02 : A Hug

3.4K 446 88
                                    

"Pak Byan!"

Sejujurnya saat masih awal pernikahan, Jihan memanggil Byan dengan sebutan Bapak layaknya di sekolah. Ya namanya juga kebiasaan, dan saat itu memang dirinya masih cukup sulit menerima kenyataan ini. Because this is not easy.

Dan hari ini terulang. Jihan memanggil Byan dengan sebutan bapak padahal mereka tengah di luar lingkungan sekolah. Byan sangat tidak suka itu, sedangkan Jihan mau tak mau harus melakukannya karena mereka sedang berada di tempat umum.

Berbeda dengan Byan yang cenderung tidak peduli, Jihan malah punya banyak ketakutan. Bagaimana jika saat dirinya memanggil Byan dengan sebutan mas, seseorang yang mengenal mereka ternyata mendengarnya. Entah itu teman sekolah, teman Byan apalagi teman dekat Jihan. Dirinya begitu resah hingga pikiran-pikiran yang tidak baik mengumpul di benak.

Jihan kesal karena panggilannya diawal dihiraukan. "Pak Byan!" sentaknya.

Byan menoleh. "Iya, siapa?"

Mata Jihan sontak melotot kesal. "Pak Byan gak usah pura-pura hilang ingatan deh."

"Oh, kamu murid yang sering terlambat itu, kan? Ngapain di sini?"

Shit. "Mas jangan berdrama cuma karena aku manggil mas dengan sebutan bapak deh. Gak asik tahu."

"Kamu kan, yang mulai duluan."

Jihan melirik ke sekitar, syukurnya aman. "Ya tapi kan, tujuan aku bukan gitu. Aku cuma jaga-jaga aja takut di sini ada yang kenal kita. Masa gitu doang baperan sih."

"Siapa?"

"Bapak lah."

"Yang tanya."

Kalau bukan karena dia adalah suami dan guru, sudah pasti sebuah umpatan telah keluar dari mulutnya. Jihan mendengus sebal tanpa dipedulikan.

"Ayo!"

"Kemana?"

"Bayar pesanan terus pulang."

*****

Jihan belum pandai memasak, jadi soal makan mereka lebih sering membeli. Byan juga tidak terlalu ambil pusing mengingat berapa usia gadis yang dia nikahi. Dan selama ia masih sanggup untuk membeli, kenapa dirinya harus keberatan?

Tapi,

Tetap ada tapinya. Byan tidak akan membiarkan Jihan tidak belajar soal itu karena bisa memasak juga penting.

"Aku siapin piringnya ya."

"Saya ke kamar dulu, kamu boleh makan duluan kalau saya lama."

"Mau ngapain?"

"Ganti baju."

"Oh, oke."

Jihan pergi ke dapur berlawanan arah dengan suaminya. Di sana dia menyiapkan dua piring dan dua sendok di atas meja untuk wadah nasi goreng yang sudah mereka beli tadi. Selain itu, mereka juga membeli fried chicken dan es boba sebagai tambahan menu, yang mana semua itu adalah keinginan Jihan.

"Loh, belum makan?"

"Gak enak kalau makan duluan."

"Saya kan, udah bilang boleh."

"Tetep aja gak enak."

Byan menarik kursi di samping istrinya dan duduk di sana. Ternyata nasi goreng yang sudah mereka beli tadi tinggal Byan makan saja. Bungkusnya sudah Jihan bukakan ketika dia masih di kamar.

"Mas mau kopi?"

"Gak, nanti saya susah tidur."

"Susu?"

Married With TeacherWhere stories live. Discover now