(3) Tatu Widyati

12 3 1
                                    

Menanti Kau Merah
(Karya : Tatu)

Sudah berat kelopak mataku. Aku terus melantunkan do'a dalam hati berharap segera terlelap. Perlahan pandanganku merendah. Jendela di hadapanku tinggal setengah, dan yah terpejam juga. Rasanya ada sesuatu di leherku. Ah aku ingat, ini selimut. Mungkin selimutku memang agak berat. Hah, kenapa semakin berat? Kubuka mata dan mencoba bangun. Sulit, semakin berusaha bangun semakin sesak. Aku tercekik. Kuatur nafas perlahan. Sesuatu di leherku mengendur. Seakan sebagai gantinya, ada yang menempel di punggungku. Lalu ada tekanan seperti jemari mulai mencengkram punggungku yang membuat ngilu tulang rusuk. Aku hanya bisa menatap langit-langit kamar dan dinding. Ini benar kamarku, ada jendela dan pintu di hadapanku. Tetapi aku tidak bisa melihat diriku sendiri. Tubuhku mendadak lumpuh. Gawat, ini pasti tertindih! Aku benar-benar harus segera sadar, karena ini alam bawah sadar. Lantunan do'a terus kuucap tapi, tidak terdengar sedikit pun suara. Arrgh.... Ingin teriak! Nafas semakin sesak. Kupaksakan untuk melawan dengan seluruh rasa ngilu di setiap buku-buku tulangku hingga...

"Hah, hah, hah..." aku terengah-engah. Segera kubangunkan tubuhku dan terduduk.

Jendela kamarku sedikit terbuka. Taman terlihat sepi tanpa anak-anak yang sering berlarian di sana. Bulan kini sedang purnama. Raungan anjing memecah keheningan malam. Tidak lama anjing-anjing berdatangan. Begitu jelas karena langit nampak cerah. Perlahan cahaya di luar sedikit berubah. Rupanya mereka menanti datangnya bulan yang kini nampak memerah. Samar-samar suara gesekan kayu dan bebatuan semakin menjelas. Sebuah kereta kencana berhenti tepat di hadapan jendelaku. Ah tidak, aku belum bangun.

Sukabumi, 02 Juni 2022

Ig @tatuwidyati

Games Nulis Temen KareyWhere stories live. Discover now