Chapter: Four

4.8K 1K 61
                                    

"Destiny said it, you got to get up and get it."
Fifth Harmony – That's My Girl

*

Katakanlah Meera bodoh karena telah mengikuti rasa penasarannya hingga ia sampai di tahap ini. Namun, entah mengapa Meera merasa benar dalam melakukannya meskipun tahu bahwa mereka semua keliru.

Sekali lagi, Meera bukanlah sosok dalam foto tersebut. Tampak dari belakang, perawakan keduanya memang mirip. Tapi lagi dan lagi, Meera tentu bukanlah gadis yang seluruh anggotanya maksud.

Sekarang ia hanya bisa berharap jika mereka tidak akan menyesal telah "memilihnya". Jadi, semisal "the boss" yang sesungguhnya muncul di depan semua orang, para anak buahnya akan tetap loyal padanya.

Oh, God! Sepertinya Meera akan menyukai keputusannya. Ia menyukai tantangan.

Diantarkan oleh Beni, Meera memasuki ruangan asing tersebut dengan perasaan campur aduk. Penasaran, tapi sekaligus takut. Berbagai peralatan di sana tampak asing sekalipun menurut para anggota Red Cobra, tempat ini merupakan "rumah sakit" bagi mereka.

"Siang, Bos. Bisa kita mulai sekarang?" Seseorang berjas putih yang bertugas di sana mempersilakan Meera untuk duduk di kursi yang telah disediakan.

Meera hanya mengangguk dan mengisyaratkan Beni untuk tidak meninggalkan ruangan. Tidak lama kemudian, lelaki yang akrab dipanggil Dokter J oleh Red Cobra, memulai aksinya. Prosesnya pun tidak begitu lama meskipun sedikit "mengejutkan" bagi Meera karena serum kekebalan tersebut dimasukan dalam tubuhnya melalui leher menggunakan pistol suntik.

Which is so cool! Batin Meera, berdecak kagum.

"Selesai, Bos."

Meera mengerjap-ngerjap. "Cuma gitu?"

Dokter J mengangguk dan tersenyum. "Ternyata benar feeling Mr. X, Bos memang ditakdirkan sebagai pemimpin Red Cobra," ucapnya, bukan tanpa alasan.

Tidak satu pun dari para anggota yang bisa "tahan" akan efek serum kekebalan tersebut. Mereka akan merasakan pusing, pegal-pegal, bahkan sampai meringis dan mengeluarkan keringat saat cairan mulai menyebar dalam tubuh. Hanya orang-orang pilihanlah yang mampu menolerir rasa sakitnya. Mereka adalah seorang pemimpin.

Tapi alih-alih alasan Dokter J mengatakan demikian, Meera justru lebih tertarik membahas "nama" yang disebut pria itu barusan. Sebelah alisnya terangkat, tidak mengerti. Ia pun melirik Beni untuk meminta penjelasan. "Who is Mr. X?"

"Bos sebelumnya, Bos."

"Where is he?" tanya Meera, lagi. Mau tidak mau rasa ingin tahunya tentang pemimpin lama Red Cobra pun semakin besar. "Kenapa dia perlu pengganti?"

"Beda halnya sama para anggota yang selalu ada pembaharuan tiap 5 tahun, atau setidaknya setiap ada yang gugur, kedudukan seorang bos nggak bisa asal diganti. Dan Bos kami sebelumnya udah sangat lama memimpin. Beliau udah terlalu lemah," jelas Beni, masih sadar akan posisinya yang berada jauh di bawah Mr. X sekalipun pria itu bukan lagi bos mereka. Beni tetap segan mengucapkan nama "mantan" bosnya sekalipun hanya dengan inisial, sebagaimana anggota lain. Pengecualian Dokter J. Karena bisa di katakan, posisi keduanya hampir sama. Saling membutuhkan.

"Jadi, maksudnya si Mr. X itu udah tua?"

Pertanyaan asal yang keluar dari mulut Meera entah mengapa menggelitik bagi mereka. Sudut bibir Beni dan Dokter J bahkan berkedut-kedut mendengarnya. Untunglah Meera adalah bos mereka. Jika tidak, gadis itu pasti akan mendapat hukuman karena telah berlaku kurang ajar.

DANGER: The Devil Wears High Heels #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang