Nathaniel memakirkan sepeda motornya diparkiran, melepaskan helm full-face yang ia kenakan. Lelaki itu sedikit merapikan ramburnya sebentar sebelum melangkah masuk ke sekolah.
Saat berjalan melewati lorong kelas, seperti biasa Nathaniel akan selalu menjadi pusat perhatian. Banyak sekali kaum hawa yang ia lewati sedang berbisik-bisik tentang dirinya. Dan seperti biasanya juga, Nathaniel, lelaki itu akan selalu mengabaikannya. Sampai dirinya yang tiba dikelas.
Nathaniel mendudukkan dirinya pada kursi yang biasa ia duduki selama sekolah. Lelaki itu merasa sunyi, merasa seperti ada yang hilang. Netranya bergerak pada objek disampingnya, mendapati kursi yang masih kosong, tak seperti biasa.
Lelaki itu kemudian menatap jam dipergelangan tangannya, merasa mungkin dirinya yang datang lebih awal. Namun, benda bulat tersebut menampilkan hasil yang seharusnya, sesuai dengan yang Nathaniel perkirakan saat datang ke sekolah.
Berpikir sejenak, mungkin saja 'dia' telat.
Selang beberapa menit, bel pun berbunyi. Menandakan kelas yang akan dimulai. Namun Nathaniel tak mendapati sosok yang duduk disampingnya itu menampakkan diri. Lelaki itu terlihat menatap kearah pintu masuk kelas, namun nihil.
Tersadar dengan pikirannya, Nathaniel menggeleng, kembali pada kenyataan. Keningnya mengernyit dalam, seakan-akan bingung, apa yang sedang ia lakukan? Pikir Nathaniel.
Lelaki itu menepuk-nepuk pipinya sesekali, berusaha sadar. Mengerjapkan matanya, kembali pada posisi normal. Seperti tak menghiraukan apa pun.
Sampai ketika seorang Guru menampakkan dirinya dibalik pintu, memasuki kelas.
~~Alana, gadis itu baru saja keluar dari kamar mandinya berbalut dengan bath robes putih, beserta handuk kecil yang meliliti rambutnya yang basah.
Gadis itu baru bangun, sengaja untuk bangun kesiangan dikarenakan dirinya yang tak akan bersekolah hari ini. Sengaja mengambil cuti, gadis itu akan menghabiskan waktunya seharian bersama Sang papa. Healing.
Alana mendudukkan dirinya ditepian kasur sembari mengemil snack. Gadis itu sedang menunggu rambutnya setengah kering, sebelum membuka lilitannya. Mulutnya sibuk mengunyah, dengan dirinya yang melakukan hal-hal random.
Dirasa telah lama menunggu, gadis itu membuka lilitan dikepalanya, lalu mengambil hair dryer untuk mengeringkannya dengan sempurna. Disela-sela mengeringkan rambutnya Alana sedikit bergumam, menyanyikan sebuah lagu yang terlintas begitu saja dikepalanya.
Setelah kering dengan sempurna, gadis itu beranjak dari tempatnya. Menuju lemari baju. Sempat berpikir, baju apa yang akan ia kenakan hari ini. Gadis itu berpikir lama, sampai akhirnya menemukan setelan yang ia rasa pas dengan tema hari ini.
Selesai bersiap, Alana lalu turun kebawah untuk menemui Sang papa.
"Papa," panggil gadis itu saat menuruni tangga.
Sang papa yang berada disofa menghadap tv, tersenyum kearahnya.
"Papa udah siap?"
Tanya Alana sesudah duduk disamping Sang papa.
"Cantik banget? Anak siapa si?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Something that can't be Tied
Teen Fiction[SELESAI] "Kita memang dipertemukan oleh semesta. Namun semesta juga lah, yang tak membiarkan kita untuk bersama.." -Alana Aurellia . . . "Nathaniel, kita.."