Usiaku Menuju 100 Tahun

1.4K 60 0
                                    


Bab 3 : Usiaku menuju 100 tahun

"Om, ngapain disini?" Aruna mengulang tanya.

"Om?" Dewandaru menyipitkan matanya menatap tajam pada Aruna. Detik berikutnya matanya menyala terang. Pria itu tersinggung dengan panggilan dari Aruna. Apa dunia yang ditinggali oleh Aruna tak mengajarkan adab?

"Di duniaku, seorang isteri akan memanggil kakang terhadap suaminya!" ungkap Dewandaru datar. Berusaha untuk tak marah menghadapi istri kecilnya. Matanya kembali meredup. Berusaha menjaga emosi.

Aruna tersenyum sinis, "di dunia aku, kita tuh bebas manggil orang dengan sebutan apa aja selagi sopan," balasnya tegas. Pria itu sungguh kolot dalam pemikirannya.

"Om dukun ya? Om kan' yang masang cincin ke aku?" tanya Aruna judes, terlihat kesal pada Dewandaru. Memperlihatkan jari jemarinya yang melingkar indah, sebuah cincin mewah yang anggun.

"Dukun?" tanya Dewandaru tak mengerti. Pikirannya bertanya-tanya mengapa istrinya tersebut memiliki kosakata yang tak mudah dipahami. Sepertinya dirinya harus memperdalam ilmu pengetahuan dunia manusia.

"Iya! Dukun. Makanya Om bisa masukin cincin ini ke tanganku? Bener kan tebakanku?" Aruna berspekulasi.

"Kalau Nyimas Aruna sudah tahu, kenapa harus tanya," tukas Dewandaru dengan ekpresi datar menetralkan rasa sedikit marahnya akibat dianggap dukun.

Meskipun sebenarnya Dewandaru pun tak tahu apa itu dukun? Mungkinkah dukun artinya pemaksa? Karena dirinya memang terbilang cukup memaksa pernikahannya dengan Aruna.

Aruna mendengus kesal dengan sikap laki-laki itu, "dengar ya Om baik-baik! Aku tuh bukan siapa-siapanya Om, jadi ngapain ngasih cincin itu ke aku!" protesnya bersemangat.

"Apa Nyimas Aruna lupa, bahwa malam itu,  telah menikah dengan Kakang!?" ucap Dewandaru mengingatkan, kedua matanya menyipit.

Aruna mendelik tajam, tak menyangka bahwa mimpi itu ternyata adalah nyata, pantas saja ada banyak hal yang aneh yang terjadi padanya. Dadanya terasa sesak dengan kenyataan yang terjadi.

"Tapi bagi aku, itu tuh seperti mimpi Om," keluhnya murung. Sungguh mimpi yang sial.

"Terserah Nyimas Aruna, yang jelas kita sudah sah menjadi suami istri," balas Dewandaru bermuka tembok.

"Enggak! aku masih kecil! belum mau punya suami!" tolak Aruna mentah mentah.

"Lalu kenapa saat itu menerima tawaran Kakang?" tanya Dewandaru dingin, penolakan berkali-kali dari Aruna terkadang melukai sedikit perasaannya.

"Itu kan cuman mimpi Om!" Sangkal Aruna. Gadis itu belum pernah merasakan pacaran ataupun memiliki kekasih. Ada rasa penasaran yang menggelitik tentang bagaimana rasanya jatuh cinta dan kasmaran.

Dewandaru menghembuskan nafas panjang, "Mimpi atau nyata, semuanya sudah terjadi. Cincin yang Kakang sematkan untuk Nyimas, sudah tersemat dengan kuat. Jadi menurut Kakang lebih baik Nyimas terima saja kenyataan ini," sarannya datar.

"What? Terima? Jangan mimpi Om? Om yang terlihat kuno dan ndeso ini dandanannya kayak orang apaan? mana aku mau, Om," Aruna mengutarakan pendapatnya tentang sosok Dewandaru.

"Kuno? ndeso? apa itu?" tanya Dewandaru semakin tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Aruna. Benar kata pamannya Dewandaru yang bernama Tumenggung Durajaya, bahwa setiap tahunnya dunia manusia melangkah pada perkembangan baru. Termasuk kosakata.

"Kuno, iya, kuno itu ... Ah... ! Intinya kita itu nggak mungkin berjodoh Om! lagipula, Om juga udah Om- om gitu kayak bapak-bapak! Nah aku, kan masih ABG," jelas Aruna.

"Apa itu om-om? Apa itu ABG?" tanya Dewandaru semakin pusing dengan kata-kata yang diucapkan oleh Aruna.

"Om itu artinya sebutan untuk bapak-bapak," jelas Aruna santai, meski sesungguhnya sedikit kesal dengan ketidaktahuan Dewandaru, namun Aruna cukup tenang dengan sikap Dewandaru yang cukup sopan, tak seperti sebelumnya, membuat Aruna takut pada pria itu.

"Bapak-bapak?" tanya Dewandaru mengerutkan keningnya. Bapak-bapak arti lainnya adalah tua?
Aruna mengangguk mantap.

"Aku masih muda, usiaku bahkan di bawah 100 tahun," cetusnya polos.

"Di bawah 100 tahun? yang bener aja, Om? Aruna tercengang dengan pengakuan Dewandaru, "aku lebih muda! aku masih 17 tahun! Mana bisa kita berjodoh, toh kita terlalu beda jauh umurnya," tutur Aruna meyakinkan pria itu.

"Menurut Kakang, itu tak masalah," sela Dewandaru santai, " lagipula, usia Kakang saat ini mungkin baru 90 tahun," ungkap Dewandaru terlihat memikirkan sesuatu.

Mata Aruna membulat, "90 tahun? buset! itu udah kakek-kakek kali! Aruna terperanjat dengan pengakuan Dewandaru. Tua banget.

"Jadi bener ya, Om itu dukun, ya! Berubah wujud jadi lebih muda dikit. Om itu orang pintar! ya pantas aja bisa pakai ilmu sihir gitu, itu ... Om nyadar diri dong, aku tuh masih 17 tahun, Om 90 tahun mana kita bisa berjodoh," cecar Aruna. Dirinya terus menyangkal tentang jodoh yang di sematkan oleh Dewandaru.

"Memangnya, apa salahnya jika kita berjodoh?" Dewandaru tak menggubris penyangkalan Aruna.

"Ya salah, lah! masa kakek-kakek sama anak ABG? kan nggak lucu! Gak serasi!" protes Aruna.

"Kakek-kakek? Kakang tidak setua itu Nyimas Aruna," Dewandaru tak terima dirinya dituduh sebagai kakek-kakek.

"Lah, Om sendiri yang bilang, kalau Om umurnya 90 tahun," Aruna membela sebab protesnya.

"Di duniaku, usia 90 tahun itu masih terbilang muda," ungkap Dewandaru datar.

Pffft ... Muda?!

"Muda dari Hongkong! diduniaku Om 90 tahun itu orang sudah mati," ledek Aruna.

"Jadi, Nyimas Aruna merasa bahwa Kakang itu sudah tua? tanya Dewandaru.

"Iyalah, tua banget Om," Aruna bersemangat mengingatkan pria itu.

Dewandaru terdiam sejenak, "tidak masalah, usia Kakang setidaknya bisa sampai 1000 tahun, kita masih punya banyak waktu untuk bersama."

"1000 tahun!? gila! Asal Om tahu ya! di duniaku 70 tahun saja, kadang sudah mati, boro-boro nyampe 100 tahun," tukas Aruna.

"Sudahlah Nyimas Aruna, jangan berdebat dengan Kakang, kedatangan kakang kemari adalah untuk mengatakan kepada Nyimas Aruna, bahwa jangan sekali-kali, Nyimas Aruna membuang cincin itu, atau akan terjadi sesuatu pada Nyimas Aruna," ancam Dewandaru serius.

"Om mengancam aku?" tanyanya merasa ditakut-takuti.

"Anggap saja seperti itu." Jawab dewandaru dingin.

"Tapi Om, aku tuh belum siap nikah, aku masih sekolah, belum kuliah, masa sudah pakai cincin nikah," keluh Aruna.

"Kakang akan menunggu Nyimas Aruna siap.
Kakang juga akan menunggu Nyimas Aruna sampai kuliah," balasnya tak keberatan. Tapi, apa itu kuliah? Dewandaru berpikir serius.

"Tapi, Om ... "

"Apa Nyimas Aruna mau bukti bahwa kita sudah menikah? atau Nyimas butuh bukti dari Kakang, bahwa kita sudah resmi suami istri?" tanya Dewandaru menggoda.

"Enggak, makasih! nggak usah," tolak Aruna mentah-mentah.

"Baguslah, kalau begitu, ayo Nyimas ikut dengan Kakang! kita pergi ke dunia Kakang," ajaknya.

"Hah!? Dunia Om? Yang kuno itu?!" Gadis itu terkejut dengan ajakan pria yang mengaku sebagai suaminya.

"Aruna!" pintu kamar di gedor dari luar. "Cepat buka pintu!" titah Nok. Sang bibi yang bawel.

Aruna terkejut, "Om! Pergi dari sini!" usirnya panik. Sedangkan Dewandaru tak sedikitpun panik.

Namun detik berikutnya, pintu pun terbuka lebar dibukakan paksa, "kamu! Ngapain aja kamu disini!" teriak sang bibi berkacak pinggang. Matanya seketika membulat saat melihat sesuatu di belakang Aruna.

"Apa itu, Aruna?!" tanyanya terkejut.

Membuat Aruna mematung kaku.

Waduh! Ketahuan?

Bersambung ...

Stamplat, Garut perbatasan, 19 November 2021








Dinikahi Siluman UlarWhere stories live. Discover now