajak Mahmud ke Samuel yang menatapnya malas.

Mereka pun menaiki motor butut milik Mahmud menuju sekolah yang waktu itu sempat Samuel lihat. Sepanjang perjalanan ia sudah membayangkan jika ia sekolah di SMA itu selama satu tahun, dapatkah iya bertahan dengan anak-anak kampung? Sepertinya juga Samuel tidak akan mudah bergaul dengan anak-anak disana.

Jalanan jelek dan berbatu, banyak hutan-hutan serta sawah-sawah milik seorang warga, serta juga banyak anak-anak yang berseragam SMA sedang jalan kaki seperti ingin menuju ke sekolah Samuel. Samuel melihat itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jangan sampe gue kayak mereka!

Setelah 15 menit dijalan, akhirnya mereka sampai juga di sekolah yang akan menjadi sekolah barunya Samuel. Mahmud sengaja memarkirkan motornya di depan sekolah, hal itu membuat mereka jadi pusat perhatian dari orang-orang sekitar terutama Samuel yang jadi bahan omongan.

Samuel masa bodo dan membalas mereka dengan tatapan sinis dan tidak ramah dengan mereka-mereka yang terutama anak cewek yang sudah ketar-ketir melihat ketampanan dan penampilan Samuel.

Bangunan kumuh, sempit, kaca jendela ada yang sudah bolong seolah pecah karena tawuran, cat pudar, dan banyak tumbuhan liar di setiap tembok. Samuel pun membaca tulisan di atas gerbang yang hampir copot, bahkan sekali sentil plang itu langsung jatuh.

Sekolah Langit Biru.

Itu lah nama tempat sekolah baru Samuel, nama langit biru berasal dari lingkungannya yang anti polusi, sehingga lingkungannya bersih dan awan pun biru cerah, tak seperti di Jakarta yang hitam dan suram seperti kisah hidup.

"SLB ini mah!" Ketus Samuel saat menyingkat nama sekolah itu, ia bilang begitu tak mempedulikan tatapan Mahmud yang akan memberikan siraman rohani pagi-pagi.

"Sudah-sudah, ah! Kamu ini. Cepat kita kedalam untuk urus kamu ini!" Perintah Mahmud kesal dan diikuti oleh Samuel yang membuntutinya dari belakang dengan tambah kesal.

Saat masuk ke dalam lapangan sekolah yang terbilang sangat kecil, jauh berbanding terbalik dengan sekolah Samuel di kota. Terlihat disana sudah banyak orang yang melihat Samuel sambil berbisik-bisik, tiba-tiba ada seorang anak cowok dengan kepala plontos berteriak.

"WOYY, ADA ANAK BARUUU!!!" Teriaknya membuat Samuel kaget bukan main.

"Yeeeyy, anak baruuu!!!"

"Halooo anak baruuu!"

Prok...prok...prok....

Samuel kaget bukan main melihat aksi anak-anak disana, terlihat sangat norak pikirnya. Ia pun langsung jadi pusat perhatian saat berjalan bersama Mahmud menuju ruang kepala sekolah.

"Tak usah kaget begitu, nanti juga kamu kayak mereka," bisik Mahmud sambil tersenyum jahat.

Samuel menatap Mahmud kesal, ia sangat anti menjadi kaum norak. Karena suara bisik dari anak-anak sekolah yang belum usai membuat Mahmud cepat-cepat menarik tangan Samuel masuk kedalam ruangan kepala sekolah.

SAMUEL : Si Anak Dari Kota (END)Where stories live. Discover now