'Saya ingin bertemu.'
Sebuah pesan singkat membuatnya terngiang-ngiang. Angga; papa Alana, pria itu terlihat mengepalkan tangan diatas meja kantornya. Rahangnya mengeras seakan merasa ingin marah.
Angga kini sedang gelisah dibuatnya, pria itu sedang berpikir keras apakah ia harus menemui orang itu atau tidak. Oh Tuhan, itu sangat mengganggunya.
Lama pria itu berpikir, ia akhirnya memilih untuk menemui orang itu, orang yang mengajaknya untuk bertemu. Berharap pertemuan kali ini adalah untuk yang terakhir kalinya.
-
Angga segera menancapkan gas mobilnya, menuju tempat yang telah orang itu sebutkan. Entahlah, Angga merasa tak yakin akan keputusannya untuk kembali menemui orang tersebut. Tapi Angga akan mencobanya.
Angga menghentikan mobilnya, tepat disaat dirinya tiba ditempat itu. Pria itu langsung saja masuk pada sebuah cafe, dengan nuansa mewah.
Netranya bergerak, mencari sosok orang itu. Dan mendapatinya disebuah meja pojok dekat jendela. Angga kemudian berjalan kearahnya.
"Ada urusan apa?" tanya Angga tak ingin berbasa-basi, ketika dirinya telah duduk berhadapan dengan orang itu; Aditya.
Aditya terlihat menatapnya angkuh, seakan ikut merasa enggan melakukan pertemuan tersebut. Tetapi pria yang berstatus sebagai papa dari Nathaniel itu ingin memastikan sesuatu pada Angga, yang telah lama ia ingin ketahui.
Aditya tertawa pelan, namun terdengar sarkas. "Setidaknya minumlah dulu, Tuan Angga." dengan pergerakan tangan menyuruh Angga untuk menyentuh minuman yang telah berada diatas meja.
"Saya tidak punya waktu. Cepat katakan apa mau anda sebenarnya, Tuan Aditya."
Aditya bergerak, memajukan tubuhnya. Kedua tangannya ia tumpu diatas meja dengan mengaitkan jari-jarinya.
"Tidak banyak. Saya hanya ingin bertanya, dimana Maya?" katanya.
Mendengar itu, Angga mengerutkan dahinya heran. "Apa maksudmu?"
"Maya. Wanita yang kau rebut begitu saja dari ku. Dimana dia Angga?! Dimana Maya??" ujar Aditya lagi, yang kembali membuat Angga terheran-heran.
"Jangan konyol Aditya, jangan seakan-akan tak tau. Kau sendirilah yang membuang Maya. Dia.. wanita itu sampai datang menemuiku malam itu. Dia kehujanan, dimana rasa kemanusiaan mu Aditya? Kenapa kau setega itu padanya?! Dia itu istrimu!"
Mendengar penuturan Angga yang seakan-akan menyalahkan dirinya, membuat Aditya mengeraskan rahangnya tak terima.
"Tutup mulutmu itu, brengsek!! Kaulah yang harusnya sadar!! kaulah yang telah merusak rumah tanggaku dan Maya!! Kau!! Kau Angga!!"
Angga semakin mengerutkan kening dalam, "Aditya sadar!! Itu semua tidak disengaja, kami berdua mabuk saat itu! Maya bahkan telah mengucapkannya berkali-kali padamu, tapi kau bahkan tak mempercayainya!!"
Aditya tersenyum, dengan senyum yang mengangkat sebelah bibirnya. "Apa?!! Apa yang harus kupercaya?!! Maya bahkan mengandung karena itu."
"Kau bisa menggugurkannya!! Kalaupun kau tak ingin bayi itu. Tapi apa? Kau malah menceraikan Maya dan membuangnya begitu saja. Kenapa kau bisa se-"
"Aku telah menyuruhnya melakukan itu." Aditya berkata pelan, netranya menatap tanpa arah, seakan terbayang kejadian pada waktu itu.
"Tapi dia menolaknya." sambung Aditya menyelesaikan kalimatnya.
"Lalu? Kau menceraikannya? Begitu? Hanya karena penolakan itu?"
"Hanya?" Aditya mengernyit.
"Hanya anda bilang?? Anda bahkan tidak tahu rasanya, Tuan Angga. Bagaimana ketika mengetahui istri Anda sedang mengandung, tapi itu bukanlah darah daging Anda sendiri melainkan orang lain!!! Anda tak tahu itu!! Dan bisa-bisanya Anda mengatakan hal itu dengan sebuah kata 'hanya'??"
KAMU SEDANG MEMBACA
Something that can't be Tied
Teen Fiction[SELESAI] "Kita memang dipertemukan oleh semesta. Namun semesta juga lah, yang tak membiarkan kita untuk bersama.." -Alana Aurellia . . . "Nathaniel, kita.."