4

3.9K 845 52
                                    

Happy reading, moga suka.

Luv,
Carmen

_________________________________________

Stephanie menghabiskan sepanjang siang dengan membaca novel roman di balkon kamarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Stephanie menghabiskan sepanjang siang dengan membaca novel roman di balkon kamarnya. Di London, cuaca masih sangat dingin dan lembap tetapi di sini, musim seminya indah dan lumayan hangat, dengan pemandangan spektakuler Danau Como yang terkenal. Pihak hotel ini terlalu baik dan bermurah hati sehingga mengupgrade kamar Stephanie tanpa ia minta dan bahkan memberikannya suite dengan pemandangan yang luar biasa. Ia mengira-ngira berapa harga suite ini satu malam. Pantas saja tadi Angeline mencak-mencak.

Karena perutnya lapar dan jam makan siang juga sudah mulai lewat, Stephanie memasan semangkuk pasta untuk diantar ke kamarnya. Ia tidak begitu suka makan sendirian di restoran, jadi ia memilih layanan kamar. Dan Angeline memang benar. Harga makanan itu selangit. Tidak heran memandang jenis klien yang biasa tinggal di sini, mereka sudah pasti berkantong tebal jadi harga seperti itu tentu saja wajar. Lagipula makanannya enak dan pelayanannya juga bagus. Stephanie bahkan menerima sebotol anggur sebagai complimentary drink. Ia lalu menikmati makan siangnya dengan santai, ditemani anggur merah dan pemandangan danau yang teduh menyejukkan. Setelah menghabiskan dua gelas wine, ia merasa hangat dan juga rileks. Lalu memutuskan untuk tidur sejenak.

Stephanie bangun ketika hari sudah beranjak sore. Ia merasa segar setelah tidur yang nyenyak dan mandi yang lama lalu memutuskan untuk menikmati sore indah itu sambil berjalan-jalan di taman kastil. Ia mengenakan jins tua yang nyaman, sweater berlengan panjang dan sepatu larinya lalu keluar. Saat mencapai taman, ia menghirup udaranya yang segar dan harum oleh bebungaan yang mekar di sekitarnya. Stephanie hanya berjalan-jalan di sana, menikmati sejuknya udara yang mulai menyelimuti tempat itu ketika matahari semakin turun.

Ia berjalan bolak-balik menyusuri jalan-jalan di taman itu, yang menyerupai maze raksasa sehingga terkadang Stephanie takut kalau kastil itu sudah lenyap dari pandangannya. Tempat ini sangat indah, menenangkan tanpa suara-suara kendaraan yang berisik, semacam ketenangan sunyi yang membuat Stephanie terlena. Ia akhirnya tiba di sebuah pergola indah dan memutuskan untuk duduk di bangku di bawah pergola tersebut sambil menikmati matahari yang mulai terbenam. Ini adalah jenis tempat yang Stephanie impikan untuk melangsungkan pernikahannya tapi tentu saja, ia tidak akan mampu membayar tempat semewah ini. Paling-paling jika ia menikah nanti, keduanya hanya akan mendatangi kantor catatan sipil di London.

“Kupikir kau pergi bersama kakakmu dan teman-temannya malam ini.” Sebuah suara maskulin menyentak Stephanie dari lamunannya. Ia menoleh dan melihat Alessandro melangkah di bawah cahaya bulan, sosoknya yang indah tampak cocok dengan tempat ini sehingga untuk sesaat Stpehanie hanya terdiam mengagumi pria itu.

“Boleh aku duduk di dekatmu?” tanya pria itu lagi saat dia berdiri di hadapan Stephanie, menunggu izin Stpehanie untuk memperbolehkannya melangkah ke dalam pergola.

“Ya, tentu saja.” Ia dengan cepat mengangguk dan bergeser ke tepi bangku, menyedikan tempat duduk yang luas bagi pria itu.

Pria itu melangkah mendekat lalu duduk di samping Stephanie dan seluruh saraf Stephanie sangat menyadari kehadiran pria itu.

“Jadi kenapa kau sendirian di sini? Kau tidak pergi bersama mereka?” Pria itu kembali mengulangi pertanyaannya.

Stephanie tertawa kecil. Lalu meggeleng. “Tidak, aku tidak pergi bersama mereka.”

“Kenapa tidak?” tanya pria itu lagi, penasaran.

