O8

596 88 15
                                    

[Name] POV

Aku kini tengah memainkan nitendo yang baru saja dibeli. Benda ini sempat ngetren sewaktu SMP, aku berniat membelinya namun harganya yang terlalu mahal membuatku harus menabung lebih lama sampai aku lulus sekalipun. Namun tak disangka, Izana memberikanku uang secara cuma-cuma dengan niat yang tak diketahui.

Dan seperti yang dikirakan, ibuku bertanya namun syukur Izana yang kebetulan tengah bersama denganku menjawab bahwa nintendo itu adalah hadiah tahun baru darinya.

Logika yang bagus Izana, aku bebas dari introgasi ibuku.

Namun entah kemana lelaki dengan hanafuda itu. Ia bilang bahwa akhir-akhir ini dia sangat sibuk dan akan jarang untuk menjengukku. Ia mengatakannya pada saat akan pamit lalu mencium keningku.

Sialan Izana, cari kesempatan dalam kesempitan.

Asalkan aku tahu saja, aku tidak akan pernah jatuh cinta padanya. Walau seluruh hadiah serta kata-kata manis telah Izana persembahkan padaku namun aku mencoba untuk tidak mencintainya karena ia berandalan. Entah apa kata orang kalau aku punya pasangan seorang berandalan.

Ah, sial! Aku benci mengakuinya, semenjak Izana jarang mengunjungi aku jadi mudah bosan, resiko hanya mempunyai satu teman. Menghubunginya? Sayang sekali gengsiku lebih tinggi daripada rasa bosanku. Sejujurnya, aku sudah mulai muak dengan buku, entah kenapa tiap kali aku membaca kata-kata terangkai dari buku membuatku langsung pusing.

Aku memutuskan untuk sedikit berjalan-jalan di luar Yokohama, seperti Shibuya yang katanya adalah tempat yang indah. Toh, aku juga punya waktu luang banyak semenjak sekolah meliburkan karena musim dingin.

Namun baru saja aku terhenti di stasiun, aku diam terpaku di hadapan gerbong. Pasal, orang-orang dengan toppoku merah tua serta lambang Yin dan Yang. Bukankah itu orang-orang Tenjiku? Ya! Itu orang-orsng Tenjiku, mau apa mereka beramai-ramai naik kereta. Mereka berjumlah puluhan– tidak ini bisa ratusan! Gerbong sudah terisi penuh oleh kelompok mereka.

Dengan berat hati aku memasuki gerbong dengan tangan mencengkram jaket antara menahan dingin serta rasa takut. Semoga mereka tak mengangguku. Ah, syukur ada seorang ibu-ibu juga yang duduk mojok di salah satu kursi.

Setekah menahan pengapnya gerbong, kereta sampai di tujuan dan aku pun segera turun dari kereta walau sedikit terjepit oleh orang-otang Tenjiku. Mereka ini memiliki tubuh yang tinggi dan besar.

"Uwah!"

"Hm?"

Telingaku menangkap suatu suara membuatku sontak menoleh. Aku dapat melihat dua orang anak laki-laki dengan rambut berwarna blonde. Yang satu menggunakan poni, yang satu rambutnya lebih berantakan. Mungkin mereka anak Shibuya yang turut terkejut dengan kelompok Tenjiku.

Sekarang aku melihat anak lainnya. Mereka terlihat kelelahan dengan wajah yang dipenuhi oleh luka. Yang satu berambut klimis, ada yang pakai kacamata dan yang satu memiliki gaya rambut aneh. Bahkan si rambut poni yang hendak pergi kembali terhenti menatap mereka.

Ah, ada salah seorang yang merangkul si rambut aneh. Kondisi anak itu terlihat babak belur seperti sehabis bertarung dengan seseorang. Lagipula orang-orang Tenjiku untuk apa menanyakan mereka bahwa mereka ini preman atau bukan.

Dan, apa itu Touman?

BUK!

Aku sedikit berjengit melihatnya. Si rambut blonde berponi menendang keras anggota Tenjiku, sekarang situasi makin memanas.

"Larilah Takemicchi, Akkun!!" Serunya dibalas anggukan oleh si rambut blonde berantakan. Ia sontak menggendong seseorang yang mungkin bernama Akkun ke punggungnya lalu lari dari sana.

LONELY ; Kurokawa Izana✓Where stories live. Discover now