49. Mahar untuk Teteh

1K 231 33
                                    

Sudah seminggu semenjak Renjun di makamkan. Keluarga Pradika berkumpul lengkap di Jakarta. Erin masih bekerja, melakukan banyak hal yang biasa ia lakukan seolah tak seminggu lalu tak pernah terjadi.

Jisung masih di rawat, tepat setelah pulang dari pemakaman. Anak itu pingsan, malamnya ia melakukan operasi dan berjalan lancar.

"Ayah." Panggil Jeno, kemudian duduk di samping sang ayah.

Pradika yang tengah melamun tersadar, lantas tersenyum ke arah putra keduanya.
"Ada apa, bang?"

Jeno melirik sebuah map rumah sakit, lalu ia ulurkan pada ayahnya. "Aa waktu itu nitip ini buat ayah, Abang belum tau ini apa. Karna aa bilang jangan buka sebelum ayah yang buka."

Jaehyun mengeryit, ia segera membuka map itu. Mengeluarkan selembar kertas berisikan laporan medis serta surat persetujuan tertentu.

Crak!

Jeno terkejut tatkala selembar kertas itu terjatuh berserakan, Jaehyun menopang tubuhnya pada meja. Wajahnya secara kontan memucat.

"Ayah! Kenapa yah!"

Jeno mendengar isakan kecil dari ayahnya itu.

"Aa pendonor itu, bang. Aa yang kasih ginjal ke Adek dengan nama yang disamarkan itu."

Lelaki itu terdiam begitu mendengarnya. Ia melirik secarik kertas yang sekilas bisa terbaca bahwa disana ada tanda tangan Renjun.

"Ayah gamau kecewain AA, ayah mau jaga Adek dan kalian. Dan ayah harus segera mungkin melamar Teteh."

Jeno kontan menoleh, terkejut sekaligus tak mengerti dengan ucapan sang ayah.

"Melamar teteh? Maksud ayah apa?"

Jaehyun menggeleng, "nanti ya Abang. Nanti kita semua bicarakan semua ini setelah Adek pulang."

-Teteh-

"Teh," panggil Chenle.

Erin mengusap air matanya cepat, kemudian tersenyum melihat ke arah Chenle yang baru saja datang.

"Ada apa, le?"

"Yang beresin kamar Adek, Lele aja. Adek kan pulang sore ini."

Erin mengeryit. "Teteh aja, emang kenapa?"

"Teteh, aku gamau beresin kamar aa."

"Biar teteh yang beresin, kamu kerjain PR aja le."

Chenle menggeleng, "teteh kecapean pasti. Lele yang beresin kamar Jisung. Teteh beresin kamar aa."

Erin tersenyum, kemudian mengangguk pasrah. "Kenapa lele gamau ke kamar aa?"

Chenle menunduk, jari jemarinya bertaut gelisah, lalu terlihat takut-takut menatap Erin.

"Takut keinget aa pas dikubur teh."

Lantas, setelah mendengar ucapan Chenle Erin merasakan dadanya sakit, sesak yang tak pernah usai. Erin sebisa mungkin menahan tangisan nya.

"Maafin teteh ya udah tanya gitu. Mending kamu makan gih, teteh masak telor kecap." Chenle terdiam cukup lama, lalu mengangguk dan pergi meninggalkan Erin.

Gadis itu menghela napas beratnya, matanya melirik pintu kuning di ujung jajaran pintu kamar anak Pradika.

Ia rindu pada penghuninya.

Erin tersenyum lirih, kemudian gadis itu memasuki kamarnya tanpa ragu. Angin berhembus menerpa wajahnya, seolah ada seseorang yang baru saja memeluk Erin.

Kamar itu seperti masih ada yang menghuni karna hawa hangatnya. Meja belajar yang rapi, kasur yang rapi, juga lantai yang nyari tak berdebu.

Erin menyibak kordennya.

Teteh || Nct Dream Where stories live. Discover now