“Karena lingkaran pergaulan kami berbeda, Alessandro. Kehadiranku di sana hanya akan membuat kakakku merasa timpang.”

Maaf?”

Stephanie tersenyum sambil menatap Alessandro yang tampak bingung. “Aku tidak mampu mengimbangi kakakku, kehadiranku di sana hanya akan membuat kami semua canggung. Kau lihat, bukan? Kakakku supermodel terkenal dan cantik, teman-temannya juga begitu, sementara aku…” Suaranya menghilang, ia ingin berkata bahwa ia tidak cantik, juga gendut dan pendek, sama sekali tidak menarik tapi rasanya memalukan sekali mengungkapkan fakta itu di depan pria sememesona Alessandro. “Well, aku memang tidak ingin pergi, aku lebih memilih tidur cepat malam ini.” Lagi, ia kembali tersenyum.

Alessandro tampak mengerutkan keningnya saat mendengarkan Stephanie. Lalu ia melihat pria itu menggelengkan kepala. “Apa maksudmu kau tidak bisa mengimbangi kakakmu dan membuat mereka canggung dengan keberadaanmu? Mia Bella, kau sepuluh kali lebih cantik dari kakakmu. Pria yang tidak bisa melihat itu pasti terlalu buta.”

Stephanie tertawa mendengar rayuan pria itu. “Alessandro, kurasa kau butuh mengenakan kacamata. Aku yakin penglihatanmu bermasalah. Aku pendek dan gendut, selera busanaku juga membosankan. Angeline berbeda dariku. Dia cantik dan langsing, selera busananya juga bagus. Karena itulah dia seorang supermodel sementara aku hanya seorang PA.”

Tubuh Stephanie terasa tersengat aliran listrik tatkala pria itu meletakkan telapak hangatnya di paha Stephanie. Ia tahu itu hanya semacam gesture menghibur namun panas telapak itu seolah menyengat kulitnya melewati bahan jins tebal itu. Tapi tentu saja Alessandro tidak menyadarinya. Pria itu kembali berbicara.

“Aku mengenal banyak wanita seperti Angeline. Well, maaf atas apa yang akan kukatakan ini, karena ini pendapatku yang jujur, tapi bagiku wanita seperti kakakmu selalu memanfaatkan wajah dan penampilan mereka untuk hal-hal yang mereka inginkan dan tidak peduli siapa yang mereka sakiti dalam proses itu. Mereka mungkin memiliki bungkusan yang indah tapi di balik mata mereka, aku tidak melihat apa-apa. Mereka tidak pernah peduli pada siapapun dan selalu merasa lebih hebat dari yang lain. Sedangkan kau, Stephanie, izinkan aku berkata bahwa kau berbeda, kau memiliki kecantikan natural yang menarik perhatian orang-orang. Dan cantikmu bukan hanya sekedar bungkusan luar. Saat aku melihat matamu, aku bisa melihat ke dalam dirimu, bukan saja kau cantik secara fisik, tapi jiwamu juga cantik, Mia Bella.”

Stephanie menyadari bahwa ia menahan napas tatkala mendengar kata-kata Alessandro. Seumur hidupnya, ia tidak pernah diberitahu bahwa ia cantik jika itu dibandingkan dengan kakaknya. Seumur hidupnya, Stephanie hanya selalu mendengar perbandingan, bagaimana ia dibandingkan dengan Angeline dan ia selalu diberitahu bahwa ia tidaklah secantik kakaknya, fakta yang disayangkan oleh banyak orang. 

Seandainya saja kau seperti kakakmu…. Seandainya saja kau memiliki bakat modeling seperti Angeline… seandainya saja kau tinggi seperti Angeline… seandainya kau cantik seperti kakakmuseandainya saja kau selangsing dia… seandainya saja… dan seterusnya dan seterusnya sehingga Stephanie muak! Alessandro adalah yang pertama yang mengatakan hal-hal seindah itu padanya. Tapi tentu saja Stephanie tidak benar-benar percaya. Pria itu adalah pria Italia. Keahlian menggoda dan merayu wanita memang mengalir dalam darahnya, bukan?

Alessandro mungkin bisa membaca keraguan di kedua mata Stephanie karena dia kemudia berkata, dengan nada yang lebih rendah. “Aku sudah sangat ingin melakukan ini sejak pertama kali aku melihatmu, Bella.”

Sweet SurrenderWhere stories live. Discover now