17. Dia yang Kembali

1K 132 88
                                    

Sebelum atau setelah kalian membaca cerita ini, aku cuma bilang; Jangan lupa meninggalkan jejak, meski hanya sekedar vote juga gapapa, aku sangat berterimakasih. Tetapi,  jika kalian ingin melakukan hal lebih, aku berkali-kali senang dan sangat-sangat berterimakasih. Karena, hal itu sangat berharga bagi aku selaku penulis.


 Karena, hal itu sangat berharga bagi aku selaku penulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Dia bisa seenak jidatnya datang dan pergi. Tanpa peduli pada luka seseorang yang sering kali ia tinggalkan tanpa sebuah alasan yang pasti. Tidakkah cukup luka yang sempat membiru kala itu wahai seseorang yang tidak punya hati?"


˙❥ Happy reading ❥˙
______________________________

Setelah turun dari motor, Shaqueen memilih untuk pamit ke kelas terlebih dahulu, meninggalkan Jevian yang masih sibuk berbincang dengan beberapa orang di parkiran. Meski Jevian sempat menahannya untuk berdiam sebentar, namun ia lebih memilih untuk pergi. Ia tak terlalu suka keramaian.

Dengan langkah yang pelan, sesekali Shaqueen berhenti ketika ada beberapa guru yang menyapa. Lalu, ia kembali berjalan dengan pandangan yang berlarian kemana-mana, hingga ada satu objek yang berhasil menarik atensinya.

Ia berjalan ke arahnya, dengan perasaan yang tiba-tiba perih. Senyumannya perlahan memudar pada saat ia mengambil salah satu pot bunga yang berada di depan ruang kesenian. Meski sesak, ia tetap mengamati setiap kelopaknya, lalu ia hirup aroma wangi bunga tersebut dengan perasaan yang semakin sesak. Jangan tanya mengapa ia melakukan itu. Sebab, hal tersebut selalu ia lakukan sewaktu dulu— ketika Bundanya masih ada di rumah.

Ia ingat betul, bahwa bundanya begitu menyukai bunga ini. Karena setiap pagi, pasti Helena selalu menyiramnya sembari bersenandung kecil dengan raut wajah ceria. Hal itu, berhasil membuatnya bertanya-tanya mengapa bundanya begitu menyukai bunga itu.

"Bunda, kenapa bunda suka bunga krisan putih?" tanya Shaqueen kecil.

Helena yang sedang menyirami bunga langsung menoleh ke arah putri kecilnya. Ia tersenyum, lalu meletakan semprotan air ke bawah tanah. "Karena bunga krisan putih itu memiliki simbol cinta yang murni, kepercayaan, kesetiaan dan juga ketulusan. Bunda ingin bunga ini hidup di setiap sudut rumah, agar cinta dan ketulusan terus-menerus tumbuh di sekitaran kita."

Mengingat sepenggal pembicaraanya dengan sang bunda kala itu, membuat Shaqueen ingin tertawa terbahak-bahak. "Bunda nggak pantes menyukai bunga itu lagi. Karena begitu kontras untuk orang yang udah menghapus kata kesetiaan dalam simbol bunganya. Buktinya Ayah sama bunda bercerai juga, kan? Oh iya, ada yang ajaib tahu, Bun. Setelah kalian mutusin untuk bercerai. Bunganya pun ikut gugur, tepat setelah ketukan palu tanda kalian resmi bercerai. Mungkin bunga itu paham, bahwa di rumah udah nggak ada lagi yang namanya Cinta, kepercayaan, kesetiaan, dan juga ketulusan," ucapnya sembari tertawa getir. Meski beberapa detik setelahnya ada yang jatuh dari pelupuk matanya. Ia menangis. Namun tak lama, ia segera menyekanya.

JevianWhere stories live. Discover now