6

7.9K 285 2
                                    

Jangan lupa di vote, koment, dan follow akun Wp aku ya🐼

Gimana kabarnya?

H A P P Y R E A D I N G

***

Sisil keluar dari kamar milik menantunya itu dengan perasaan dongkol, wajahnya sangat kentara sekali jika wanita parubaya itu tengah sangat kesal.

"Kenapa, ma?" Regan yang baru saja menaruh gelas bekas minum Asha tak sengaja melihat ibunya yang tampak emosi di sofa. Laki-laki 30 tahun itu mendekati sang ibu.

Sisil menatap putra sulungnya, lalu beralih menyuruhnya duduk di sofa kosong di sampingnya.

"Raja di mana?" Sisil bertanya. Regan menggeleng pertanda tidak tahu.

"Akh, kemana lagi anak itu." Kesal Sisil, ia berdiri membuat Regan ikut berdiri.

"Ma, sebenernya kenapa?" Tanya Regan. Bukannya menjawab Sisil malah menghampiri pelayan yang berjalan keluar rumah.

"BI Ijah!" Perempuan dengan pakaian hitam putih itu menoleh pada nyonya besarnya.

"Eh, iya nya? Kenapa nya?" Tanya Ijah menghampiri Sisil tak lupa ia juga menunduk. Regan hanya menatap mereka.

"Mau kemana kamu?" Tanya sisil bersedekah dada.

"Mau ke supermarket, nya. Mau belanja bulanan." Ujar Ijah gugup. Bagaimana tidak gugup ini adalah pertama kalinya Sisil bertanya padanya.

"Suruh perempuan miskin itu yang belanja bulanan, kamu kembali ke dapur." Ujar Sisil, Ijah menatap majikannya itu.

"Tapi ny--,"

"Gak ada tapi-tapian, sekarang turuti perintah saya atau kamu saya pecat." Ijah langsung mengangguk.

"Iya, nya." BI Ijah berlari terbirit-birit menuju kamar belakang yang ditempati pelayan-pelayan yang ada di rumah keluarga wijaya. Tapi, sekarang menantu mereka turut menempati kamar yang harusnya ditempati para pekerja.

Tok tok tok

"Mbak Luna, mbak di dalem kan?" Bi Ijah mengetuk pintu. Tak lama setelah itu keluar gadis cantik yang terlihat habis menangis.

"Eh, mbak Luna habis nangis, ya? Aduh, mbak kenapa? Ada masalah ya?" Tanya bi Ijah beruntun. Luna menggeleng.

"Enggak, ja. Saya gak papa cuman kangen bibi sama paman aja di kampung." Ujar Luna berdusta. Bukan itu penyebab menangis melainkan perkataan mertuanya tadi yang menyakiti hatinya.

"Oh ijah kira kenapa mbak," lega bi Ijah. Luna tersenyum. Dari banyaknya pelayan di rumah ini hanya bi ijahlah yang menyukainya. Karna bi Ijah sudah menganggap Luna kakaknya.

"Oh ya? Kamu kenapa ke sini ja?" Tanya Luna.

"Itu mbak, nyonya Sisil nyuruh mbak buat belanja ke pasar." Ujar bi Ijah tidak enak. Luna mengangguk.

"Yaudah, ja. Biar aku aja yang ke supermarket, mana catatan belanjaan nya? Biar aku beli." Bi Ijah memberikan catatan bahan yang perlu di beli dengan perasaan tidak enak.

"Ini, mbak. Mbak Luna beneran gak papa?" Tanya bi Ijah khawatir. Luna menggeleng dan hanya menampilkan senyum manisnya.

"Gak papa, ja. Yaudah aku siap-siap dulu ya? Mau belanja." Ujar Luna membuat Ijah segera mengangguk dan pergi dari sana.

Luna Segera mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lain. Yang agak menutup perutnya.

"Besok kita periksa kedokter ya, nak? Bunda harap kamu sehat-sehat sampai kamu bisa melihat dunia."

LUNA (on Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang