42. Sorry Heart

7.7K 968 75
                                    

Sebulan ini rasanya sungguh menyiksa. Kepala Ola serasa akan meledak karena memikirkan cara untuk berkata jujur pada Javas dan keluarganya.

Hingga dua minggu lalu ia memutuskan untuk mengungkap segalanya sekaligus mengakhiri apa yang sedang ia jalani.

Namun, itu sangat sulit. Terutama karena Javas selalu bersikap baik. Lelaki itu benar-benar menunjukkan keseriusannya pada Ola.

Bodoh kalau ada yang rela melepas lelaki seperti Javas dengan mudah. Jika ingin egois, Ola mau tetap berada di sisi lelaki itu. Ia rela bungkam dan memulai lembaran baru kehidupan tanpa menengok pada masa lalu.

Tapi tidak bisa. Itu hanya akan menyiksanya. Kebohongan itu juga akan menghancurkannya di masa depan.

Maka, setelah berpikir masak-masak, Ola yakin untuk menyingkir sekalian. Hanya saja, gadis itu tidak tegan jika harus meninggalkan Javas begitu saja. Ia pun tak mampu haru mengatakan selamat tinggal secara langsung.

Disitulah ide untuk memberi perhatian lebih pada lelaki itu muncul. Ola hanya ingin berterima kasih dan menciptakan kenangan akhir yang indah untuk mereka berdua.

Puncaknya beberapa menit lalu. Ia dengan berani mengecup bibir Javas. Sebuah aksi yang juga bagian dari salam perpisahan.

Di halaman rumah mata Ola menatap nanar punggung lebar Javas yang menjauh. Air matanya luruh begitu saja.

"Selamat tinggal, Mas Javas," gumamnya.

Sesak dada Ola saat ia masuk rumah dan melihat koper besarnya telah siap di depan pintu kamar.

Diam-diam gadis itu telah berkemas. Untung dia tidak punya banyak barang. Dua koper cukup untuk menampung pakaian serta buku-bukunya.

Gadis itu memeriksa jam. Ia bergegas ganti pakaian. Kemudian mengunci pintu.

Meski berat, gadis itu meletakkan paper bag berisi kue buatannya semalam. Juga, ada surat serta kunci di dalamnya.

Langkahnya cepat begitu keluar dari halaman rumah. Gadis itu menatap ujung jalan. Sebuah mobil sedan terparkir di sana, menunggunya.

Tekad Ola sudah bulat. Begitu ia masuk ke dalam mobil, gadis itu akan meninggalkan semua kenangannya di tempat ini.

"Kamu yakin?" Itu pertanyaan yang ia dapat ketika memasuki mobil.

"Yakin mbak," ucapnya tegas pada Mbak Ina, istri Pak Jono.

Mbak Ina satu-satunya yang ia percaya untuk mendengarkan masalah Ola. Gadis itu juga meminta Mbak Ina mengantarnya ke halte shuttle di pusat kecamatan.

"Belum terlambat buat kamu batal pergi," tutur wanita beranak satu itu.

Kepala Ola menggeleng, "semuanya akan jadi lebih rumit kalau saya tetap tinggal, Mbak."

Tak ada yang bisa dilakukan Mbak Ina. Ia telah membujuk Ola untuk mengurungkan niat pergi sejak minggu lalu. Namun, gadis itu sudah mantap dengan keputusannya.

"Loving me can hurt you." Ola membatin seiring mobil yang melaju di jalanan desa.

.
.
.

Ola tidak akan pergi begitu saja. Ia masih punya satu hal lagi untuk diselesaikan.

Sampai di kota, ia menaiki taksi menuju rumah berlantai dua yang belakangan sering dikunjunginya.

Rumah penuh kasih itu telah memberikan banyak kenangan indah bagi gadis tersebut.

Langkahnya sangat berat begitu membuka pintu mobil. Gadis itu meminta sang sopir menunggu sebentar. Sementara ia menemui sang pemilik rumah.

Imperfect Perfection (Complete)Where stories live. Discover now