17

1.3K 169 3
                                    

"Ayo pergii..."

"Pergilahh.."

(Name) merenung menatap kupu-kupu putih yang terus berterbangan ke arahnya, berbisik hal yang sama, menyuruhnya untuk segera pergi.

Raga terduduk sembari menatap kosong ke arah jendela kamar dengan penampakan bulan purnama disana.

Pintu kamar digeser, (Name) masih dalam posisi yang sama, enggan untuk melihat siapa gerangan yang menggeser pintunya.

"Kau terbangun lagi?"

Gumaman diberikan sebagai jawaban. (Name) masih setia menatap bulan yang bersinar terang.

"Aku tak mengerti.."

Sukuna terduduk disamping pendampingnya, melirik ke arah netra penuh kehampaan itu.

"Takdir menyuruhku pergi, tapi aku tak mau berpisah darimu." Senyum tipis terlukis dari bibir sang pendamping.

Mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, kepalanya bersender pada lengan sang raja.

"Kenapa ia menyuruhku pergi?" Kepala mendongak, menatap dalam ke empat manik sang raja.

Wanita itu salah paham, dan Sukuna tau akan itu. Masalahnya lidahnya terlalu kelu untuk berucap, seolah-olah tengah ditahan oleh seseorang.

"Besok aku akan pergi, ada hal yang harus ku urusi.. Bisakah kau tetap diam di dalam kuil selagi aku pergi?" Surainya dielus lembut.

"Tentu.." Jawab wanita itu tanpa ragu.

"Jangan pernah keluar meski segenting apapun itu." Peringatnya lagi.

Dengan mudah wanita itu mengangguk, meyakinkan sang raja dengan tatapan patuhnya. Nyatanya (Name) ingkar janji dan lupa pada peringatan Sukuna.

*****

Dadanya terasa sesak, nafasnya tak beraturan, gelas berisi air yang dipegangnya jatuh begitu saja hingga pecah menjadi berkeping-keping. Dengan tergesa-gesa (Name) memunguti pecahan gelas itu, tanpa sengaja tangannya tergores mengeluarkan darah.

Firasatnya memburuk, ntah kenapa tertuju pada anaknya yang tengah membeli gula di pasar. Anak itu bersikeras ingin membelikan gula untuknya tadi, padahal (Name) bilang tidak masalah sama sekali.

Sungguh! Batinnya tak tenang barang sesaat, melupakan perintah Sukuna lantas berlari keluar kuil mengejar anaknya yang firasatnya mengatakan bahwa Kaindra sedang dalam bahaya.

Tak peduli jika beberapa rerumputan berduri yang dilewatinya melukai telapak kakinya, wanita itu lebih mementingkan kondisi anaknya sekarang. Berkali-kali kaki serta lengannya tergores ranting tajam, namun rasa perihnya tak seberapa dibanding rasa khawatirnya.

Sementara disatu sisi lainnya, beberapa menit sebelum (Name) berfirasat buruk, sang buah hati tengah berbincang-bincang dengan kakek penjual gula.

"Kamu anak yang baik ya." Puji kakek itu.

"Eh? Kakek tau?"

"Tentu, gula itu untuk ibumu yang ada dirumah kan?" Tanya kakek itu tepat sasaran yang membuat Kaindra tersenyum kagum seketika.

"Begitulah ilmu penyihir jujutsu, aku melihatmu berpotensi.. Sepertinya kau punya bakat dibidang ini."

Anak itu menggaruk pipinya.
"Maaf kakek.. Tapi aku tidak tertarik dengan hal semacam itu."

Kakek itu hanya tersenyum lantas mengelus lembut kepala Kaindra yang menatap ke arahnya.
"Menjadi penyihir jujutsu harus punya tujuan dan tekad yang kuat, banyak yang berhenti ditengah jalan, banyak pula yang gugur ketika menjalankan misi mereka.. Kutukan kini semakin ganas menyerbu, tak selamanya fisik ibumu kuat dan mampu melindungimu setiap saat. Suatu saat, ada kalanya kau yang harus melindungi ibumu.. Saat itu tiba kau bisa datang padaku dan mempelajari ilmu jujutsu sesuka hatimu." Terang kakek itu.

𝐇𝐈𝐃𝐄 𝐀𝐍𝐃 𝐒𝐄𝐄𝐊 [𝐒𝐮𝐤𝐮𝐧𝐚𝐱𝐘𝐨𝐮]Where stories live. Discover now