Arc 2- Everybody Loves Me - Prolog

4.9K 644 84
                                    

Sakit ....

Sakit ....

Aku nggak tahan lagi.

Tolong ....

Tolong bebasin aku.

Suara tetesan air, aroma pekat obat-obatan. Bau amis samar yang membuat kesadarannya tumbuh sedikit demi sedikit.

Bibir kering itu gemetar sesaat. Ada nyeri di sekujur tubuhnya, seolah setiap tulang-tulangnya patah. Namun denyutan yang paling menyakitkan di kepalanya.

Wanita itu bernapas lambat, dibantu masker oksigen yang hampir menutupi setengah dari wajah kecilnya.

Ada suara mesin yang berkedut seiring dengan detakan jantungnya.

Kelopak matanya bergerak.

Dia tidak tahu di mana dia berada?

"Jangan buka mata lo, jangan buka mata lo sekarang!" ada suara panik yang memberinya peringatan. Namun sosok yang sudah beberapa hari terbaring koma itu mendengarnya terlambat, dia terlanjur membuka mata, pandangannya kabur untuk beberapa saat.

"Jangan buka, sial! Sial! Mati beneran kali ini. Pasti mati beneran sekarang!"

Suara cempreng dan panik seorang gadis berdengung seperti nyamuk yang mengganggu di telinganya.

Pandangan buram itu semakin jelas. Hal pertama yang menyambutnya adalah wajah terlalu tampan seorang pria dewasa. Usianya diperkirakan awal 30-an. Pria itu memakai kemeja hitam, dengan lengan kemeja yang digulung sampai siku.

Ekspresinya muram, dengan bibir terkatup rapat.

"Guekutuklo, apa yang harus kita lakuin sekarang? Lo pasti bakalan langsung dikirim ke rumah sakit jiwa! Lo bakalan dikurung seumur hidup di sana, diperkosa sama orang-orang gila perut buncit, gigi kuning, bau ketek, bau kaki, pokoknya masing-masing makhluk nggak enak dilihat!"

Wanita yang berbaring itu masih diam. Matanya menunjukkan kebingungan dan ketidaktahuan. Yara, makhluk tak kasat mata yang hanya bisa dilihat pasien itu sudah berlarian mondar-mandir, mengelilingi ranjang pasien, dihantui ketakutan.

Dia benar-benar merasa tidak nyaman membayangkan kalau orang yang sudah menyelamatkannya, akan digangbang oleh sekelompok pria yang tidak ada mending-mendingnya.

Dalam hati, Yara mengutuk. Di dunia pertama, begitu membuka mata, kepala Hydra langsung dibanting ke piring, di dunia kedua ... seolah Tuhan ingin menghukumnya lebih kejam. Dia dilemparkan ke rumah sakit, hanya beberapa saat sebelum akhirnya dikirim ke rumah sakit jiwa.

"Maafin gue ... maafin gue." Yara hanya bisa berbisik maaf. Air matanya tidak berhenti mengalir, dia terus terisak, seolah melihat Hydra sudah dihukum mati di depannya.

Buku ini ... adalah salah satu novel ciptaannya yang paling kejam.

Saat menulisnya di masa lalu, Yara tidak merasakan apa-apa. Seolah apa yang terjadi pada protagonis wanita sama sekali bukan urusannya. Baru setelah dia memasuki dunia novel satu per satu, Yara ingin menampari dirinya sendiri. Dia dipaksa menjalani setiap kehidupan pahit yang protagonis alami.

Yara menulis 15 novel, di mana dia dipaksa memasuki masing-masing novel satu per satu. Dia berhasil melewati plot 1 novel yang berakhir happy ending, tapi gagal menyelamatkan 14 protagonis novel lainnya. Masing-masing di antara mereka menjalani kehidupan dan kematian yang tragis. Setiap rasa sakit, keputusasaan, pengkhianatan, dan penghinaan yang dialami protagonis bukunya, Yara juga pada akhirnya mengalaminya.

Setiap kali dia gagal, Yara akan dipaksa mengulang waktu, mengulang siklus yang sama, menjalani plot berdarah yang kejam tanpa bisa mengelak dari takdirnya.

She Is(n't) The Villain ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang