4• Sudahkah Bersyukur?

1.7K 262 309
                                    

"Kalau dirasa cukup, maka jangan di paksa. Ingat perjuangkan apa yang pantas, sisanya ikhlaskan."

❥˙Happy Reading ❥˙

Dengan rasa gondok yang terus-menerus membuatnya kesal setelah mengalami insiden tadi siang. Mood-nya semakin hancur, rasanya ia ingin menghilang saja dari permukaan bumi. Lelaki memang menyebalkan.

"Gila ya, tuh cowok. Udah nabrak mobil gue sekarang dia kabur!"

Setelah melewati perjalanan yang panjang, gadis itu kini mulai menghentikan mobil di sebuah perumahan di daerah Jakarta Utara. Sebelum masuk ia sudah menghela napas terlebih dahulu sebelum menjelaskan tentang apa yang terjadi hari ini.

Terlihat seorang pria putih, berperawakan jangkung keluar dari pintu rumah yang nuasanya sangat begitu mewah. Lelaki itu keluar lalu menatap kearah mobil Shaqueen yang baru saja datang.

Ia melihat raut kesal di wajah sang adik, apalagi pada saat Shaqueen membanting pintu mobil begitu kencang. Dan hal itu semakin membuat Rama—kakanya, mengerenyitkan keningnya heran.

"Kenapa?" tanya Rama

Shaqueen hanya mendelikan matanya. "LO GAK LIAT GUE KENAPA?" bentak Shaqueen.

Rama hanya menggelengkan kepalanya, tanda bahwa dia memang sama sekali tidak mengetahui maksud dari sang adik. "Lo hidup." jawabnya seadanya.

"Bukan gitu, bang Rama!"

Rama berdecak, adiknya ini kenapa? Padahal, ia sedang bertanya dengan baik-baik, tapi anak itu malah begitu sensi. Aneh.

"Ya terus? Ini kan gue nanya, masa lo balik nanya sih!"

"Emang ya, cowok itu gak pernah peka, gak bertanggung jawab, nyebelin!" grutu Shaqueen sembari mendorong kasar bahu Rama.

Tindakan dan ucapan Shaqueen kali ini benar-benar membuat Rama tak habis pikir, anak itu baru datang tetapi sudah marah-marah tidak jelas. Ternyata benar kata orang-orang, tidak ada yang lebih rumit, dan se-menyebalkan itu menghadapi mood swimming seorang perempuan.

"Lo gak gila kan, de? Mau gue bawa ke RSJ gak? Gapapa gue lagi gak sibuk kok, ayok, gue anter lo ke sana," ucap Rama sembari tertawa lepas.

Berbeda dengan Shaqueen yang wajahnya kini semakin memerah. Ia mengeratkan genggamanya tangannya. Lalu kembali menarik napasnya kasar.

"GUE LAGI GAK BERCANDA BANG RAMA!"

Melihat raut wajah adiknya, membuat Rama semakin gencar untuk membuat gadis itu semakin kesal. Bagi Rama, tidak ada hari yang menyenangkan, selain membuat adik satu-satunya itu kesal.

"Lo tadi bilang semua cowok itu sama. Nyebelin, nggak bertanggung jawab, dan nggak pernah peka?" tanyanya, dengan menirukan gaya bicara adiknya. Shaqueen yang sudah jenggah hanya mengangguk, toh memang betul iya, kan?

"Berarti gue sama ayah juga gitu, dong?"

"Iya, kecuali ayah. Lo sama Aksa sama. Sama-sama nyebelin dan nggak pernah peka!"

"Oh iya bang, satu lagi—" ia menjeda ucapannya, lalu melempar asal kunci yang sedari tadi ia genggam, lalu ia lemparkan begitu saja ke arah Rama. "—tolong servisin mobil dong. Tadi ketabrak sama cowok gila," lanjutnya sembari berlenggang pergi kearah tangga.

Mendengar pernyataan dari Shaqueen membuat  Rama geming di tempatnya. Butuh satu menit ia bergelut dengan isi kepalanya. Namun sialnya, ia malah ikutan seperti orang gila saja. Sampai akhirnya, suaranya kembali menyeruak hingga berhasil membuat sang empunya menghentikan langkah.

"Ditabrak orang gila? Emang orang gila punya kekuatan super gitu sampe-sampe bisa nabrak mobil tu bocah? Atau nggak, dia yang nabrak orang gila itu?" tanyanya kepada diri sendiri.

JevianWhere stories live. Discover now