Bab 1. Petak Umpet

43 11 32
                                    

***

"Sudah belum?"

"Beluuum!"

"Sudah beluuum?!"

"Sudaaaaah!"

Farhan menutup erat mulutnya saat dari kejauhan ia melihat Heru berbalik dan mulai mencari kawan-kawannya yang sedang bersembunyi.

Ya, kali ini Farhan dan kelima sahabatnya sedang bermain petak umpet di sekitar lapangan kampung. Tak bisa disebut lapangan sebenarnya, tempat mereka bermain hanya sebuah bidang datar berisi semak-semak yang tidak terlalu besar. Tempat yang menjadi favorit anak kampung sepertinya bermain.

Beberapa anak lain sedang bermain layangan, selebihnya hanya bersenda gurau di pinggir tanah lapang. Satu persatu teman Farhan akhirnya ditemukan oleh Heru, untungnya Farhan adalah anak yang terakhir. Jadi, giliran selanjutny bukan dia yang harus mencari.

"Sekarang giliran kamu, Husni! Ayo, cepat menghitung!" sahut Heru sembari menunjuk Husni anak lelaki berambut keriting di sampingnya.

Husni yang memang anak pertama ditemukan oleh Heru hanya mengangguk lesu. Ia paling tidak suka jika mendapat giliran berjaga. Selain ia tak bisa mencari teman-temannya, Husni juga kurang lancar berhitung.

"Hitungnya harus sampai lima puluh, ya, Heru?" ujar Husni dengan tatapan memelas ke arah Heru.

"Makanya, belajar berhitung dengan benar!" timpal Jauhar dengan tergelak. Untuk ukuran anak 10 tahun ia termasuk memiliki badan yang paling besar di antara kawan-kawannya, termasuk Farhan.

"Ayo, cepat mulai menghitung!" desak Jauhar. Farhan dan teman-temannya mulai mencari tempat bersembunyi hingga Jauhar menahan langkah mereka.

"Tunggu!" seru Jauhar membuat langkah Farhan dan yang lain terhenti.

"Apa?" sahut Farhan.

Jauhar mendongakkan kepala menunjuk ke suatu tempat. Farhan dan keempat anak yang lain mengikuti pandangan Jauhar ke sisi tanah lapang.

Seorang anak lelaki bertubuh kurus kering berjalan menunduk.  Tubuhnya yang sedikit bungkuk seakan-akan hampir menyentuh tungkainya saat berjalan.

"Permainan bakal seru, nih!" sahut Jauhar dengan senyum licik terlihat jelas di wajahnya.

"A-apa maumu, Jauhar?! Kau tidak ingin dia bermain dengan kita bukan?!" Farhan mencoba menahan tubuh Jauhar yang hendak melangkah ke arah anak itu.

"Berani kau sama aku?! Minggir!" Jauhar dengan mudah mendorong tubuh Farhan yang hanya setinggi dadanya.

"Kau tak apa-apa?" sahut Radit yang mencoba memapah Farhan untuk bangkit.

"Hei! Anak dukun! Kemari kau!" seru Jauhar pada anak itu.

Anak ringkih itu memandang sekilas pada Jauhar lalu mempercepat langkahnya. Anak-anak yang lain melihat adegan itu hanya bisa terdiam dan pelan-pelan berlari pulang. Tanah lapang kini tersisa tujuh orang anak termasuk Farhan.

Melihat langkah anak itu semakin cepat, Jauhar diikuti oleh Wira, Husni, dan Heru berlari untuk mencegat langkahnya. Sementara Farhan dibantu Radit mengikuti mereka dari belakang.

"Mau kemana kau, Hah?! Ayo, ikut bermain dengan kami!" ucapan Jauhar lebih tepat sebagai perintah dibandingkan permintaan.

"A-aku tidak bisa. A-aku harus pulang." Anak itu terdengar gugup, ia hanya menunduk dan meremas tangannya yang mirip tulang belulang.

"Heh! Anak Dukun! Aku bilang main ya main!" hardik Jauhar.

"Genta! Namanya Genta!" ucap Farhan dengan lantang. Ia sudah tak sabar lagi melihat perlakuan Jauhar pada anak itu.

Hide and Seek (Petak Umpet)Where stories live. Discover now