REVISI SETELAH TAMAT
Aruna tak tahu bahwa resiko mencintai seorang Athalla Handaru akan sebesar ini rasa sakitnya. Sebab jika dibandingkan dengan Athalla yang memiliki segalanya, Aruna hanyalah seonggok debu tak kasat mata.
Dan karena kejadian di ma...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I'm tired.
being lonely.
feeling empty.
i'm lost.
ARUNA menghapus kasar air mata yang jatuh sambil berlari di sepanjang koridor. Beberapa orang berdecak kesal saat tubuhnya tak sengaja bertubrukan dengannya.
"Jalan tuh pake mata!"
"Dasar cupu!"
Aruna benci Athalla. Mungkin rasa benci ini tidak akan menyiksanya jika Aruna tak memiliki perasaan untuk lelaki itu.
Aruna terlanjur jatuh.
Jatuh untuk mencintai juga jatuh karena terlampau sadar bahwa ia jatuh cinta sendirian.
"Pantes dijadiin bahan bully, gak punya otak sih."
Bahkan orang yang tak Aruna kenali sekalipun tetap memperlakukan dirinya seenaknya. Mereka hanya bisa menindas tanpa tahu rasanya ditindas.
Rasa takut, cemas, tidak percaya diri, dan trauma selalu menghantui Aruna. Hanya karena mereka lebih kaya dari Aruna, mereka bebas memperlakukan Aruna sesuka hati.
Padahal Aruna tak pernah membuat masalah, ia hanya diam menjalani hidupnya dan memainkan perannya sebagai pembantu Athalla.
Dari mana semuanya bermula? Kejahatan apa yang telah Aruna lakukan di kehidupannya yang lalu sampai ia diperlakukan tak manusiawi seperti ini?
Apa hanya karena ia tak punya Ayah? Karena dia miskin? Karena ia hidup susah sejak kecil? Atau karena ia tak mampu bertingkah seperti anak seusianya yang dapat bermain lepas setiap kali penat?
Kenapa?
Otak Aruna penuh. Ia benci hidup tapi jika ia hilang bagaimana dengan bunda?
Byur!
"HAHAHAHHA siang-siang gini emang enaknya mandi!" Azzura tertawa keras dari atas lantai dua dengan ember kosong di tangannya. "GIMANA? ENAKKAN?"
Aruna menundukkan kepalanya, sedih. Sebagian orang menertawakan keadaannya, menikmati seolah-olah Aruna adalah badut gratis.
"Yahhh nangis...." Sonia yang berdiri di samping Azzura menutup mulutnya dramatis.
