Bab 10. Kematian ke Dua

4 3 0
                                    

***

"Kau?!" dokter Wira tersenyum semringah saat melihat wanita bergaun hijau yang ternyata memang menunggunya itu.

Ia turun dari mobilnya dan membukakan pintu pada sang wanita dengan sopan. setelah memastikan mobilnya tertutup rapat, dokter Wira kemudian kembali ke balik kemudi. Ia melajukan mobilnya keluar area apartemen dan menembus gemerlapnya ibu kota.

"Ah, aku tak menyangka kita bisa bertemu kembali dalam momen yang berbeda. Ini sebuah kebetulan yang sangat bagus," sahut dokter Wira dengan riang. Ia benar-benar bahagia mengetahui wanita yang menjadi kencan butanya adalah orang yang ia kenali sebelumnya.

Wanita yang duduk di sisi kirinya itu hanya tersenyum manis dan mengangguk. Dokter Wira benar-benar terpesona dengan kecantikan wanita yang berada di sampingnya ini. Ia berharap jika mereka benar-benar berjodoh.

"Jadi, saat ini kita akan makan malam di mana, Sayang?" tanya dokter Wira dengan berani. Ia tanpa malu-malu memanggil wanita di sampingnya dengan kata 'Sayang'. Lagi-lagi sang wanita hanya tersenyum dan mengeluarkan selarik kertas berisikan alamat.

Kening dokter Wira berkerut melihat reaksi sang wanita. Ia merasa sedikit aneh dengan tingkah sang wanita yang sejak tadi enggan berbicara padanya. Namun, tak urung juga ia menerima kertas yang disodorkan oleh wanita itu.

"Kamu mau makan di sini? Yakin? Tempat iniberada di luar Jakarta, loh, Sayang?" tanya dokter Wira tak mengerti.

Memang benar alamat restoran yang tertera di kertas itu berada jauh dari ibu kota. Namun, saat melihat sang wanita cantik itu kembali mengangguk, dokter Wira akhirnya luluh.

"Apa sih yang tidak buatmu, Sayang?" ujar dokter Wora sembari mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Ia kemudian mengarahkan mobilnya ke arah luar kota Jakarta.

Malam merangkak naik dengan perlahan. Jalan raya yang tadinya berisikan gemerlap lampu berubaj menjadi sunyi dan gelap. Rupanya mobil dokter Wira kini berada di jalan tol yang telah jauh dari keramaian kota Jakarta.

Dokter Wira tersenyum melirik wanita yang berpakaian seksi di sampingnya. Belahan dada gaun wanita itu sangat rendah dan memperlihatkan bagian dadanya yang sedikit mencuat dari baliknya. Naluri lelaki dokter Wira yang terkenal flamboyan sebenarnya sejak tadi telah bangkit. Namun, ia berusaha untuk tetap menjaga wibawa pada wanita cantik itu.

Malam yang semakin gelap membuat dokter Wira tak lagi bisa membendung hasratnya. Terlebih cara duduk sang wanita begitu menggoda. Gaun panjang berwarna hijaunya itu terbelah memanjang hingga ke paha, menampilkan paha putih sang wanita yang mulus dan seputih susu.

Dokter Wira meletakkan tangannya ke paha sang wanita dan mengusapnya perlahan. Ia sunggu tertantang saat wanita cantik itu tak merespon ataupun menolaknya. Bahkan sang wanita sedikit mendesah ketika tangan dokter Wira menjadi semakin liar.

Hasrat dokter Wira semakin menggebu-gebu, nafsunya kian berada di ubun-ubun saat wanita bergaun hijau itu tersenyum sangat manis padanya. Apalagi saat wanita itu tiba-tiba mendekatkan dirinya pada dokter Wira dan mengecup cepat pipi kiri lelaki itu. Dokter Wira yang tak menduga hal itu menghentikan mobilnya di sisi jalan tol yang gelap dan menatap wanita cantik di sampingnya dengan sorot mata berhasrat.

Tanpa banyak kata dokter Wira meraih bahu wanita itu dan mengecupnya dengan rasa yang menggelora. Desahan dan erangan yang keluar dari mulut sang wanita semakin membuat dokter Wira bersemangat. Ia sibuk menghidu aroma tubuh wanita cantik itu dengan rakus.

Aroma tubuh wanita itu seakan candu bagi dokter Wira, ia tak mempedulikan lagi kenyataan jika tubuh sang wanita kini berubah menjadi sedingin es. Aroma wangi dari farfum wanita itu kini berubah menjadi aroma kembang melati yang menusuk bercampur bau busuk memualkan. Dokter Wira hanya berpikir untuk menuntaskan hasrat lelakinya yang hampir saja meledak.

Hide and Seek (Petak Umpet)Where stories live. Discover now