4. Her Name Is Greisy [4]

12.6K 3.2K 508
                                    

Reanders Rex bukanlah tipe orang yang mudah diprovokasi.

Ini bukan hanya tentang bakatnya di sekolah, tapi latar belakangnya sendiri juga terlalu luar biasa. Bahkan, banyak anak-anak orang kaya yang diperintahkan orang tua mereka untuk dekat dengan Reanders, mencoba menjalin persahabatan dengannya.

Jangan memprovokasinya.

Putra satu-satunya dari keluarga Rex itu bukan sosok yang bisa mereka singgung sama sekali.

Itu sebabnya baik Alva atau Noah pernah mencoba menjadi temannya juga. Sayang sekali kalau sikap Reanders terlalu acuh tak acuh.

Sebagai orang-orang yang sama memiliki latar belakang kuat, Noah dan Alva tidak akan merendahkan diri sampai sejauh itu. Cukup dengan tidak bergesekan satu sama lain.

"Lo ..." Alva menjeda, dia menatap Rean dengan ekspresi menjengkelkan, "Bukannya dia juga ganggu lo? Setiap hari lo dikuntit, diejek, dan dicemooh banyak orang. Bukannya gara-gara dia? Ada apa hari ini tiba-tiba lo jadi ada di pihaknya?"

"Urusan lo?" Rean benar-benar menjengkelkan. Tatapannya terarah pada Greisy. "Sini lo."

Rean berpikir, kalau dia memang orang yang sangat baik. Bahkan setelah Greisy menghina dan merendahkannya, dia masih bersedia menolongnya. Greisy harus berterima kasih bahkan berlutut memujanya.

Singkirkan pemikiran kalau milik Rean itu kecil?

Siapa menyangka kalau Greisy hanya akan memasang ekspresi acuh tak acuh?

Dia menghampiri Alva, menendang perutnya lagi. 

Semua orang di tempat itu tercengang. Alva hanya bisa mendengkus menahan kesakitan, saat dia akan maju membalas, Rean sudah maju lebih dulu, berdiri di sisi Greisy, meliriknya dengan sorot aneh.

Hydra mendongak padanya, "Mau ditendang juga?"

"Lo ...," Rean bahkan tidak bisa berkata-kata.

Sejauh ini, Hydra tidak bermaksud memukuli Rean juga. Walau bagaimanapun, Reanders Rex tidak termasuk salah satu protagonis yang mencelakai Greisy bolak-balik. Jadi dia melepaskannya.

Tatapan Hydra kali ini lurus, dia menunjuk Alva dan Noah bergantian, "Hutang kalian ... ini bahkan kalian belum bayar separuhnya." dia memberi peringatan. "Pukulan tadi anggap aja sebagai pembuka, berdoa aja biar gue nggak ngirim kalian berdua langsung ke neraka."

"Greisy, jangan berpikir terlalu jauh!" Alva memelototi memperingati. "Lo kira lo mampu?!"

Hydra tahu dia tidak akan mampu. Tapi di kehidupan sebelumnya, dia bahkan mendapat julukan anjing gila. Selama dia bisa bangun, dia bisa menggigit siapa saja. Berjuang sampai titik darah penghabisan.

Dia tidak akan menangis apa lagi menyerah.

Mungkin, satu kalinya dia menangis adalah saat dia mendengar kematian Yara.

Penyelamatnya terbunuh karena sumpahnya. Tidak bisa dibayangkan ... luka koreng itu seolah kembali dikorek sampai berdarah. Bernanah, menyebarkan bau yang tidak tertahankan.

Kepalanya sakit.

Darah mengalir dari tengkoraknya yang terluka. Mata Hydra menyipit, dia goyah sesaat, namun bersikeras untuk berdiri kokoh.

Di sampingnya, Yara sudah menangis terisak.

Sekarang dia menyesalinya.

"Hydra ... maaf. Maaf." Yara tidak pernah menyangka kalau di hari pertamanya, Hydra sudah akan dicelakai sampai separah ini. "Kalo aja gue nggak manggil lo dateng, lo nggak perlu ngalamin kesakitan semacam ini."

She Is(n't) The Villain ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang