LG3 - Peluru Bukan Tteokboki

15.7K 2.2K 123
                                    

Hai, golden stars. Semoga kalian dalam keadaan sehat dan bahagia. 

Masih ada yang nunggu update-an Langit Goryeo nggak? Absen dulu pakai emot bintang dan awan.

***

Folow wattpad frasaberliana

Follow instagram @frasaberliana (author) x @deargoldenstars (readers space, tempat halu, dan jadwal update) untuk berita terkini Langit Goryeo.

Tekan tombol bintang dan beri komentar yang baik sebanyak-banyaknya.

Happy reading.

***

Masjid pusat Seoul tidak berubah meski genap dua tahun kakinya tak melangkah masuk guna mencari ketenangan atau melaksanakan penghambaan pada Allah. Bedanya, tak ada lagi protokol kesehatan ketat. Masjid kembali buka sampai malam dan di beberapa waktu terbuka 24 jam.

Laki-laki yang hampir tergoda minuman keras dan telah bermudah-mudahan dengan lawan jenis telah menengadahkan kedua tangan setelah dua kali salam terucap. Sayangnya, tak ada satu pun doa terpanjat. Hanya kepala tertunduk tanpa ucap. Tempat yang dia kira memberi ketenangan, justru menerbangkan memori pada hari cerah di musim gugur.

Perempuan bergamis dan kerudung lebar lagi-lagi bermain di pikiran. Masjid adalah saksi Haneul mengucap yakin pada Imam Lee ingin melamar muslimah cerdas asal Indonesia. Hatinya berdenyut, sedikit sesak menghias dada yang juga terenyuh. 

Bangunan suci juga bukti keislamannya kini. Tidak, dia tak sepengecut itu memeluk kepercayaan lantaran hati yang jatuh pada makhluk. Wejangan cintai Allah terlebih dahulu sebelum mencintai makhluk dari Imam Lee terpatri kuat dalam hati.

Haneul menurunkan tangan, tanda menyerah merangkai pinta. Dia perhatikan dinding masjid berukir kaligrafi biru, mimbar, dan seluruh ornamen yang dia rindukan. Haneul mencoba mengalihkan isi kepala dengan mengulang berbagai kenangan di sini. 

Benar, bukan hanya tentang Haia. Nyatanya Haneul dipertemukan oleh banyak muslim dan muslimah dari seluruh dunia yang menyentuh hati. Mereka adalah teman-temannya dalam organisasi persatuan muslim internasional Seoul. Bahkan sebenarnya, perkenalan dengan mereka mendahului pertemuannya dengan Haia, yaitu sejak Haneul aktif mengikuti berbagai kelas pengetahuan Islam yang mereka adakan.

Sebuah tangan menepuk bahunya dengan lembut. "Haneul-a!"

Haneul menoleh. Laki-laki tinggi berkopyah tersenyum wibawa membuatnya bergegas berdiri, "Masyaallah, Imam Lee?" Haneul menjabat tangan dan memeluk imam masjid pusat Seoul.

"Tabarokallahu, masyaallah, masyaallah." Pujian pada Sang Pencipta mengiringi peluk yang diberikan sang imam pada mualaf yang dianggapnya sebagai anak.

Imam Lee memperhatikan Haneul dari ujung kaki sampai rambut. "Kapan pulang dari wajib militer?"

"Sekitar dua bulan yang lalu, Imam Lee."

"Aku sempat mendengar soal luka tembak di bagian perutmu. Apakah sudah sembuh?"

"Sudah, Imam Lee."

"Peluru bukan tteokboki, Haneul. Tidak seharusnya kau masukkan ke perut."

Haneul tertawa mendengar candaan itu.

"Sudah larut malam. Kenapa masih di masjid? Tidak lama lagi pasti akan ditutup oleh petugas kebersihan." Bersamaan dengan ungkapan Imam Lee, lampu ruang utama masjid perlahan-lahan redup dan mati. Dua pria berbeda usia pun jalan menuju pelataran masjid.

LANGIT GORYEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang