22. I Love You Too

415 55 39
                                    

Kritik dan sarannya ❤
________________________


Di ruangan serba putih, bau khas rumah sakit menyeruak ke lubang hidung. Sunyi hanya dentingan jam mengisi keheningan. Pulang sekolah aku kembali lagi ke rumah sakit menemui Firly, sembari membawa buah-buahan untuknya. Kali ini aku tidak bisa memberikannya makanan ringan, dia harus tetap menjaga kesehatannya.

Ibunya Firly bilang, barusan Firly drop. Perutnya sakit dan terus muntah-muntah bahkan tak jarang dia ke kamar mandi untuk buang air besar. Sekarang aku di sini menatap manusia yang terpejam. Aku gantian menjaga Firly, sedangkan ibunya istirahat karena dia juga perlu energi untuk melayani anaknya.

Ibunya Firly sendirian, ayahnya sibuk bekerja. Firly termasuk anak tunggal, tentu anak semata wayang pasangan itu. Aku berharap Firly cepat sembuh.

"Lo gak bosen?" tanya Gandum yang duduk di sofa.

Aku menatap padanya. "Lo sendiri, gak bosen ngikutin gue?"

"Ya, gue harus ngikutin Lo lah!"

Aku mengembuskan napas, bagaimana pun Gandum adalah hantu. Kakekku sebelum dia meninggal, beliau berpesan berpura-pura tidak melihat mereka karena aku memiliki satu energi yang membuat mereka tertarik dan akan terus mengikutiku. Ternyata ucapannya benar, Gandum terus saja mengikutiku bahkan hantu di rumah sakit ini terus menggangguku sedari tadi.

"Heh! Jangan deket-deket Lo!" teriak Gandum saat ada hantu mendekatiku yang terduduk di lantai, hantu itu seperti perawat rumah sakit. Namun, cara berjalannya mengesot.

Ya, ada bagusnya juga Gandum mengikutiku. Aku berharap dia tidak pergi dan menjadi pengawal gaibku selamanya. Andai saja, tetapi sayangnya keinginannya adalah pergi setelah bertemu dengan ibu kandungnya.

Terdengar erangan kecil dari Firly, aku tersadar dan menatap cemas pada Firly. Tak lama mata sayu Firly terbuka.

"Firly, Lo mau minum?" tanyaku.

Firly menatapku dengan alis menyatu. "Nash, gue pengen minum."

Aku segera memberikannya air minum yang terdapat sedotan di nakas, lantas memberikannya ke pada Firly. Aku menatap sedih padanya, stadium 3 bahkan hampir mendekati stadium 4 dia sudah sangat menderita. Sejak kapan di menderita penyakit aneh ini?

Setelah selesai memberi Firly minum, aku meletakkan kembali gelas itu di nakas.

"Katanya sama Ratih?" tanya Firly.

"Iya, tadi gue ngajak Ratih, tapi dia kepilih buat lomba Geografi, gue gak bisa maksa dia, dia harus ekstra belajarnya."

Firly mengangguk sebagai balasan. "Gimana keadaan sekolah?"

Aku menceritakan semua kejadian di sekolah selama Firly tidak masuk, bahkan kita mengobrol ngalor ngidul dan hal-hal random lainnya. Bahkan terkadang Firly tertawa dengan ceritaku dan kejadian yang menimpaku.

Setelah beberapa lama, terdengar suara ketukan pintu diiringi salam membuat obrolanku terhenti, tak lama muncul ibunya Firly dan diikutin seorang pria dewasa.

"Nash, kakakmu nyariin," ucap ibunya Firly.

Aku beranjak. "Kak, kenapa gak nelpon aku?"

"Kakak, udah nelpon dari tadi kenapa gak diangkat?"

Seketika aku melihat ponselku. Benar saja terdapat 14 panggilan masuk dan itu tak terjawab karena ponselku mode silent. Aku meringis, aku lupa menghidupkan kembali.

"Untung aja ibu ketemu sama kakakmu." Ibunya Firly tersenyum.

"Makasih, Bu. Kalau begitu aku pamit pulang," ucapku pada ibunya Firly, lantas menatap anaknya yang masih di ranjang. "Firly, semoga cepet sembuh."

Firly tersenyum dan mengangguk, terlihat bibirnya bergumam kata 'Aamiin'. Kak Nashrul juga pamit dan mencium tangan ibunya Firly.

"Nashita!" Firly memanggilku.

Aku mendekat pada Firly setelah mendapat kode darinya, sedangkan kak Nashrul keluar lebih dulu, lalu Firly menyuruh untuk membisik ke telingaku.

"Nash, gue siap, kok jadi kakak ipar lo." Dia terkekeh.

Aku cengengesan mendengar ucapan Firly. "Matamu Firlot," imbuhku merasa tergelitik membayangkan Firly menjadi kakak iparku, akan sangat aneh.

"Ya, udah gue pamit, yah," pamitku pada Firly, lalu mencium tangan ibunya sebelum mengucap salam dan pergi.

***

"Kak, kenapa Lo bisa nemuin ruangan Firly?" tanyaku penasaran sepertinya dia marah karena menunggu terlalu lama.

Kak Nashrul menceritakan semuanya, dia kesal karena menunggu cukup lama di luar rumah sakit, nomor yang sedari tadi ia panggil tidak kunjung terjawab. Akhirnya dengan terpaksa kak Nashrul mencariku ke dalam dan menanyakan ke resepsionis ruangan yang ditempati oleh orang bernama Firly, sebelumnya memang aku yang memberi tahunya untuk pergi menjenguk Firly jadi dia tahu yang sakit itu adalah Firly.

Kebetulan di situ, ibunya Firly melintas dan mendengar anaknya disebut. Ia pun bertanya kepada kak Nashrul, lalu kak Nashrul menjelaskan bahwa dia adalah kakakku untuk menjemput, tanpa ragu lagi ibunya Firly menunjukan ruangannya berada, Hinga akhirnya aku dan kak Nashrul bertemu.

Seketika rasa bersalah menyerangku, ini semua gara-gara ponselku dalam mode sunyi. Ketika di sekolah semua ponsel di kumpulkan dan aku tidak ingin ponselku bersuara maka dari itu ponselku dalam mode hening.

"Maaf, deh kak ... Jangan marah, yah," ucapku memohon.

Tidak ada balasan darinya atau mungkin dia tidak mendengar karena kita berada di jalan raya, sesekali aku membenarkan helm yang miring karena terpaan angin. Saat di lampu merah kak Nashrul berhenti menjalankan motornya, netraku menyapu setiap pengendara.

Silvia Mangata

Aku terbelalak kala alat penglihatan menangkap sebuah baliho bertuliskan 'Silvia Mangata colection' sebuah papan promosi pakaian dengan model yang bagus, seketika aku teringat dengan ibunya Gandum. Apakah ini petunjuk bagiku?

Tak lama motor kak Nashrul melaju lagi, tetapi aku tetap menatap lekat-lekat baliho itu mengingat-ingat tempat ini, besok aku akan ke sini lagi untuk memastikan. Berharap baliho itu belum di cabut.

***

Hari telah berganti, setelah pulang les aku langsung pergi ke tempat di mana aku menemukan baliho bertuliskan nama ibunya Gandum. Beruntung setelah sampai di tempat baliho itu masih ada terpampang jelas di sebrang jalan.

Aku berlari untuk menyebrang.

"Nashita!" teriakkan Gandum, lantas aku berhenti berlari.

"Lo, jangan ceroboh ini di jalanan ... Lo mau kayak gue?" omel Gandum.

Aku melihat sekeliling, ramai. Ternyata semakin malam semakin bising kendaraan lalu lalang, aku cengengesan pada Gandum sembari menggaruk kepalaku.

"Gue gak sabar pengen liat."

"Kalau Lo kenapa-napa, gue gak bisa nolong Lo, jadi Lo harus hati-hati!"

"Iya, iya hantu gantengku."

Gandum tersenyum mendengar kata yang kulontarkan. Ya, aku tahu dia kebawa perasaan alias baper.

Kita berdua berdiri di sisi jalan raya untuk menyebrang menunggu lampu merah menyala, tak butuh waktu lama lampu sudah berubah merah dan semua pengendara berhenti dengan teratur. Aku dan Gandum menyebrang bersama, walaupun orang-orang bisa menembus Gandum. Hanya aku yang bisa melihatnya.

Kita sampai di baliho berwarna pink cerah itu, sepertinya Silvia Mangata ini seorang desainer, terdapat butik yang katanya sudah terkenal. Kok, aku tidak tahu?

"Nama nyokap Lo ini, 'kan?" tanyaku pada Gandum.

"Namanya emang bener, emang Lo yakin orangnya sama?" tanya Gandum.

"Ya, siapa tahu aja ... Kita cari tahu!" Kemudian aku menelisik alamat yang tertera di sana. "Jalan I love you!" seruku.

"I love you too!"



TBC

07/06/22<3

Hantu GalauTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon