Alternative Ending : Rumah Singgah

35 13 2
                                    

PART 01 : What if...

Alana membaca pesan yang dikirim oleh Eita, ia kemudian berdiri dan bersiap meninggalkan Keiji di kamarnya. "Kayaknya dia udah tau," gumam Alana. Ia pun segera pergi menemui Eita yang kini tengah menunggunya di taman kompleksnya.

Sesampainya disana, Alana melihat sosok pria berambut perak tengah terduduk di kursi taman tersebut. Rambut peraknya tersebut berterbangan terkena angin malam yang menusuk tulang. Alana kemudian duduk di sampingnya seraya menunduk. Suasana diantara mereka berdua kini sangat hening, tak ada satu pun yang membuka suara.

"Na..."

"Kak-"

Ucapan mereka kini saling terpotong, mata mereka saling menatap satu sama lain. Alana memutuskan mengalah dan membiarkan Eita berbicara padanya terlebih dahulu sebelum ia mengatakan sesuatu. "Na, kenapa kamu sembunyiin ini dari saya? Kenapa kamu ngehindarin saya akhir-akhir ini tanpa kamu kasih saya penjelasan?" tanya Eita.

Alana menundukka kepalanya, ia meremas rok dress yang ia gunakan. Perasaannya kini campur aduk, ia juga merasa takut untuk menatap mata Eita. "Tatap mata saya, Nana. Kamu gak perlu takut," Eita mengangkat wajah Alana dan menatap gadis itu dengan tatapan yang kecewa dan sedih. Hal itu membuat perasaan Alana semakin merasa sedih.

"Maaf... Maaf. Nana gak maksud buat rahasiain ini dari Kak Eita, Nana juga gak maksud buat jauhin Kakak... Nana cuman butuh waktu yang tepat buat kasih tau Kak Eita," jawab Alana. Eita menghela nafasnya, ia memalingkan wajahnya dan tertawa kecil dengan nada yang kecewa. "Haha... Haha... Kamu lupa kalo saya ini pacar kamu? Kamu masih jadi milik saya, dan saya masih jadi milik kamu" timpal Eita.

Play : Ziva Magnolya - Peri Cintaku.

"Saya masih sayang kamu, Nana... Saya belum bisa lepasin kamu" Mendengar ucapan Eita, hal itu membuat Alana semakin merasa bingung dengan keputusan apa yang harus ia ambil kedepannya. "Kak Eita tau kan kalo kita beda?" tanya Alana. Mereka berdua kini sama-sama terdiam, mereka sama-sama merenung.

Eita lalu bangkit dan berdiri menghadap ke arah Alana yang tengah duduk. "Saya gak peduli kalo kita berbeda, saya gak mau harus kehilangan kamu. Saya cuman mau kamu!" ucapnya. Alana yang ikut tersulut emosinya pun ikut bangkit dan menatap mata Eita dengan tatapan yang terlihat marah.

"Terus kedepannya mau gimana kalo beda gini? Kak Eita tau kan kalo yang namanya perbedaan itu gak akan bisa bersatu?" Eita menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, ia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar dari Alana.

Tangan Alana kini bergetar hebat, matanya terlihat berkaca-kaca menahan tangis. "Kalo gitu kenapa Tuhan nyiptain perbedaan? Kenapa Tuhan pertemuin kita?" bentak Eita. Perlahan, hujan mulai turun dari langit dan membasahi tubuh mereka, bersamaan dengan jatuhnya air mata Alana yang sedari tadi ia tahan.

"Karena perbedaan itu indah! Itu alasan kenapa Tuhan nyiptain perbedaan!"

"Kalo perbedaan itu indah kenapa Tuhan gak milih buat nyatuin semuanya?!"

"Karena yang indah gak selamanya ditakdirin buat bersatu! Harusnya Kakak faham!"

Deg.

Jawaban Alana tadi baru saja menusuk hati Eita, seolah-olah ada tombak yang menembus jantungnya. Eita terdiam, perkataan Alana tidaklah salah. Ia mengakui bahwa jawaban Alana adalah jawaban yang benar, namun kebenaran itu tak bisa ia sangkal bahwa itu menyakiti hatinya. "Kak Eita udah dewasa, harusnya Kak Eita bisa mikir... Sebrengsek apapun aku, aku gak akan ngerebut Kak Eita dari Tuhan Kak Eita," lirih Alana.

[✓] Eita, dan Semesta ¦¦ Semi Eita.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang