Selalu ada tempat di mana jadi rumah terakhir untuk pulang.
Jian, Jean, dan Juan: nggak ada jalan yang mulus untuk terus sama-sama. Berantem seringkali jadi bumbu manis di sini.
******
Jian: posisi gue di sini sebagai wasit kalau Jean dan Juan baku...
Cerita ini merupakan spin off dari ceritaku yang berjudul Dia yang Tak Kasat Mata. Alurnya berbeda karena ini versi genre Fiksi Remaja.
Tidak terlalu berhubungan namun ada beberapa part yang sedikit menyinggung ke cerita itu. Kalian bisa baca itu dulu atau mau langsung baca yang ini juga nggak apa-apa. Kalian akan tetap mengerti jalan ceritanya kok.
Word building: terdapat nama-nama kota yang mungkin nggak ada atau nggak pernah didengar.
Selamat memasuki universe 3J. Ketiga sahabat itu akan menghibur kalian di sini. Penasaran bukan bagaimana kelanjutan kisah Jian-Ghea, Jean-Ayra, dan Juan-Citra?
SELAMAT MEMBACA SEMOGA SUKA!
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jian melepaskan helm yang dipakai oleh Ghea. Keduanya baru saja tiba setelah menghadiri pesta ulang tahun teman sekelas Ghea. Tangan Jian bergerak untuk merapikan helain rambut gadis itu yang sedikit acak-acakkan karena memakai helm.
"Makasih, Jian," ucap Ghea mengulum senyumnya.
"Sama-sama, langsung bersih-bersih habis itu istirahat," suruh Jian.
Ghea mengangguk. "Lo langsung pulang, kan?"
Jian menggeleng. "Mau ke rumah Keenan dulu, latihan sebentar."
"Nggak capek memangnya?"
"Nggak, kan capeknya udah hilang habis ketemu lo."
Jian menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. Matanya menatap Ghea sedangkan yang ditatap tidak mengindahkannya sama sekali.
"Ghea," panggil Jian.
"Hm," jawab Ghea tanpa menatap Jian.
"Gue di sini, Ghe."
Ghea terpaksa menolehkan kepalanya. Kedua mata coklatnya langsung bersitatap dengan manik mata hitam legam milik Jian. Ghea menahan nafasnya, tatapan Jian begitu dalam sampai-sampai Ghea merasa tatapan itu menerobos pikirannya.